Translate

Jumat, 02 Maret 2018

Hukum Karma.



Ajaran Kesunyataan tentang Hukum Karma atau Hukum Sebab-Akibat, berbeda dengan paham yang meyakini adanya Takdir Ilahi. Hukum Karma berpusat pada suatu perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, dan hasilnya hanya untuk diri sendiri, tidak ada Si pemberi hukuman atas perbuatan buruk yang kita lakukan, tidak ada pula Si Pemberi pahala atas perbuatan baik yang kita lakukan, dengan demikian Hukum Karma adalah hukum yang sangat adil, sekaligus dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan sulit, tentang adanya perbedaan-perbedaan jalan hidup, serta fenomena kehidupan yang tampaknya jauh dari azas Keadilan ini:
  Mengapa seseorang kaya dan berkuasa, sedangkan yang lain miskin dan tertekan ?
  Mengapa seseorang sepanjang hidupnya sehat, sementara yang lain sejak lahir telah sakit, dan cenderung  sakit-sakitan ?
  Mengapa ada yang terlahir dengan anggota tubuh lengkap, sementara ada yang terlahir dengan cacat, tanpa  lengan  atau kaki ?
  Mengapa seseorang terberkahi rupa yang menawan dan kecerdasan, sedang yang lain buruk rupa dan dungu ?
  Mengapa ada yang buta, tuli, bisu dan idiot, sedang yang lain tidak ?
  Mengapa seorang anak terlahir diantara kemelaratan dan kemalangan,  namun ada yang terlahir ditengah kemakmuran dan kesenangan ?
  Mengapa seorang anak terlahir dari seorang penjahat, sementara ada  yang terlahir dari orang tua yang mulia, dan mengenyam pendidikan  moral yang baik ?
  Mengapa seseorang seringkali tanpa bersusah payah, sukses dalam seluruh bidang usahanya, sedangkan yang lain walaupun telah bekerja keras, selalu gagal mewujudkan rencananya?   
  Mengapa seseorang dapat hidup dalam kelimpahan, sedangkan yang lain harus hidup dalam kemelaratan ?
  Mengapa ada yang menikmati panjang usia, namun ada yang meninggal pada awal kehidupannya, bahkan sebelum sempat dilahirkan ?
Mengapa Nuansa-nuansa tersebut terjadi didunia ini ?
Bila kita merenungkan dunia ini, dan memikirkan berbagai macam nasib makhluk hidup yang hidup didalamnya, tampak bahwa seakan-akan segala sesuatu dialam ini Tidaklah adil !!
Begitu banyak kita menjumpai ketidakadilan, dan diskriminasi diantara sesama manusia. Apakah ketidakadilan yang menyolok ini terjadi secara kebetulan atau direncanakan oleh “Sesuatu?”.
Bila Sesuatu itu Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Adil dan Maha Sempurna, mengapa Ia menciptakan keadaan yang tidak mengenakkan bagi makhluknya untuk tinggal didalamnya?. Suatu Sosok yang Maha Pemurah, semestinya sanggup berbuat sesuatu untuk mengatasi ketidak adilan ini.
Atau mungkinkah segala perbedaan yang ada pada manusia ini disebabkan oleh faktor keturunan, dan lingkungan?, kita harus mengakui bahwa semua fenomena fisik-kimiawi yang diungkapkan oleh para ilmuwan, sebagian adalah sebagai faktor pembantu, tetapi tidak seluruhnya mutlak bertanggung jawab atas perbedaan2 besar yang terdapat di antara individu2. Lalu mengapa ada anak kembar yang memiliki tubuh serupa, mewarisi gen yang sejenis, menikmati kesempatan asuhan yang sama, seringkali memiliki watak, moral dan kecerdasan yang sangat berbeda ?
Keturunan saja tidak dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan yang besar ini. Sesungguhnya, faktor keturunan lebih masuk akal atas persamaan-persamaan mereka daripada atas perbedaan-perbedaan. Benih fisik-kimiawi yang panjangnya kira-kira sepertiga puluh inci, yang diwarisi dari orang tua, hanya menerangkan satu bagian dari manusia, yaitu dasar fisiknya. Mengenai perbedaan-perbedaan batin, intelektual, dan moral yang jauh lebih kompleks dan halus itu, diperlukan penerangan batin yang lebih dalam. Teori keturunan tidak dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan, tentang lahirnya seorang kriminal dalam sebuah keluarga, yang mempunyai leluhur terhormat, atau kelahiran seorang suci, atau mulia, dalam sebuah keluarga yang memiliki reputasi jelek, dan tentang lahirnya seorang idiot, manusia genius dan guru-guru besar spiritual.
Menurut ajaran Kesunyataan, perbedaan-perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan, tetapi juga disebabkan oleh Karma kita sendiri, suatu perbuatan baik atau buruk memiliki akibatnya pada suatu saat, disuatu tempat.
Sejak dari jaman dahulu kala sampai dengan saat ini, Hukum Karma merupakan sebuah teka-teki bagi kebanyakan masyarakat, yang belum mengenal ajaran Kesunyataan, karena mereka lebih mengenal paham Takdir atau Nasib, ketimbang Hukum Karma. Hal ini dapat dimaklumi, karena di kitab-kitab suci mereka, tidak ada satu katapun yang menyebutkan tentang Hukum Sebab-Akibat.
Kebanyakan orang akan mengatakan, bahwa semuanya itu adalah merupakan Nasib atau Takdir Illahi, semua yang terjadi adalah atas rencana dan kehendak Tuhan. Penjelasan-penjelasan seperti itu, pada awalnya memang bisa menghibur, memberikan ketabahan dan harapan bagi manusia, untuk menghadapi kenyataan-kenyataan pahit dalam hidupnya. Tetapi karena Tuhan dilibatkan dalam penjelasan tersebut, dan digambarkan sebagai “Sosok Yang Maha Kuasa”, yang memiliki sifat-sifat seperti manusia : murka, cemburu, menghukum, berjanji, memberikan hadiah dan sebagainya, akhirnya justeru menimbulkan banyak kerancuan, dan gambaran Tuhan jadi tidak sempurna, bahkan membingungkan.
Ajaran Kesunyataan menyangkal adanya nasib baik atau buruk, yang disebabkan oleh takdir, ataupun atas kehendak dan Rencana Tuhan. Ajaran Kesunyataan mengajarkan sebab-musabab yang alami, seperti halnya ilmu pengetahuan tentang aksi-reaksi. Dalam ajaran Kesunyataan, apa yang tampak tidak adil itu dijelaskan dengan dalil Karma;
“Semua makhluk adalah pemilik Karmanya sendiri, mewarisi Karmanya sendiri, Karmanya adalah kandungan yang melahirkannya, berhubungan dengan Karmanya sendiri, terlindung oleh Karmanya sendiri. Apapun Karmanya, baik atau buruk, mereka akan mewarisinya, Karmalah yang membuat semua makhluk menjadi berbeda, hina atau mulia.”
Dalil Karma adalah dalil  Sebab dan Akibat,  Aksi dan Reaksi, merupakan Hukum Alam, yang tak ada hubungannya dengan gagasan mengenai Penghakiman, Ganjaran, Pahala atau Penjatuhan Hukuman.
Setiap perbuatan yang dilandasi oleh Kehendak, yang dilakukan melalui Pikiran, Ucapan dan Tindakan jasmani, akan membuahkan hasil atau akibat.  Perbuatan baik akan berbuah baik, perbuatan buruk akan berbuah buruk. Ini bukan penjatuhan hukuman ataupun pahala, yang diberikan oleh siapapun, atau kekuatan apapun, yang menghakimi perbuatan kita, namun hal ini berdasar pada sifat itu sendiri, yaitu Hukum itu Sendiri.
Jadi, Karma berarti semua jenis kehendak, perbuatan yang baik maupun buruk / jahat, yang dilakukan oleh jasmani, perkataan dan pikiran, yang baik maupun yang jahat.
Hukum Karma atau sering hanya disebut sebagai Karma, merupakan salah satu hukum universal, atau hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab-akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan Karma (perbuatan) sebagai sebab, maka akan menimbulkan akibat atau hasil.
Sering kita mendengar, bahwa suatu kejadian yang tidak diduga sebelumnya, dikatakan sebagai suatu kebetulan saja. Didalam paham Kesunyataan, tidak mengenal adanya istilah kebetulan saja, sebab didunia ini tidak ada sesuatupun yang muncul dari ketidak-adaan, tidak ada sesuatupun yang terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang mendahuluinya, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : “Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu.”
Mungkin akan timbul suatu pertanyaan dalam diri  kita, kalau bukan suatu kebetulan, apa yang dapat kita jelaskan tentang hal tersebut ?
Menyatakan suatu kebetulan adalah boleh-boleh saja, seperti halnya seorang pria dan wanita yang saling berjumpa disuatu toko, mereka mengatakan; “wah kebetulan sekali kita bertemu disini... memang kamu mau beli apa ?” dan bermula dari pertemuan saat itu, kemudian berlanjut hingga terjalinnya suatu hubungan yang lebih serius, dan dikemudian hari merekapun pada akhirnya memutuskan untuk menikah.
Kejadian tersebut sebenarnya samasekali bukan suatu kebetulan, karena baik si A maupun si B sejak keluar dari rumahnya masing-masing, sama-sama mempunyai alasan, rencana, niat maupun tujuan tertentu ke toko tersebut, disini “ada suatu proses  Sebab-akibat yang sedang terjadi”. Jalinan perasaan yang sangat kuat diantara mereka, pada kehidupan lampaunya, adalah salah satu penyebab terjadinya pertemuan kembali dalam kehidupan saat ini, begitu pula kehidupan kita saat ini, menjadi seorang anak dari ayah dan ibu kita, disini Hukum Karma bekerja karena adanya keterikatan batin yang sangat kuat antara kita dengan orang tua kita.
Hukum Karma adalah  salah satu bagian dari ajaran Kesunyataan yang sangat penting, dan cukup sulit untuk dipahami oleh kebanyakan orang, namun bagi yang mempercayai, maupun yang tidak mempercayai adanya Hukum Karma, ia tetap akan menerima Hukum Karma yang sifatnya universal ini. “Tidak ada tempat sembunyi untuk melarikan diri dari hasil Karma“.
“Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya”.
Karma bersifat Samvattanika, artinya “mengarah terjadinya”. Dengan demikian, Hukum Karma adalah berarti suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah, dan mutlak tidak dapat dihindari. Perbuatan yang dikehendaki atau Karma yang diperbuat dalam kelahiran sebelumnya, merupakan benih atau akar yang mempengaruhi nasib baik atau malang dikehidupan saat ini, dan perbuatan baik atau buruk saat ini, akan turut menyebabkan nasib baik atau malang pada kehidupan berikutnya. Jadi apapun kondisi yang terjadi saat ini, apakah bahagia atau menderita, adalah merupakan hasil Akumulasi perbuatan yang dilakukan sebelumnya.
Karma dapat berbuah jika hadir secara lengkap beberapa unsur / kondisi yang mendukungnya. Jadi, tidak semua benih Karma menghasilkan buah Karma. Bila unsur pendukung berupa kondisi tidak ada, maka benih Karma tidak bisa berbuah menjadi suatu efek / akibat. Karma yang tidak menghasilkan buah Karma, disebut sebagai Ahosi Karma (Karma yang sudah tidak efektif lagi).
Cara kerja Hukum Karma, terkadang tampak bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Kita sering menemukan, orang yang dalam kehidupan sehari-harinya banyak melakukan kebajikan, tetapi hidupnya banyak mengalami rintangan dan penderitaan, dan sebaliknya ada seseorang yang pekerjaannya sebagai perampok, lintah darat dan hal-hal yang berbau kejahatan, tetapi hidupnya makmur, serba mewah dan terpandang. Mengapa demikian? Apakah Hukum Karmanya keliru? Tentu saja bukan Hukum Karmanya yang keliru, bila Hukum Karma diumpamakan sebagai sebuah lahan, yang ditanami bibit pohon  pisang dan bibit pohon rambutan, maka sudah tentu pohon pisang akan tumbuh terlebih dahulu, daripada pohon rambutan, karena keduanya mempunyai usia pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula halnya dengan perbuatan baik dan buruk, kalau kita sudah berbuat baik, tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai / dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu.
Menurut ajaran Kesunyataan, matangnya buah Karma seseorang, dipengaruhi oleh banyak sekali kondisi-kondisi, dan sangat kompleks. Cara kerja Hukum Karma sangat rumit, melibatkan banyak unsur, sehingga setiap perbuatan tidak selalu menghasilkan akibat di kehidupan sekarang, namun berkaitan dengan kehidupan masa akan datang.
“Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk. Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik.”
Jadi lebih tepatnya, Hukum Karma itu adalah suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah atau dielakkan.
Suatu kejahatan kecil, yg dilakukan seseorang, tindakan itu bisa berbuah pada kehidupan ini atau samasekali tidak berbuah.
Manusia yang bagaimana, yang walaupun dengan kejahatan kecil sekalipun, bisa membawanya ke Neraka? Penjelasannya begini :
Seseorang yang tidak berhati-hati dalam mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya, dia tidak mengembangkan kebijaksanaannya, dia adalah seorang yang tidak berarti, dia tidak mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Makanya perbuatan kecil saja dapat membawanya ke Neraka.
Akan tetapi seseorang yang dengan hati-hati mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya, dia mengembangkan kebijaksanaannya, dia adalah seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan kecil bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak berbuah samasekali.
Kedua uraian diatas dapatlah diperumpamakan sbb :
Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah cawan kecil, air tersebut tidak akan bisa diminum, karena rasanya asin, mengapa?, karena cawan itu kecil airnya sedikit. Nah, sekarang, seandainya seseorang menaruh sejumput garam ke sebuah danau yg jernih, airnya akan tetap dapat diminum, karena banyaknya air di danau tersebut“.
Demikianlah uraian singkat, selayang pandang atau garis besar tentang Hukum Karma (Hukum Sebab-Akibat) yang bisa disampaikan, tentu saja uraian lengkapnya (detail) jauh lebih panjang, bisa dicari juga di dunia maya, dunia pengetahuan global, dunia Internet.

1 komentar:

  1. AGEN JUDI TOGEL | BANDAR TOGEL TERPERCAYA | LIVE CASINO GAMES ONLINE

    WWW.PANGERANMIMPI.COM
    WWW.PANGERANMIMPI.ORG
    WWW.PANGERAN88.COM merupakan situs untuk pencinta permainan togel online serta berbagai macam permainan Live Casino Games yang menarik disiarkan secara LIVE 24 jam. Dengan system enkripsi tingkat tinggi menjamin keamanan dan kerahasian data dari member-member kami.

    Daftar dan bergabung bersama kami di PANGERANMIMPI - BANDAR TOGEL ONLINE TERPERCAYA

    BalasHapus