Translate

Senin, 28 November 2022

kehidupan Manusia

Manusia yang telah mencapai Nibbana itu hawa nafsu / kotoran batin / Kilesa nya telah padam, hancur lebur tanpa sisa. Kalau dia meninggal dunia tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun. Bagaikan api yang telah padam. Disebut Parinibbana. Api yang telah padam itu ada dimana? Kalau ada yang menyalakan api, api itu datangnya dari mana? Itu adalah Hukum Sebab-Akibat yang bekerja. Orang yang telah Parinibbana tak akan kembali, sehingga api yang menyala tadi adalah api yang lain. Mencapai Nibbana itu adalah mencapai kebahagiaan sejati / hakiki / abadi. Ada juga yang bilang mencapai kedamaian abadi. Yang dimaksud dengan kebahagiaan sejati itu karena sudah tidak mengalami Dukkha (penderitaan) lagi. Sudah tidak mengalami perubahan lagi. Sudah tidak berada didalam pusaran Samsara. Kebahagiaan sejati itu rasanya bagaimana? Tidak tahu! Harus dialami sendiri. Pada akhirnya kedepan nanti semua makhluk dapat mencapai Nibbana meski memerlukan waktu yang tak terhingga lamanya.


Kehidupan Manusia


 

Mencapai Nibbana

 


Mengupload: 111281 dari 111281 byte diupload.

Senin, 14 November 2022

Kebahagiaan Sejati Kekal

 


Harta Karun Yang Tak Bisa Dicuri

Uraian mengenai Harta Karun Yang Tak Bisa Dicuri ini berumber dari tulisan Bhikkhu Dhammaratano, dan ada kalimat-kalimatnya yang sedikit dirubah agar menjadi lebih halus.

“Gabbhaṁ eke uppajjanti,

Nirayaṁ pāpakammino

Saggaṁ sugatino yanti,

Parinibbanti anāsavā’ti”

 

“Beberapa makhluk hidup dilahirkan melalui rahim,

pelaku kejahatan cepat tersiksa di alam neraka,

pelaku kebajikan terlahir bahagia di alam surga,

yang telah terbebas dari noda setelah kematiannya mencapai Nibbāna”

(Dhammapada IX : 126)

 

Alkisah di suatu desa, hiduplah sebuah keluarga yang makmur, sejahtera, dan berkekayaan melimpah. Pemiliknya adalah seorang pedagang yang sangat sukses dalam bisnis perdagangan. Seorang milyarder, pebisnis hebat, seorang yang sangat beruntung di dunia  ini. Dia ditemani  oleh keempat orang istri. Seorang istri tua dan tiga istri yang muda belia. Ia hidup bagaikan raja ditemani oleh para dayang-dayang, sangat bahagia, membuat orang lain yang melihatnya iri.

Istri pertama adalah istri paling tua, namun sangat disayangkan pedagang ini jarang sekali memberi perhatian, baik pakaian, perhiasan apalagi kasih sayang kepada istri pertamanya ini. Wanita ini tampak kumuh dan kusam karena kebutuhannya tidak pernah diperhatikan dan dipenuhi.

Sedangkan untuk istri-istrinya yang lain, ia berikan perhatian lebih bahkan selalu memanjakan mereka.

Untuk istri keduanya, ia selalu memberikan pakaian dan perhiasan yang mahal serta parfum dengan merk terkenal.

Istri ketiga, selalu dimanjakan dengan penuh perhatian, dijaga dengan penuh kasih sayang. Tidak membiarkannya sakit atau menderita walaupun hanya sesaat.

Dan istri yang keempat, selalu ditraktir dengan makanan yang enak dan diajak jalan-jalan ke tempat-tempat yang menyenangkan.

Hari berganti hari, tahun demi tahun berlalu dengan cepat. Kini di usia tuanya, sang pedagang sukses ini mengalami sakit keras dan telah mendekati kematian. Pada menit-menit terakhirnya, sang pedagang memanggil keempat orang istrinya meminta mereka berkumpul menemaninya.

Dengan penuh harap, sang pedagang bertanya kepada istrinya yang kedua ;

“sayangku, aku telah begitu memanjakanmu dengan segala perhiasan, dan lain sebagainya agar engkau selalu nampak cantik, dan gemerlap, sekarang aku butuh bantuanmu, apakah engkau mau menemaniku menghadap raja kematian, ikut bersamaku mati." Istri kedua menjawab : “Maaf suamiku, aku tidak bisa ikut denganmu,  aku masih muda dan aku bisa mencari suami baru untuk menghidupiku.” Mendengar jawaban ini, sang pedagang menjadi bersedih, merasa terpukul, istri yang selalu dimanjakannya itu ternyata tidak peduli padanya.

Kemudian ia beralih bertanya kepada istri ketiga dengan pertanyaan yang sama, dan mendapat jawaban yang sama pula.

Kini ia bertanya kepada istri keempat dan mendapat jawaban : “Maafkan aku sayang, aku tidak bisa ikut mati bersamamu, tetapi aku hanya bisa menemani dan mengantarkanmu sampai ke pemakaman, tidak lebih dari itu.”

Betapa sedih dan terpukulnya sang pedagang mendengar jawaban dari istri-istri yang sangat disayangnya itu, tetapi ternyata sekarang mereka tidak peduli dan tidak setia kepadanya.

Dalam kesedihannya itu, tiba-tiba tanpa ditanya, istri pertama yang selalu ia sia-siakan dan tidak pernah ia perhatikan itu berkata : “Suamiku, sekalipun engkau tidak pernah peduli kepadaku, aku akan tetap setia menemanimu, sekalipun untuk pergi menghadap kematian - aku akan ikut bersamamu menjadi pendamping setiamu - tak ada yang dapat memisahkan kita.”

Mendengar perkataan ini, sang pedagang merasa malu, ia menyesal tidak pernah mau peduli dan kurang perhatian terhadap istrinya yang pertama itu. Penyesalan memang selalu datang  terlambat.

Keempat orang istri merupakan simbolisasi  yang nyata dalam kehidupan ini.

Istri kedua adalah simbol dari tubuh yang selalu kita beri perhiasan, memandikannya, memberi pakaian bagus, dan memberi minyak agar wangi. Tetapi ketika kematian datang, tubuh ini tidak berguna, tidak bisa menemani kita, justru terbujur kaku di tanah pekuburan, membusuk, dan habis di makan belatung.

Istri ketiga merupakan simbol harta kekayaan duniawi yang kita miliki, sebanyak apapun yang kita miliki semuanya akan ditinggalkan tidak akan mungkin ikut ke liang lahat. Harta kekayaan itu akan diambil alih oleh orang lain, dihabiskan oleh ahli waris, menjadi milik orang lain. Seumur hidup kita mencari dan mengumpulkannya, pada akhirnya hanya akan dinikmati oleh orang lain.

Istri keempat adalah simbol sanak keluarga, karib kerabat dan teman-teman. Mereka setia menemani kita ketika kita masih hidup. Tetapi ketika kita sudah menjadi mayat, paling banter mereka hanya bisa mengantar sampai ke tanah pekuburan kemudian pergi, tidak lebih dari itu.

Istri pertama adalah simbol jasa kebajikan - amal kebaikannya sangat jarang kita perhatikan - tidak kita pedulikan, dan cenderung kita abaikan. Padahal ia teman yang paling bisa diandalkan di kala kematian di ambang pintu - sahabat yang sangat setia - kemanapun kita pergi, ia akan selalu ikut bersama kita.

Dalam pandangan Buddhis, kematian adalah hal yang sangat wajar dalam kehidupan suatu makhluk. Karena hal ini sebagai akibat kita dilahirkan. Kematian dan kelahiran merupakan suatu siklus yang terus-menerus berputar selama kita masih melekat pada dunia ini. Dan juga kematian bukanlah akhir segalanya. Seperti halnya seseorang yang berada di luar ruangan dan ia ingin masuk ke dalamnya tentu harus melewati sebuah pintu, dan setelah melewati pintu ia kini berada di dalam ruangan. Demikian pula kematian adalah  pintu menuju kehidupan berikutnya. Jadi janganlah meratap menangisi jenazah orang yang kita sayangi secara berlebihan, selain tidak bermanfaat juga tidak melatih kita untuk menjadi tegar dan menghambat upaya kita dalam melepas kemelekatan yang menimbulkan penderitaan.

Inilah dunia, ketika ada seorang bayi dilahirkan, kita begitu gembira dan merayakannya. Padahal kita tahu bahwa bayi itu dilahirkan kelak hanya untuk mengalami kematian, ia akan menjadi korban raja kematian berikutnya. Kita begitu bersedih apabila orang yang sangat kita sayangi meninggal dunia. Harusnya kita merelakannya karena ia telah bebas dari sengsara dunia. Kematian hanyalah sementara, karena kesadarannya akan terus berlanjut dalam kehidupan berikutnya. Ia hanya membawa kesadaran baik atau kesadaran buruk, membawa bekal kebajikan atau membawa segudang keburukan. Inilah yang akan menentukan ke alam mana seseorang akan bertumimbal-lahir.

Sang Bhagava bersabda; “sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya, ia yang berbuat baik akan menerima kebaikan dan kebahagiaan, serta ia yang berbuat jahat akan menerima penderitaan dan kesengsaraan”. (Saṁyutta Nikāya I : 293).

Perbuatan yang dilakukan ketika masih hidup akan menentukan kemana seseorang akan pergi dilahirkan setelah kematian. Dan juga kekuatan pikiran terakhir yang mendominasi pada saat menjelang kematian, mungkin saja pikiran keserakahan atau kemelekatan, pikiran kebencian ketidak-senangan atau pikiran ketidak-tahuan dan kebodohan batin, yang akan menentukan kelahiran berikutnya.

Sesuai syair Dhammapada 126 diatas, terdapat beberapa jenis kelahiran dan perbuatan apakah yang mengarahkan mereka untuk terlahir seperti apa.

 

1. “Gabbhaṁ eke uppajjanti” = Beberapa makhluk dilahirkan melalui rahim / kandungan.

2. ”Nirayaṁ pāpakammino” = Pelaku kejahatan cepat tersiksa di alam Neraka.

3. “Saggaṁ sugatino yanti” = Pelaku kebajikan terlahir bahagia di alam surga.

4. “Parinibbanti anāsavā” = Yang telah terbebas dari semua noda setelah kematiannya mencapai Nibbāna.

 

Apabila kita ingin melihat masa lampau, maka lihat dan perhatikan apa yang terjadi pada diri kita saat ini. Dan apabila ingin melihat dan mengetahui masa yang akan datang, berkacalah pada perbuatan yang kita lakukan pada saat sekarang. Apapun yang kita perbuat baik ataupun buruk kita sendiri yang akan merasakannya. Baik yang kita perbuat baik pula akibatnya, demikian pula buruk yang kita perbuat buruk pula akibatnya. Kita semua sedang mengarungi lautan kehidupan Samsara dalam kehidupan ini. Kita butuh bekal cukup untuk mengatasi segala rintangan di dalam perjalanan panjang kita sebelum sampai di tempat tujuan akhir.

Apakah bekal itu? Yaitu : jasa perbuatan baik. Hanya inilah yang akan selalu menjadi sahabat kita yang paling setia menemani kemanapun kita pergi. Dialah harta sejati yang tak akan mungkin bisa dicuri, dirampok, kena banjir atau kebakaran. Ia akan menjadi harta simpanan yang kekal yang sangat membantu hingga sampai pada tujuan akhir kita, yaitu Nibbāna / Nirwana.

 

Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat.

Kebahagiaan Sejati Kekal

Untuk bisa selamat (bahagia) di dunia dan selamat (bahagia) setelah meninggal dunia (hidup di alam berikutnya) – seseorang hendaknya menyikapi dengan baik dan benar berlakunya hukum alam, terutama Hukum Karma. Banyak memberi (tenaga atau materi dan juga pikiran / pandangan benar), berupaya keras tidak  melanggar sila, terutama : tidak membunuh makhluk hidup, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan. Untuk merealisasi pencapaian yang lebih tinggi dan tertinggi adalah sering berlatih meditasi yang tepat secara bijaksana untuk mengikis terus-menerus kotoran batin hingga menjadi orang suci - merealisasi kebahagiaan sejati kekal, tidak terlahir kembali di alam kehidupan manapun.