Translate

Tampilkan postingan dengan label Wawasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawasan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Agustus 2024

BUDDHISME DAN AGAMA LAIN

Buddhisme dan Kristiani : 

Buddhisme melihat bahwa Yesus adalah seorang guru spiritual atau Bodhisatva. Bodhisattva adalah seseorang yang telah mencapai pencerahan dan berdedikasi untuk membantu semua makhluk mencapai pencerahan juga. Sedikit berbeda dengan Buddhis tradisi Theravada yang mana Bodhisattva dipahami sebagai calon Buddha dan akan menjadi Buddha ketika sudah mencapai pencerahan. Yesus  mengajarkan welas asih dan kebijaksanaan yang mana sejalan dengan nilai-nilai Buddhis. 

Meskipun ada beberapa kesamaan dalam ajaran tentang welas asih dan kebijaksanaan, Buddhisme dan Kekristenan memiliki perbedaan mendasar dalam konsep teologis mereka. Buddhisme cenderung Non-Teistik yang tidak mengakui adanya sosok Adikodrati pencipta dunia, sementara Kekristenan berpusat pada kepercayaan kepada Tuhan sebagai pencipta dan penyelamat.

Dalam Buddhisme alam semesta atau dunia itu terjadi (bisa ada) berdasarkan tertib hukum Uttu Niyama. Sedangkan nasib (keselamatan) manusia (makhluk-makhluk lain) setelah mati terlahir kembali di alam penderitaan (alam neraka, alam setan, alam hantu, alam binatang), alam manusia, alam bahagia (surga = alam dewa, alam brahma berbentuk,  atau alam brahma tanpa bentuk) -> bukan Tuhan yang menentukan tetapi dirinya sendiri berdasarkan tertib hukum Kamma Niyama (berdasarkan perilaku semasa masih hidup).

Dalam Buddhisme, terlahir kembali sebagai binatang, misalnya terlahir sebagai anjing, umumnya disebabkan oleh karma buruk yang telah dilakukan dalam kehidupan sebelumnya. Karma buruk ini bisa berupa tindakan yang didorong oleh kebencian, ketamakan, atau kebodohan. Berikut adalah beberapa contoh karma buruk yang dapat menyebabkan kelahiran kembali sebagai binatang :

1.  Kekejaman terhadap makhluk lain : Tindakan yang menyebabkan penderitaan atau kematian makhluk lain.

2. Kebodohan dan ketidaktahuan : Hidup dengan kebodohan dan tidak berusaha untuk memahami kebenaran atau menjalani kehidupan yang bermoral.

3. Ketamakan dan keserakahan : Tindakan yang didorong oleh keinginan yang berlebihan dan tidak terkendali.

Kelahiran kembali sebagai binatang dianggap sebagai bentuk penderitaan, karena binatang tidak memiliki kemampuan untuk memahami Dhamma (Kesunyataan), dan sulit untuk melakukan perbuatan baik - yang dapat meningkatkan Karma mereka.

Buddhisme dan Islam :

Meskipun berbeda dalam banyak aspek, akan tetapi memiliki beberapa persamaan yang menarik, terutama dalam hal nilai-nilai etika dan spiritual. Berikut adalah beberapa persamaan utama :

  1. Etika dan Moralitas : Kedua agama menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Islam memiliki 5 Rukun Islam yang mencakup Shalat, Zakat dan Puasa, sementara Buddhisme memiliki  Jalan  Mulia Berunsur Delapan yang mencakup Tindakan benar, Ucapan benar, dan Usaha benar.
  2. Kedermawanan dan Belas Kasihan : Kedua agama mengajarkan pentingnya kedermawanan dan belas kasihan. Dalam Islam konsep zakat dan sedekah adalah bentuk kedermawanan yang dianjurkan, sementara dalam Buddhisme praktik Dana (Pemberian) adalah salah satu cara untuk mengembangkan Karuna (Belas kasihan).  
  3. Kehidupan Sederhana : Kedua agama mendorong kehidupan yang sederhana dan tidak berlebihan. Islam mengajarkan untuk hidup sederhana, tidak berlebihan dalam segala hal, sementara Buddhisme mengajarkan untuk menghindari keinginan yang berlebihan dan hidup sederhana.  
  4. Tujuan Akhir : Meskipun konsepnya berbeda, kedua agama memiliki tujuan akhir yang serupa yaitu mencapai keadaan spiritual yang lebih tinggi. Dalam Islam tujuan akhirnya adalah mencapai Surga dan kedekatan dengan Allah, sementara dalam Buddhisme tujuan akhir praktik spiritualnya adalah mencapai Pencerahan, merealisasi Nibbana (keadaan bebas dari penderitaan), terbebas dari siklus kelahiran kembali yang berulang-ulang, terbebas dari belenggu Samsara, terbebas dari ilusi (memiliki pemahaman yang mendalam tentang kenyataan sejati).  .  

Pencerahan dapat terealisasi dengan cara memahami Empat Kebenaran Mulia dan mempraktikkan Jalan Mulia Berunsur Delapan hingga berhasil secara sempurna.


Empat Kebenaran Mulia itu adalah :

1. Kebenaran tentang Dukkha : Memahami bahwa kehidupan penuh dengan penderitaan dan ketidakpuasan.

2.  Kebenaran tentang Sebab Dukkha : Menyadari bahwa penderitaan disebabkan oleh keinginan dan keterikatan.

3. Kebenaran tentang Akhir Dukkha : Memahami bahwa penderitaan dapat diakhiri dengan menghilangkan keinginan.

4. Kebenaran tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha : Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah cara untuk mengakhiri penderitaan.    


Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah :

  1. Pandangan Benar : Memahami Empat Kebenaran Mulia.
  2. Niat Benar : Memiliki niat yang murni, bebas dari kebencian dan kekerasan.
  3. Ucapan Benar : Berbicara jujur tanpa menyakiti.
  4. Tindakan Benar : Bertindak dengan cara yang etis dan tidak merugikan.
  5. Mata Pencaharian Benar : Memilih pekerjaan yang tidak merugikan makhluk lain.
  6. Usaha Benar : Berusaha untuk mengembangkan pikiran positif.
  7. Perhatian Benar : Mempraktikkan kesadaran penuh dalam setiap tindakan.
  8. Konsentrasi Benar : Mengembangkan konsentrasi melalui Meditasi.  

Konsep Tuhan dalam Islam dan Buddhisme memiliki perbedaan yang signifikan :

1)    Islam :

a)   Monoteisme : Islam adalah agama monoteistik yang percaya pada satu Tuhan, Allah. Allah dianggap sebagai pencipta, pemelihara, dan penguasa alam semesta. Kepercayaan ini adalah inti dari ajaran Islam dan dinyatakan dalam Syahadat, salah satu dari 5 Rukun Islam. 

b)    Wahyu : Ajaran Islam didasarkan pada wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah, yang kemudian dicatat dalam Al-Qur’an. Allah dianggap sebagai sumber segala kebaikan dan keadilan. 

2)    Buddhisme:

a)  Non-Teistik : Buddhisme pada dasarnya adalah agama Non-Teistik. Buddha, atau Siddhartha Gautama, tidak mengajarkan tentang adanya Tuhan pencipta. Fokus utama Buddhisme adalah pada pengembangan spiritual pribadi dan pencapaian Pencerahan melalui pemahaman Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia berunsur delapan.

b) Karma dan Tumimbal-lahir  : Buddhisme menekankan konsep Karma (tindakan dan akibatnya) dan Tumimbal-lahir. Keselamatan atau Pembebasan dalam buddhisme dicapai melalui pemahaman dan praktik ajaran Buddha bukan melalui hubungan dengan Tuhan. 

Perbedaan ini mencerminkan pendekatan yang berbeda terhadap spiritualitas dan tujuan akhir dalam kedua agama tersebut.


Kalama Sutta salah satu ajaran terkenal dari Buddha yang terdapat dalam Anguttara Nikaya (AN : 3.65 ) yang disebut sebagai "piagam kebebasan penyelidikan" Buddha, menekankan pentingnya penyelidikan bebas dan pemikiran rasional.

Dalam Kalama Sutta, Buddha mengunjungi desa Kesaputta, tempat tinggal suku Kalama. Mereka bingung karena banyak guru spiritual yang datang dengan ajaran yang berbeda-beda dan saling bertentangan. Mereka meminta nasihat Budha tentang siapa yang harus dipercaya. Kemudian Buddha memberikan nasihat yang terkenal ini :

  1. Jangan percaya hanya karena sesuatu itu merupakan tradisi.
  2. Jangan percaya hanya karena sesuatu itu telah diwariskan dari generasi ke generasi.
  3. Jangan percaya hanya karena sesuatu itu tertulis dalam kitab suci.
  4. Jangan percaya hanya karena sesuatu itu tampak logis.
  5. Jangan percaya hanya karena sesuatu itu sesuai dengan pandangan atau keyakinan pribadi.

Sebaliknya, Buddha menyarankan untuk menguji ajaran tersebut melalui pengalaman pribadi. Jika setelah diuji, ajaran tersebut terbukti mengurangi ketamakan, kebencian, dan kebodohan, serta meningkatkan cinta kasih dan kebijaksanaan, maka ajaran tersebut dapat diterima sebagai benar. 

Buddhisme dan Agama lain :

Buddhisme memiliki sikap yang sangat inklusif dan menghormati agama-agama lain. Berikut beberapa poin penting mengenai pandangan Buddhisme terhadap agama lain :

1.   Keragaman Agama : Buddhisme mengakui bahwa berbagai agama diperlukan untuk menyesuaikan dengan beragam watak dan kebutuhan spiritual manusia. Semua agama memiliki tujuan yang sama yaitu bertindak untuk kesejahteraan umat manusia. 

2.  Kerjasama antar agama : Ada banyak inisiatif dan program pertukaran antara umat Buddha dan pemeluk agama lain seperti Kristen dan Islam untuk saling belajar dan bekerja sama dalam semangat saling menghormati.

3.   Toleransi dan Pengertian : Buddhisme menekankan pentingnya hidup berdampingan secara damai dengan saling menghormati dan memahami keyakinan masing-masing. Ini termasuk menghargai kebebasan setiap individu untuk menganut dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri.

4.  Dialog antar agama : Pemimpin Buddhis seperti Dalai Lama sering terlibat dalam dialog antar agama dengan pemimpin agama lain untuk membahas nilai-nilai bersama seperti kasih sayang, moralitas, dan kesejahteraan manusia.  

5.  Keseimbangan Spiritual dan Material : Buddhisme mengajarkan bahwa kemajuan spiritual dan material harus seimbang. Semua agama dunia berusaha memperbaiki keadaan kemanusiaan dengan mengajarkan perilaku berbudi pekerti, tidak hanya terfokus pada aspek material kehidupan belaka. 


Dalam Buddhisme, pluralisme agama diterima dengan sikap Toleransi kritis. Buddhisme mengakui bahwa berbagai agama dunia diperlukan untuk menyesuaikan dengan beragam watak dan kebutuhan spiritual manusia. Meskipun demikian, semua agama memiliki tujuan yang sama yaitu bertindak untuk kesejahteraan umat manusia.

Buddhisme tidak mengklaim bahwa hanya ajarannya yang benar, tetapi juga mengakui kebenaran dalam ajaran agama lain. Namun, Buddhisme percaya bahwa jalannya adalah salah satu cara yang efektif untuk mencapai Pencerahan. Sikap ini mendorong dialog antar agama dan saling menghormati, yang penting untuk menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis.  

Toleransi kritis dalam Buddhisme adalah sikap menghormati dan menerima keberadaan agama lain sambil tetap mempertahankan kemampuan untuk mengevaluasi dan mengkritisi ajaran-ajaran tersebut secara rasional. Ini berarti bahwa seorang Buddhis dapat menghargai nilai-nilai positif dalam agama lain tanpa harus menerima semua ajaran mereka secara membabi buta.

Berikut adalah beberapa aspek penting dari Toleransi kritis dalam Buddhisme :

1.  Penghormatan Terhadap Keberagaman : Buddhisme mengakui bahwa ada banyak jalan menuju kebenaran dan pencerahan. Setiap agama memiliki cara unik untuk membantu pengikutnya mencapai tujuan spiritual mereka.

2.  Dialog Antar Agama : Buddhisme mendorong dialog yang terbuka dan jujur dengan agama lain. Melalui dialog ini, para praktisi dapat belajar dari satu sama lain dan menemukan kesamaan serta perbedaan yang dapat memperkaya pemahaman mereka.

3.  Evaluasi Rasional : Buddhisme menekankan pentingnya penyelidikan dan pemikiran kritis. Ini berarti bahwa ajaran agama lain dapat dievaluasi berdasarkan pengalaman pribadi dan logika, seperti yang diajarkan dalam Kalama Sutta.

4. Kebebasan Beragama : Buddhisme mendukung kebebasan individu untuk memilih dan mempraktikkan agama yang mereka yakini paling sesuai dengan kebutuhan spiritual mereka. Ini mencerminkan sikap non-dogmatis dan inklusif dalam Buddhisme.

5.  Pengembangan Kebijaksanaan dan Welas Asih : Melalui toleransi kritis, Buddhisme berusaha untuk mengembangkan kebijaksanaan dan welas asih dalam diri setiap individu. Ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih damai dan harmonis.

Dengan pendekatan ini, Buddhisme tidak hanya menghormati keberadaan agama lain tetapi juga mendorong pengikutnya untuk terus mencari kebenaran dan pencerahan melalui penyelidikan yang mendalam dan rasional.

 

Memeluk agama tertentu :


Dalam Buddhisme, memeluk agama tertentu atau mengikuti ajaran spiritual tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1.  Karma : Karma dari kehidupan sebelumnya dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk memeluk agama tertentu dalam kehidupan saat ini. 

2.  Lingkungan dan Keluarga : Lingkungan tempat seseorang dibesarkan, termasuk pengaruh keluarga dan masyarakat, memainkan peran besar dalam menentukan agama atau keyakinan yang dianut. Anak-anak seringkali mengikuti agama orang tua mereka karena pengaruh dan pendidikan yang mereka terima sejak kecil. 

3.   Pengalaman Pribadi : Pengalaman hidup, termasuk peristiwa penting atau krisis, dapat mendorong seseorang untuk mencari jawaban dalam agama atau ajaran spiritual tertentu. Pengalaman ini bisa menjadi titik balik yang membawa seseorang lebih dekat kepada agama tertentu.  

4.  Pencarian Makna : Banyak orang memeluk agama tertentu karena mereka mencari makna dan tujuan dalam hidup. Ajaran agama yang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan menawarkan panduan moral seringkali menarik bagi mereka yang mencari kedamaian batin dan pencerahan.

5. Pengaruh Guru atau Tokoh Spiritual : Pertemuan dengan guru atau tokoh spiritual yang karismatik dan inspiratif dapat mempengaruhi seseorang untuk memeluk agama atau ajaran tertentu. 

Jumat, 28 Juni 2024

💥 Keberuntungan dan Kemalangan 💥



👉 Apa yang Sang Bhagava ajarkan mengenai sihir dan ramalan? Beliau menganggap praktik seperti ramalan, menggunakan jimat untuk perlindungan, mencari tempat baik untuk bangunan dan menentukan hari baik adalah takhayul, tak berguna dan secara tegas melarang murid-Nya untuk mempraktikkan hal semacam itu. Beliau menyebut hal seperti itu sebagai “keterampilan rendah”.

Lalu mengapa orang-orang terkadang mempraktikkan hal tersebut dan memercayainya? Itu adalah karena keserakahan, takut, dan ketidaktahuan. Segera setelah orang-orang memahami ajaran Sang Bhagava mereka menyadari bahwa hati yang murni dapat melindungi mereka jauh lebih baik daripada potongan kertas, logam, dan mantra-mantra dan mereka tidak lagi bergantung pada hal tersebut. Sang Bhagava mengajarkan kejujuran, kebaikan hati, pengertian, kesabaran, pemaafan, kedermawanan, kesetiaan dan kualitas baik lainnya yang sesunguhnya melindungi anda dan memberi anda kemakmuran sesungguhnya.


Apakah beberapa jimat memang ampuh? Ada seseorang yang berpenghidupan baik dengan menjual jimat-jimat. Ia meng-klaim bahwa jimatnya bisa memberi keberuntungan, kemakmuran, dan ia menjamin bahwa anda akan mampu memprediksikan angka lotere yang keluar. Kalau yang dikatakannya benar, kenapa ia sendiri bukan seorang jutawan? Jika jimatnya memang benar-benar bekerja, lalu kenapa ia tidak memenangkan lotere minggu demi minggu? Satu-satunya keberuntungan yang dimilikinya adalah bahwa masih ada orang-orang yang cukup bodoh untuk membeli jimatnya.


Lalu, apakah ada itu yang namanya keberuntungan? Mengenai keberuntungan, ada yang “memercayai bahwa apapun yang terjadi, apakah baik atau buruk, pada manusia dalam setiap peristiwa adalah karena kebetulan, takdir, dan keberuntungan.” Sang Bhagava sepenuhnya menolak kepercayaan ini. Semua yang terjadi memiliki sebab atau sebab-sebab tertentu dan harus ada hubungan antara sebab dan akibatnya. Menjadi sakit itu memiliki sebab-sebab tertentu, yaitu karena ada kontak dengan bakteri dan tubuh seseorang tersebut cukup lemah sehingga bakteri berkembang disana. Jadi ada hubungan antara sebab dan akibat. Sebabnya adalah bakteri dan tubuh yang lemah dan akibatnya adalah timbul penyakit, yang bersangkutan menjadi sakit.  Bakteri menyerang organisme sehingga yang bersangkutan menjadi sakit. Tidak ada hubungan yang dapat ditemukan antara memakai potongan kertas dengan tulisan diatasnya dengan menjadi orang kaya atau lulus ujian.


Buddhisme mengajarkan bahwa apapun yang terjadi adalah karena adanya sebab atau sebab-sebab dan tidak bergantung pada keberuntungan, kebetulan, atau takdir. Orang-orang yang tertarik pada keberuntungan selalu mencoba untuk mendapatkan sesuatu – biasanya uang dan kekayaan yang lebih.

Sang Bhagava mengajarkan kita bahwa jauh lebih penting untuk mengembangkan hati dan pikiran kita sendiri untuk menjadi lebih baik. Beliau berkata;


1). Menjadi amat terpelajar dan terampil, terlatih dengan baik dan menggunakan tutur kata yang baik; itulah berkah utama.

2). Menyokong ayah dan ibu, menyayangi anak dan istri, berpenghidupan sederhana; itulah berkah utama.

3). Bermurah hati, dengan menolong sanak saudara dan tanpa cela dalam perbuatannya; itulah berkah utama.

4). Menjauhi kejahatan dan menghindari minuman keras, tekun menjaga moralitas; itulah berkah utama.

5). Memiliki rasa hormat, rasa malu, merasa puas dan berterima kasih, dan mendengarkan Dhamma yang baik, itulah berkah utama.


Selasa, 25 Juni 2024

💥 PEMAHAMAN DAN KEBIJAKSANAAN 👌


Tidak ada seorangpun atau apapun yang dapat membebaskan kita, selain hanya pengertian dan pemahaman kita sendiri. Seorang yang tidak waras dan seorang Arahat, keduanya sama-sama tersenyum; tetapi seorang Arahat tahu mengapa dirinya tersenyum, sebaliknya orang yang tidak waras tidak tahu mengapa dirinya tersenyum.
Ketika orang pandai mengamati orang lain, dia mengamatinya dengan kebijaksanaan, bukan dengan kebodohan. Orang yang melihat dengan kebijaksanaan, ia belajar banyak. Orang yang melihat dengan kebodohan, ia hanya dapat menemukan kesalahan-kesalahan.
Masalah yang terjadi pada banyak manusia sekarang ini ialah : sebenarnya mereka tahu, tetapi mereka masih belum bersedia mengerjakan sesuatu. Lain halnya jika mereka tidak mengerjakan sesuatu karena tidak tahu. Jika mereka sudah tahu, tetapi tidak melakukannya, maka dapat dibayangkan seperti apa jadinya.
Belajar di luar kitab suci itu kurang penting. Buku-buku Dhamma yang ada itu baik, tetapi belum tentu benar. Contoh, jika ada kata 'marah' yang tertulis belum tentu sama dengan kemarahan yang kita alami. Hanya dengan mengalami sendiri maka kita akan memperoleh keyakinan yang benar. Bila anda melihat segala hal dengan pandangan benar, maka tidak ada kemelekatan dalam hubungan anda dengan hal-hal tersebut. Mereka itu datang dengan menyenangkan maupun tidak menyenangkan, ketika anda melihatnya, anda tidak melekat. Mereka datang dan lenyap. Bahkan meskipun kekotoran batin keserakahan atau kemarahan yang paling buruk muncul, anda memiliki kebijaksanaan yang cukup untuk melihatnya sebagai ketidak-kekalan, alamiah, membiarkan mereka lenyap. Bila anda bereaksi terhadap mereka, dengan suka atau tidak suka, itu bukan kebijaksanaan. Anda sedang membuat anda sendiri menderita.
Kalau kita mengetahui kebenaran, kita tidak harus banyak berpikir, kita menjadi orang yang bijaksana. Kalau kita tidak tahu, kita akan berpikir : apakah hal itu bijaksana atau tidak? Banyak berpikir tanpa kebijaksanaan adalah penderitaan yang ekstrim.
Sekarang ini banyak orang yang tidak mencari kebenaran. Mereka belajar dengan singkat untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mencari nafkah, menyokong keluarga, merawat diri mereka sendiri. Hanya itu. Bagi mereka, menjadi pandai jauh lebih penting daripada menjadi bijaksana. Padahal bijaksana itu lebih baik dibanding pandai. Memang, yang terbaik adalah orang yang pandai dan bijaksana.
Dalam Kitab Suci Dīgha Nikāya, disebutkan kebijaksanaan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu :
1. Suttamayapaññā; kebijaksanaan yang diperoleh melalui mendengar dan atau membaca.
2. Cittāmayapaññā; kebijaksanaan yang timbul melalui berpikir (logika).
3. Bhāvanāmayapaññā; kebijaksanaan yang muncul melalui meditasi menyadari kekinian yang terjadi.

Minggu, 16 Juni 2024

💥 SANG BUDDHA BUKAN TUHAN, MENGAPA KITA MEMUJANYA? 💥

 


👉 Kita memuja Sang Buddah bukan supaya keinginan kita terpenuhi atau supaya cita-cita kita pasti tercapai. Terpenuhinya keinginan atau tercapainya cita-cita kita itu kita sendiri kreator atau penciptanya. Akan terealisasi jika kondisinya sudah tepat (mendukung).

Kita memuja Sang Buddha bisa diidentikkan seperti kita hormat kepada seorang guru yang berjalan memasuki ruangan dan kita berdiri, atau ketika lagu kebangsaan dinyanyikan kita bersikap hormat (cinta tanah air). Semua ini adalah sikap hormat atau pemujaan yang menandakan rasa kagum kita untuk seseorang atau benda tertentu. Ini adalah tipe pemujaan yang dilakukan Buddhis. 

Sebuah Buddha ruppang dengan senyum yang penuh welas asih mengingatkan kita untuk berusaha mengembangkan kedamaian dan cinta kasih didalam diri kita. Wewangian dupa mengingatkan kita pada pengaruh kebajikan yang menyebar, lilin yang menyala mengingatkan kita pada cahaya pengetahuan, dan bunga yang segera layu dan mati mengingatkan kita pada ketidakkekalan. 

Ketika kita membungkukkan tubuh, itu adalah pernyataan rasa terima kasih kita kepada Sang Buddha atas ajarannya yang telah secara lengkap dan sempurna dibabarkan kepada kita, dan juga bisa diartikan sebagai janji kita akan meneladani sifat-sifat luhur Sang Buddha dengan mempelajari dan mempraktikkan Dhamma ajarannya secara baik, benar dan bersungguh-sungguh. Semua itu yang dilakukan adalah cara dan arti dari pemujaan Buddhis dalam upaya melapangkan jalan dan mempercepat pengikisan Kilesa menuju kelenyapannya dan merealisasi Nibbana ☝.