Translate

Selasa, 21 September 2021

Resep Jitu Menjadi Kaya Tanpa Dosa

Banyak orang yang menginginkan menjadi kaya dengan jalan pintas. Biasanya yang dilakukan adalah dengan cara mencuri, menipu, korupsi, dagang Narkoba dan sebagainya. Semua cara-cara tersebut selain tidak berkah karena merugikan orang lain, juga melanggar larangan agama, melanggar hukum, dan yang pasti tidak akan bertahan lama. Inilah hal terpenting yang tidak disadari oleh yang bersangkutan yaitu yang tidak bertahan lama itu.

Jika saatnya telah tiba yang bersangkutan akan menderita karena perbuatannya itu akan ketahuan, ketangkap, dan akhirnya dihukum atau dipenjara. Hukuman itu tidak hanya terjadi di dunia ini saja. Yang bersangkutan akan menerima hukuman berikutnya di alam lain setelah dia meninggal dunia, yaitu ketika secara matematis metafisika hukuman di dunia yang diterimanya itu belum memadai, masih ringan, secara matematis metafisika belum sepadan. Jika putusan hakim secara perhitungan matematis metafisika atau secara aturan hukum karma terlalu berat maka itu artinya yang bersangkutan yaitu yang terhukum, telah memetik buah karma buruk yang diperbuat sebelumnya. Jika beratnya hukuman yang diputuskan oleh hakim ketua tersebut karena disengaja, maka hakim termasuk tim-nya yang punya niat tidak baik atau tidak adil, mereka itu telah berbuat karma buruk. Oleh karena itu para hakim hendaknya bekerja dengan adil dan bijaksana, karena hakim itu di dunia ini adalah bekerja mewakili yang maha kuasa dan yang maha adil.

Lantas bagaimana caranya bisa menjadi kaya tanpa dosa? Yang pertama tentunya kita harus tahu hukum universal yang berlaku di alam semesta atau di dunia ini seperti apa, yang harus kita sikapi dengan baik dan benar. Hukum tersebut adalah hukum sebab-akibat, hukum tabur tuai atau hukum karma, adalah merupakan hukum Yang Maha Kuasa, hukum yang Adil. Hukum ini menyatakan, barang siapa berbuat baik maka kemudian yang bersangkutan akan memetik buah karma baiknya itu berupa kebahagiaan. Kebahagiaan itu salah satunya adalah berupa kesuksesan, misalnya memperoleh kenaikan jabatan atau menjadi orang kaya, tergantung dari apa yang dilakukannya, tergantung yang diusahakannya secara baik dan benar, yang diusahakannya sesuai dengan ketentuan hukum universal yang berlaku di alam semesta atau di alam dunia ini, yaitu hukum karma.

Sebaliknya hukum karma juga menyatakan, barang siapa berbuat jahat maka pada masa depan yang bersangkutan akan memetik buah karma buruknya itu berupa penderitaan.

Dalam hukum universal ini tidak ada tawar menawar, tidak bisa disuap. Cara menyuap satu-satunya tak lain dan tak bukan adalah dengan banyak berbuat baik, sering menolong atau membantu orang lain. Kalau berdoa, berdoalah yang maksudnya baik. Doa atau harapan yang paling jitu, yaitu doa universal, cocok di segala waktu, di segala tempat, di segala arah dan segala keadaan, adalah jika kita mengatakan atau mengatakan dalam hati dengan tulus ikhlas dan penuh penjiwaan, adalah jika kita mengatakan dan yang lebih baik lagi jika dikatakan secara berulang-ulang adalah dengan mengatakan dan berharap sebagai berikut : “Semoga semua makhluk berbahagia”. Semua makhluk itu meliputi semua, tanpa kecuali, sedangkan bahagia itu  meliputi segala hal pada situasi dan kondisi yang menyenangkan, yang sukses dan berhasil.

Jadi kalau mau menjadi kaya berusahalah mecari uang dengan bekerja keras dan cerdas secara halal, maksudnya secara baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah sains, plus jangan sampai lupa banyak berbuat baik, termasuk berdana. Berdanalah secara ikhlas seuai kemampuan dan kelayakan ekonomi. Jadi kalau mau kaya bukan menjadi pelit tapi justru jadilah dermawan sesuai kemampuan, sesuai perhitungan yang layak.

Kalau mau sukses menjadi boss, bekerjalah dengan keras dan cerdas secara baik dan benar, bijaksana, bukan dengan malas-malasan, perintah sana, perintah sini semau-maunya tanpa ada kerjasama, tanpa ada kebersamaan dan lain sebagainya. Dalam hal ini Anda lebih pintar dan lebih tahu. Plus jangan sampai lupa juga banyak berbuat baik kepada sesama, bahkan ke sesama makhluk.

Jadi dalam hidup ini kalau mau sukses dalam segala hal, bahkan sukses di segala waktu dan tempat yang tak terbatas di hidup ini saja, yang harus dilakukan itu bukanlah meminta atau memohon, hal yang harus dilakukan atau selalu diupayakan adalah banyak berbuat baik, mengurangi perbuatan jahat, berupaya mensucikan hati dan pikiran, banyak belajar semua hal termasuk pengetahuan spiritual yang benar, tidak delusi dan tidak spekulatif.

Berbuat baik itu lebih manjur dari doa biasa, doa yang maksudnya baik adalah berbuat baik.

Sebagai tambahan pengetahuan untuk lebih memantapkan pemahaman dari uraian tadi, berikut ini adalah pengetahuan yang benar, yang perlu diketahui, adalah sebagai berikut :

Keberhasilan yang kita capai, bukanlah dari memohon. Melainkan dari 5 hal yaitu :

1.      Meyakini adanya hukum perbuatan atau hukum karma.

2.      Melaksanakan kemoralan, yaitu berperilaku baik.

3.      Banyak mendengar, banyak belajar khususnya belajar Dhamma, yang merupakan pengetahuan spiritual yang benar.

4.      Mengembangkan kerelaan yang bersifat materi dan non materi, yaitu dengan berdana atau memberi apapun itu yang baik-baik.

5.      Memiliki kebijaksanaan.

Melaksanakan kemoralan dalam upaya memperbaiki perilaku, adalah dengan mengembangkan minimal 5 kemoralan, yaitu :

1.      Tidak membunuh.

2.      Tidak mencuri.

3.      Tidak berzina.

4.      Tidak berbohong.

5.      Tidak mabuk.

Terakhir, saya ulangi lagi, ada 2 hal yang bisa menyebabkan seseorang sukses, bisa menjadi kaya, yaitu :

1.      Bekerja keras dan cerdas sesuai dengan teori sains.

2.      Banyak berbuat baik.

Demikianlah tulisan ini. Semoga bermanfa’at.

Senin, 20 September 2021

BERSYUKUR

Selalu bersyukur itu mudah diucapkan, tapi pelaksanaannya bagaimana? Marilah kita berupaya menjalani hidup ini, pekerjaan ini, dengan ikhlas & suka cita. Marilah kita selalu setiap saat, menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih sengsara dibanding kita. Marilah setiap saat kita bisa fokus dengan apa yang sedang kita kerjakan. Pikiran yang fokus, akan menghasilkan hasil pekerjaan yang baik, bahkan sempurna. Pikiran yang sadar akan menjadikan kita waspada & bijaksana, akan tahu lebih awal, tidak akan pernah terlambat menyadari ketika kita akan melakukan kesalahan dalam bertindak dan berucap, bahkan ketika akan berpikiran negatif. Kalau sudah mampu melakukan hal-hal tersebut diatas, maka semua yang kita kerjakan akan berjalan lancar, menuai hasil yang baik, dan kebahagiaan akan selalu menyertai kita. Lama-kelamaan yang selalu kita lakukan tersebut, "fokus dan sadar setiap saat", akan menjadi kebiasaan (habit). Kita akan menjadi orang yang bersahaja, tenang, seimbang, tahan banting, ulet dan menyejukkan orang-orang disekitar kita. 
Jangan lupa kalau ada kelebihan materi, makanan dan lain-lain, mau membantu orang lain yang sangat membutuhkan, bantulah dengan ikhlas. 
Meskipun kita tahu bahwa berbagi itu adalah merupakan tabungan kita untuk masa depan, dan atau masa depan setelah kita mati, dan kita sendiri yang akan menerima buahnya, namun hendaknya jangan menghitung-hitung buah yang akan kita terima, karena hal tersebut bisa mengurangi lebatnya buah. Berbagilah tanpa memikirkan hasilnya. Orang lain yang senang menerima pemberian kita, hal tersebut sudah merupakan kebahagiaan tersendiri buat kita bukan? Itu merupakan kebahagiaan yang langsung kita terima.

Rabu, 08 September 2021

Saddha, Keyakinan dalam Buddhisme

Saddha adalah keyakinan berdasarkan pengetahuan dari hasil verifikasi atau penyelidikan awal berupa hipotesis, yaitu anggapan benar terhadap ajaran, konsep, gagasan dan lain lain, yang terbentuk karena keterbatasan bukti dan merupakan titik awal yang perlu ditindaklanjuti.
Kata Saddha memiliki makna dan pengertian yang tidak sederhana, dan tidak memiliki padanan kata yang tepat dan sesuai dalam kosakata bahasa lain untuk menggantikannya.  Untuk itu Saddha tidak bisa hanya sekedar diartikan sebagai “keyakinan”. Saddha bukanlah keyakinan membuta, yaitu kepercayaan terhadap sesuatu sebagai kebenaran tanpa verifikasi dan yang tidak memicu tindak lanjut berupa usaha membuktikan sesuatu itu.
Saddha juga bukanlah iman dalam kepercayaan lain, karena Saddha memerlukan penindakan selanjutnya berupa pembuktian dan tidak berdasarkan pada kepercayaan membuta serta rasa takut. Untuk itu menerjemahan Saddha sebagai iman dipertanyakan dan ditentang oleh para sarjana bahasa Pali Buddis. Dan alih-alih diterjemahkan sebagai iman, Saddha bisa diterjemahkan sebagai kepercayaan diri.
Iman dalam agama atau kepercayaan lain adalah rasa percaya yang berdasarkan pada ketakutan terhadap apa yang dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan juga tanpa diawali dengan verifikasi serta tidak memerlukan penindakan selanjutnya yang berupa pembuktian. Dalam iman, apa yang dipercaya dianggap sebagai kebenaran, dan cenderung berkeyakinan membuta.
Sebagai contoh mengenai iman : dalam suatu agama tertentu menyatakan bahwa seseorang harus memiliki iman kepada Tuhan dan utusannya agar ia dapat memperoleh keselamatan, jika tidak, ia akan masuk neraka setelah ia meninggal. Karena rasa takut tidak diselamatkan dan masuk neraka, seseorang memilih percaya kepada keberadaan Tuhan dengan segala perintahnya tanpa mempertanyakan, tanpa memeriksa pernyataan tersebut, dan tanpa menindaklanjuti dengan usaha membuktikan kebenaran keberadaannya. Dan karenanya pemikiran untuk mengkritisi menjadi terhenti.
Sebaliknya, pengertian Saddha secara panjang adalah sikap batin yang yakin dan menerima hasil verifikasi atau penyelidikan awal berupa anggapan benar atau hipotesis terhadap ajaran, konsep, gagasan dan lain lain, yang pada tahap pengembangan diri seseorang saat sekarang ini belum dapat dibuktikan karena keterbatasan bukti yang ada, dan merupakan titik awal tindak lanjut berikutnya berupa usaha pengujian untuk pembuktian menuju terwujudnya kebenaran.
Secara singkat, Saddha adalah keyakinan berdasarkan hipotesis. Digunakannya kata “hipotesis” ini dikarenakan kata ini memiliki makna atau pengertian yang mendekati dengan pengertian dari Saddha.
Hipotesis sendiri adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, teori, proposisi dan sebagainya meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan. Hipotesis juga berarti anggapan atau penjelasan yang diusulkan, yang dibuat atas dasar bukti yang terbatas sebagai titik awal untuk penyelidikan lebih lanjut. Hipotesis juga disebut sebagai dasar penyelidikan, dan dalam berbagai penelitian sebuah hipotesis akan berdasarkan pada penelitian sebelumnya.
Sebagai contoh mengenai Saddha : seorang umat disebut memiliki Saddha terhadap Buddha meskipun belum bertemu terlebih dahulu, karena sebelumnya ia telah melakukan verifikasi, dan penyelidikan terhadap ajaran-Nya untuk selama beberapa waktu, serta setiap saat dapat melihat dan memastikan adanya hal-hal positif, seperti belas kasih, berkurangnya nafsu dan sebagainya yang ada pada diri orang lain yang telah mempraktikkan ajaran-Nya secara benar. Sehingga setelah melihat itu semua akhirnya menimbulkan sukacita, inspirasi, dan muncul keyakinan pada diri umat tersebut dengan menganggap benar apa yang telah ia verifikasi dan selidiki sebagai ajaran dari seseorang yang telah tercerahkan, yaitu Buddha, dan sesuai untuk dirinya. Dan untuk selanjutnya ia akan berusaha membuktikannya dengan mempraktekkan ajaran tersebut.
Saddha merupakan salah satu dari lima hal yang dapat menghasilkan dua hal yang berbeda, yaitu menghasilkan hal yang benar atau hal yang salah. Dengan kata lain, sesuatu yang diterima berdasarkan Saddha nantinya bisa benar atau salah, bisa merupakan fakta atau sebaliknya.
Karena kondisi Saddha yang dapat menghasilkan dua hal yang berbeda tersebut, maka tidak selayaknya bagi seorang bijaksana yang melestarikan atau menjaga kebenaran untuk menyimpulkan secara pasti apa yang diterimanya melalui Saddha tersebut dengan mengatakan, “Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah“, hingga ia membuktikan kebenarannya. Namun ia berhak untuk menyatakan, “Demikianlah keyakinan saya“.
Terdapat dua jenis Saddha, yaitu : Saddha yang memiliki pokok alasan atau berdasar  Mulika Saddha, dan Saddha yang tidak memiliki pokok alasan atau tidak berdasar Amulika Saddha.
Mulika Saddha adalah keyakinan yang muncul dari penilaian yang hati-hati dari hasil verifikasi atau penyelidikan yaitu Ehipassiko, yang memiliki dasar terhadap sebuah pernyataan, ajaran, dan sebagainya. Sedangkan Amulika Saddha adalah keyakinan yang muncul tanpa didahului dengan penilaian yang hati-hati dari hasil verifikasi atau penyelidikan yang juga tanpa memiliki dasar terhadap sebuah pernyataan, ajaran, dan sebagainya.
Keyakinan atau Saddha yang mengakar secara dalam pada wawasan yang berdasar Akaravata Saddha Dassanamulika, adalah keyakinan yang kokoh yang tidak terkalahkan oleh siapapun. Keyakinan ini merupakan keyakinan yang didasari oleh kebijaksanaan atau Panna; Dengan kebijaksanaan atau disebut indria kebijaksanaan atau Pannindriya maka Saddha pada diri seseorang akan stabil.
Itulah jenis keyakinan atau Saddha yang dianjurkan dalam meyakini Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha), karena Saddha seperti itu bermanfaat untuk mengokohkan, menguatkan, memfokuskan, dan sebagai pedoman sebuah niat untuk mencapai tujuan, yang dalam konteks Buddhis tujuan tersebut adalah Kebebasan Sejati atau merealisasi Nibbana.
Untuk itu, Saddha terhadap Tiratana merupakan hal yang penting pada awal perkembangan batin, dan karenanya Saddha diperumpamakan sebagai benih. Dan untuk itu juga Saddha perlu dikembangkan dengan cara berlatih dan mempraktikkan ajaran Buddha sambil mengujinya, agar seseorang dapat lebih menguatkan dan memfokuskan diri mencapai tujuan.
Pada tingkat akhir, pada diri mereka yang telah melihat, mengetahui, menembus, mewujudkan, dan mencapai Kebenaran oleh dirinya sendiri secara langsung terhadap sesuatu, misalnya terhadap salah satu ajaran Buddha, maka Saddha terhadap Tiratana tersebut tidak diperlukan lagi, sehingga mereka menjadi tanpa Saddha atau asSaddha; Hal ini sama seperti seseorang yang telah membuktikan kebenaran, melihat sebuah fakta yang nyata ada dan teruji, maka ia tidak memerlukan sebuah hipotesis atau anggapan benar lagi.
Dari pengertian diatas, maka Saddha memiliki ciri-ciri, yaitu : merupakan hasil verifikasi berupa hipotesis, bukan kebenaran final atau akhir, tetapi merupakan titik awal perjalanan menuju perwujudan kebenaran melalui pengujian, dan perlu diiringi dengan kebijaksanaan.
Fungsi dari Saddha sendiri adalah untuk mengarahkan seseorang melakukan sesuatu, berkomitmen, bertekad dalam mendapatkan kejernihan, kejelasan dan pembuktian kebenaran dari ajaran, konsep, gagasan, dan lain lain.