Translate

Sabtu, 31 Maret 2018

Pengertian Benar.

"Pengertian Benar" atau "Pandangan Benar" yang merupakan salah satu unsur (unsur pertama) dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang sangat terkait dengan perjalanan hidup manusia dalam mencapai kebebasan (kebahagiaan) yang hakiki, yang benar-benar harus difahami, mencakup pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap :

1. Empat Kebenaran Mulia.
2. Hukum Tiga Corak Umum (Tiga Corak Universal).
3. Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan.
4. Hukum Karma.
Keempat pengetahuan kebenaran / kesunyataan tersebut diatas, uraiannya yang lebih lengkap dapat dicari (ditelusuri) di blog ini dengan cara mengetikkan judul (kata kunci) sebagaimana tertulis diatas.

Dukkha.


Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini (yang terbentuk) tidak memuaskan, dan menimbulkan penderitaan (Dukkha).

Selain penderitaan yang dialami manusia secara langsung, yaitu penderitaan pada fisiknya melalui panca indera, dan pada perasaannya, seperti sakit, usia tua, berkumpul dengan orang yang tidak disenangi, berpisah dengan orang yang dicintai, dan lain sebagainya, berikut ini akan dijelaskan penderitaan yang timbul akibat kondisi-kondisi yang selalu bergerak, atau berubah-ubah.

Segala bentuk individu adalah bentuk kombinasi unsur-unsur fisik dan mental, yang senantiasa bergerak (berubah), terdiri dari lima kelompok, atau lima agregat, yang disebut Panca Khandha (jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk2 pikiran & kesadaran).  

Agregat (badan) jasmani, terdiri dari unsur padat, cair, panas dan udara. Keempat unsur jasmani tersebut berhubungan dengan Panca Indera, yaitu : mata, hidung, telinga, lidah & kulit (tubuh), yang terkait dengan obyek-obyeknya (obyek panca indera), yaitu : mata mempunyai obyek penglihatan bentuk dan warna, bunyi dan suara sebagai obyek pendengaran telinga, bau-bauan sebagai obyek penciuman oleh hidung, cita rasa sebagai obyek pengecapan oleh lidah, benda-benda dengan berbagai variasi bentuk, temperatur, permukaan kasar atau licin, keras atau lembut, sebagai obyek perabaan oleh indera peraba (kulit / tubuh). Jadi kelompok Jasmani itu mencakup semua bentuk-bentuk secara keseluruhan, baik yang berada didalam tubuh (panca indera), maupun yang berada diluar tubuh (obyek panca indera).

Agregat perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran & kesadaran, dapat dikatakan sebagai badan rokhani / bathin / mental. Badan rokhani ini mempunyai obyek buah pikiran, ingatan, konsep, ide-ide dan lain sebagainya. Masing-masing agregat dari badan rokhani ini, dapat diuraikan sebagai berikut :

Perasaan : adalah perasaan-perasaan yang timbul akibat adanya kontak antara indera dengan obyek-obyek indera perasaan. Perasaan-perasaan yang timbul itu bisa berupa perasaan senang, tidak senang, atau netral. Perasaan-perasaan ini timbul sebagai reaksi kontak dengan obyek, yang dihubungkan dengan ingatan-ingatan, baik yang berbentuk insting bawaan ataupun yang didapat dari pengalaman-pengalaman. Perasaan yang berubah, akibat dari obyek-obyek indera perasaan yang berubah, itu menimbulkan Dukkha (perasaan tidak senang), kecuali perasaan netral (bisa menyadari & bisa harmonis dengan perubahan).

Pencerapan : adalah perekaman, atau mengenali obyek, baik obyek fisik maupun obyek mental, setelah terjadi kontak, dan sadar akan adanya obyek tersebut. Pencerapan juga terjadi akibat adanya memori dari pengalaman-pengalaman.

Bentuk-bentuk pikiran : bisa menciptakan kehendak (keinginan-keinginan), setelah ada perasaan-perasaan, akibat terjadinya kontak dengan obyek. Kehendak-kehendak yang terjadi (perbuatan-perbuatan yang dilakukan), kelak akan membuahkan karma, baik yang dilakukan oleh badan jasmani, ucapan, maupun pikiran, yang mengarah kepada perbuatan baik, jahat atau netral.

Kesadaran : kesadaran dapat timbul akibat indera mengadakan kontak dengan obyek yang sesuai. Kesadaran timbul sebelum proses pencerapan dimulai, yang kemudian menimbulkan perasaan-perasaan, yang kemudian bisa berakhir dengan reaksi mental, berupa kehendak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan obyek tersebut.

Berhubung segala sesuatu yang ada di alam semesta ini selalu bergerak, mengalami perubahan, obyek-obyek panca indera selalu bergerak, mengalami perubahan, maka kegemaran-kegemaran yang merupakan kemelekatan-kemelekatan, yang dipunyai oleh badan jasmani melalui panca indera (ditunjang oleh indera bathin), tidak bisa selalu terpenuhi, sehingga menimbulkan penderitaan. Selain obyek-obyek panca indera yang selalu berubah & menimbulkan penderitaan, maka kegemaran atau kemelekatan itu sendiri juga bisa berubah, karena berubahnya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, pencerapan & kesadaran, yang tadinya gemar berubah menjadi bosan.

Segala sesuatu yang berubah tersebut diatas, tepatnya adalah sebagai pencetus Dukkha (Penderitaan), bukan penyebab Dukkha, karena jika seseorang bisa menyadari & bisa harmonis dengan perubahan, maka tidak ada Dukkha (tidak mengalami penderitaan). Sadar & harmonis dengan perubahan, itu artinya bisa mengendalikan (me-manage) enam indera (panca indera + satu indera bathin / mental) dengan sangat baik.

Nota Bene : Tidak semua kontak antara indera dengan obyek bisa sampai kepada timbulnya kehendak dan Karma. Ada kontak yang hanya sampai pada kesadaran, tetapi tidak sampai pada pencerapan. Ada kontak yang telah tercerap tetapi tidak menimbulkan perasaan. Ada kontak yang telah menimbulkan perasaan, tetapi kebijaksanaan pikiran dan pandangan yang benar dapat mencegah timbulnya rentetan keinginan, atau kehendak, beserta perbuatan yang menyertainya.

Seorang Arahat (orang suci) yang masih hidup, adalah seorang yang mungkin masih terlibat oleh 4 khandha sebagai sisa-sisa karmanya yang lampau, tetapi ia tidak lagi mempunyai bentuk-bentuk pikiran berupa kehendak, oleh karena itu ia tidak lagi membentuk karma-karma baru, yang akan membelenggunya lebih lama.

Kamis, 29 Maret 2018

Anicca.


Anicca (bahasa Pali), artinya adalah : segala seuatu itu tidak kekal.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini (yang terbentuk) bersifat tidak kekal.
Alam semesta ini sebagai suatu fenomena atau gejala yang kompleks. Segalanya muncul, berubah dan hancur lenyap kembali. Mereka muncul dan kembali terurai. Segala sesuatu tak pernah berada dalam keadaan yang sama di saat yang berbeda, senantiasa muncul dan lenyap dari saat ke saat. Hal tersebut merupakan sifat dasar dari segala fenomena, baik yang bersifat material ataupun mental, berlaku terhadap partikel-partikel sub atom yang kecil hingga sistem tata surya dan galaksi yang maha besar.
Segala sesuatu yang berubah konstan dari saat ke saat adalah kesunyataan bagi setiap eksistensi, sehingga tidak akan ada “diri” atau “inti” yang akan merekat padanya. Sebenarnya sifat individual pada setiap eksistensi bukanlah suatu bentuk yang khusus, melainkan merupakan perubahan itu sendiri. Bila kita menyadari kesunyataan yang abadi tentang ketidak-kekalan, dan kita mendapatkan kedamaian di dalamnya, maka pada saat itu juga sebenarnya kita telah berada dalam keadaan Nibbana. Kebahagiaan tercapai bila segalanya telah harmonis.
Tanpa menerima kenyataan bahwa segala sesuatu itu berubah, kita tidak dapat memahami kedamaian yang sempurna. Kalau kita tidak bisa memahami kesunyataan dari ketidak kekalan, ini-lah maka kita menderita. Jadi salah satu penyebab dari penderitaan adalah penolakan kita terhadap kesunyataan ini. Kebahagiaan hidup tercapai apabila di dalam hidup ini kita bisa menerima hukum kesunyataan sebagaimana adanya, dan hidup harmonis sesuai dengan hukum itu. Menyesali usia tua, takut akan kematian, dan menyesali perubahan-perubahan benda-benda fisik maupun mental di sekeliling kita, adalah suatu kebodohan. Keterikatan terhadap keadaan-keadaan tertentu juga merupakan kebodohan, yang menjadi dasar dari Dukkha (Penderitaan).
Pembahasan terhadap hukum ketidak-kekekalan ini bukan untuk menimbulkan sifat pesimis, bahwa segala sesuatu itu berubah, dan oleh karenanya adalah Dukkha. Kesunyataan akan ketidak kekalan ini dibahas agar kita memahami segala sesuatu sbebagaimana adanya, dan oleh karena itu tidak terikat kepada bentuk-bentuk, atau keadaan-keadaan tertentu, agar kita dapat menghadapi segala sesuatu dengan hati yang tenang dan lapang. Dengan memahami kesunyataan ini, diharapkan kita dapat memusatkan perhatian dan energi kita pada setiap aktifitas kita di sini, dan di saat ini juga, di tengah-tengah badai dapat ditemukan kedamaian, di tengah-tengah arus ketidak kekalan dan perubahan yang terus-menerus, kita dapat juga menemukan kedamaian.

Rabu, 28 Maret 2018

Meditasi Samatha (Samatha Bhavana)

I. SAMATHA BHAVANA UNTUK MASUK JHANA 
Seseorang yang ingin memasuki Jhana harus melewati lima arus atau lima tangga; pertama-tama subjek berusaha memegang objek, selanjutnya objek terpegang dengan baik, timbul kegiuran, timbul kebahagiaan, dan muncul ketenangan, di dalam tenang subjek dan objek akan menyatu.
Apabila subjek dan objek menyatu inilah dinamakan Samadhi tercapai. Pengertian Samadhi sendiri adalah Sam = menjadi dan Adhi = satu, jadi Samadhi itu artinya menjadi satu atau bahasa Jawa nya Manunggal!
Kalau subjek dan objek sudah bisa Manunggal, perlahan-lahan pintu Jhana akan terbuka.
Ketika seseorang memasuki Jhana, subjek dan objek pun padam, nafas pun berhenti (Sangat halus tidak dapat dirasakan lagi baik oleh diri sendiri maupun orang lain), proses berpikir dan perasaan juga berhenti, Kesadaran ringan bagaikan kapas terbang melayang-layang mengitari tubuh. Kalau sudah ahli kesadaran dapat pergi ke alam lain dan pulang dengan kecepatan Cahaya!
Ketika seseorang keluar dari Jhana, pertama-tama yang timbul adalah pencerapan dan perasaan, kemudian nafas mulai terasa kembali, dan yang terakhir subjek akan kembali memegang objek atau istilahnya turun kembali ke upacara Samadhi!

II. LIMA ARUS ATAU LIMA TANGGA
Samantha Bhavana mempunyai 40 objek meditasi, disarankan kalau belum mempunyai guru secara langsung pakai saja objek yang paling netral dari semuanya yaitu objek nafas, kalau sudah mempunyai guru Meditasi langsung, Sang Guru akan memilihkan objek yang sesuai dengan karakter atau sifat yang bersangkutan. Sedangkan posisi meditasi ada 4 macam yaitu meditasi duduk, berdiri, jalan dan tidur! Biasanya orang awal mempelajari meditasi duduk dulu baru mempelajari yang lainnya untuk mendukung kemajuan di dalam meditasi. 

1. Berusaha memegang obyek.
Duduk dengan mata terpejam, posisi kaki disilangkan, mau silang penuh teratai boleh, mau silang setengah teratai boleh, mau silang tanpa tindihan boleh, yang penting bertahanlah pada satu posisi, jangan berganti-ganti posisi terus karena akan menghambat kemajuan.
Nafas masuk tahu nafasnya masuk menyentuh ujung hidung dan nafas keluar tahu nafasnya keluar juga menyentuh ujung hidung. Jadikanlah ujung hidung sebagai tempat mengetahui masuk keluarnya nafas. Berusahalah sungguh-sungguh konsentrasi seperti Anda sedang mengendarai mobil, kalau tidak konsentrasi akan bahaya tabrakan, begitu pula meditasi konsentrasilah sungguh-sungguh jangan melamun, ingatkan diri tentang bahaya tabrakan, kalau di meditasi tabrakannya adalah Anda tidak mendapat kemajuan kalau terus melamun atau pikiran dibiarkan berkeliaran. Kalau Anda sungguh-sungguh dalam waktu tiga bulan Arus pertama akan terlewati, Anda sudah bisa berkonsentrasi dengan baik, objek mulai jelas dan ini namanya Nimitta sudah tertangkap dgn baik.
Saat belajar memegang objek, bahayanya terletak pada sering melamun, ini bagaikan orang mengendarai mobil tanpa konsentrasi bisa kecelakaan, demikian juga kalau belajar meditasi harus konsentrasinya ditingkatkan dengan semangat agar memasuki kemajuan, kalau pikiran melayang cepat-cepatlah ditarik kembali pada objek. 

2. Memegang obyek dengan baik.
Kalau objek sudah terpegang dengan baik, bagaikan Satpam (Security) yang menjaga pintu masuk, setiap orang yang masuk dan keluar harus ditandai dan tahu, demikian pula nafas yang masuk dan keluar harus jelas tahu, dan persentuhan nafas dengan ujung hidung adalah pintunya, sedangkan kesadaran yang mengetahui adalah Satpam nya. Kalau itu diteruskan dengan baik maka nafas yang masuk bisa tahu sampai sejelas-jelasnya dari pertama masuk melalui ujung hidung, masuk tenggorokan, masuk ke dada, berputar di perut dan kembali ke dada, lalu keluar lagi melalui dada, tenggorokan dan kembali menyentuh ujung hidung. Ini namanya sudah dapat mempermainkan objek. Kalau objeknya adalah Cahaya lilin, maka cahaya lilin tersebut sudah bisa dibesarkan, dikecilkan, diletakkan di dalam kening sebagai kekuatan api! Ini namanya yogi (meditator) berada dalam upacara Samadhi!
Bahaya yang perlu dijaga pada kekuatan konsentrasi yang sudah terbentuk adalah jangan dipergunakan untuk konsentrasi objek yang bukan pada tempatnya. Misalnya dipergunakan untuk konsentrasi lawan jenis, karena orang yang kita konsentrasikan bisa gelisah dan terbayang-bayang terus, inilah kalau kekuatan baik diselewengkan! Pada tingkatan kekuatan konsentrasi yang sudah terpegang ini juga jangan dipusatkan pada suara. Seringkali yogi terkadang akan menerima seperti wangsit atau suruhan melalui suara yang masuk, pada tataran inilah biasanya para dukun bermain, yaitu berhubungan dengan makhluk-makhluk rendah. Jadi kalau mendengar suara apapun abaikan saja & kembalilah pada objek semula. Karena kita bukan mau jadi dukun atau paranormal!
Juga pada tingkatan ini kalau seseorang mempertajam konsentrasinya akan mendengar suara binatang, seseorang itu terkadang bisa menterjemahkan suara yang datang dari binatang, inilah Meditasi yang terselewengkan kalau tidak ada guru yang baik yang menuntun. Jadi jangan terbelokkan oleh apapun juga, kembali konsentrasi pada objek dan permainkan saja objek itu dengan baik! 

3. Tibul kegiuran atau Piti.
Apabila seseorang telah menangkap objek dengan baik, tidak diselewengkan, teguh dalam niat baik dan upaya benar, maka dia akan masuk ke arus ketiga atau tangga ketiga yaitu kegiuran atau piti, pada kondisi ini setiap orang mengalami pengalaman yang berbeda-beda, ada yang baru mengalami percikan piti tetapi ada pula yang mengalaminya penuh. Sensasinya bermacam-macam, ada yang seperti cahaya dari langit menghujam ke seluruh badan, sehingga tubuh mengalami getaran, ada pula yang melihat cahaya warna-warni yang indah sekali, ada pula yang tubuhnya merasa ringan sampai seperti terbang, ada pula yang merasa terangkat dari tempat duduknya, ada yang bulu kuduknya berdiri semua, ada yang merasa tubuhnya membesar atau sebaliknya tubuhnya mengecil. Pada semua kejadian ini seorang yogi tidak perlu takut, sadari saja dan kembalilah ke objek. Sering kali para pemula yang tidak mengerti merasa takut dan tidak berani meditasi lagi, padahal sesungguhnya inilah kemajuan dari meditasi yang akan dialami oleh meditator yang benar. Tidak apa-apa, tidak perlu khawatir, tidak perlu takut, lanjutkan terus meditasimu. Bahkan kalau merasa tubuh terangkat ke permukaan tidak usah terkejut dan buka mata, karena pada sebagian orang yang mempunyai Parami yang bagus untuk kekuatan batin, pada saat mengalami PITI tubuhnya terangkat ke atas, kalau dia takut dan buka mata, tubuhnya benar-benar naik ke atas, dan pada saat buka mata dia akan jatuh ke bawah kembali. Jadi kalau ini dialami, semuanya harus sadar bahwa sedang meditasi, kembali saja kepada objek agar meditasi anda melangkah maju ke tahap berikutnya. Selamat bermeditasi yang benar! 

4. Kebahagiaan atau Sukkha.
Pada saat seseorang mengalami kegiuran yang sebenarnya, bukan lagi percikan bunga api kegiuran, ia tidak merasa takut lagi, ia justru merasa takjub dan terpesona, seakan-akan melihat pemandangan yang begitu indah, ia sedang berada dipuncak kenikmatan yang luar biasa, bukan kenikmatan nafsu rendah yang hanya berlangsung sesaat, tetapi kenikmatan ini berlangsung cukup lama, ia benar-benar tergiur akan kejadian ini, selepas itu pikirannya ringan bagaikan kapas, ia merasa sangat bahagia dan senang, tidak ada beban lagi, tidak ada penderitaan lagi, pikirannya benar-benar bebas lepas. Tidak ada yang mengganjal lagi, ia bagaikan berada di Surga, inilah tangga arus ke-4 yang sedang ia alami. Ternyata kebahagiaan dan penderitaan hanya terletak dipikiran. Pikiran yang sudah diajak berlatih dengan tekun akan membersihkan noda-noda dan ketika dia dalam keadaan bersih, ia ringan bagaikan kapas, ia senang dan bahagia, ia tidak ada beban yang negatif lagi, rasa khawatir, gelisah, takut, kalut sebenarnya hanyalah noda-noda batin, tidak ada lagi bersemayam rasa penderitaan, ia benar-benar bebas lepas. Ini berlangsung sangat lama sekali, kalau yogi tidak berhenti dan meditasinya diteruskan, ia akan masuk tangga kelima yaitu Upekkha atau keseimbangan batin! 

5. Upekkha (Keseimbangan Batin).
Seperti menikmati sebuah pemandangan yang sungguh indah, pada saat pertama melihat kita terpesona, takjub (inilah Piti). Setelah itu timbul kegembiraan (inilah Sukkha). Setelah kedua proses ini batin mulai normal kembali dan seimbang (inilah Upekkha). Ada satu bahasa Zen yang mengungkapkan pencapaian Meditasi ini yaitu : Sebelum aku ke gunung, aku tahu gunung adalah gundukan bukit tinggi, setelah aku sampai ke gunung, gunung bukan lagi gunung (karena aku sudah berada di dalamnya). Setelah aku keluar dari gunung, gunung kembali menjadi gunung, artinya setelah suatu keterlibatan pencapaian dan kegembiraan, batin akan normal kembali, tetapi normalnya adalah normal orang yang sudah memahami dan mengerti! Pada taraf Upekkha ini batin tidak ada lagi bergejolak, ibarat air laut, tidak ada riak gelombang lagi. Batin benar-benar stabil dan subjek dengan objek sudah manunggal, tidak bisa dibedakan lagi mana subjek dan mana objek, ibarat perangko sudah melekat dengan kuat dan menyatu dengan sampul surat! Nafas adalah aku, aku adalah nafas! Hingga kedalamannya nanti nafas pun padam, pikiran, perasaan, pencerapan berhenti semua, dunia ini seakan sudah berhenti bergerak. Tenang, sunyi, senyap, bahkan kalau ada benda dijatuhkan ke dekat kita pun, suaranya terasa di seberang lautan! Kalau tahap ini sering sudah dialami maka pintu Jhana akan segera terbuka!