Translate

Jumat, 27 Januari 2023

AMBISI PENYEBAB KERUNTUHAN

Seseorang yang memiliki sedikit modal namun bernafsu untuk mendapatkan posisi yang sangat tinggi merupakan penyebab kehancuran. Itu karena orang tersebut akan mengerahkan segenap upaya dengan segala cara untuk mewujudkan ambisinya. Biasanya orang seperti itu tidak akan bersaing dengan cara yang sehat dan adil, akan tetapi menggunakan cara-cara yang tidak baik misalnya memfitnah dan lain-lain. Memfitnah adalah salah satu dari sepuluh kamma buruk yang mempunyai kekuatan untuk menghasilkan kelahiran kembali di alam yang menyedihkan, itulah mengapa perilaku seperti ini disebut sebagai sebab untuk keruntuhan. Hal seperti itu sering terjadi di zaman sekarang. Ada orang-orang yang berambisi besar untuk mendapatkan posisi tertentu dengan menggunakan segala cara tanpa memikirkan akibat kamma-nya.

Apabila seseorang memenangkan suatu perlombaan namun tidak berlomba dengan cara yang benar dan adil, apa yang dapat dibanggakan dari kemenangan yang diperoleh dengan cara seperti itu? Bukankah kebanggaan dan kebahagiaan akan muncul bila seseorang menang dengan cara yang berintegritas, adil dan benar? Hal itu merupakan salah satu penyebab keruntuhan, menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.

Bila kita merenungkan dengan bijaksana, apa sebenarnya tugas utama di dalam kehidupan kita ini? Apakah untuk meraih posisi yang penting? Tentu bukan. Tugas utama kita dalam kehidupan ini adalah memanfaatkan semua pengalaman kehidupan kita sehari-hari untuk memupuk pāramī (kesempurnaan tertinggi hal-hal baik) kita, melemahkan semua kilesa – yaitu kotoran batin dan kemudian menghancurkannya.

Sepuluh parami itu dapat diilustrasikan seperti otot-otot tubuh, misalnya otot bisep, trisep, dan lain-lain yang harus dilatih agar menjadi kuat dan besar. Demikian juga kita harus melatih otot-otot kesempurnaan berdana, kesempurnaan menjaga sīla, dan kesempurnaan lainnya supaya menjadi semakin kuat dan sempurna. Inilah sesungguhnya tugas penting di dalam kehidupan ini. Kita sekarang ini masih berputar-putar di dalam saṃsāra - yaitu mati dan terlahir kembali terus-menerus. Ada kemungkinan perjalanan tersebut tanpa akhir.

Jika Anda harus memilih antara mencapai cita-cita tetapi dengan mengorbankan kesempatan untuk menanam pāramī - dengan tidak mencapai cita-cita tetapi dapat memupuk pāramī - maka pilihlah yang kedua yaitu kesempatan untuk memupuk pāramī - karena hal ini yang dapat membuahkan ketenteraman dan kebahagiaan dalam kehidupan Anda.

Jadi, bila Anda berambisi untuk mendapatkan posisi sebagai seorang pemimpin atau apa pun, dan apabila untuk mencapainya Anda harus bersaing dengan orang lain - maka bersainglah dengan cara yang benar dan sehat tanpa disertai dengan kilesa, bersainglah dengan disertai tanpa keserakahan (alobha), tanpa kebencian (adosa) dan tanpa delusi (amoha). Dengan demikian Anda dapat memanfaatkan semua kejadian di dalam kehidupan ini sebagai ajang untuk melatih pāramī Anda, melatih hati Anda sehingga setiap kejadian dalam kehidupan Anda dapat digunakan untuk mengembangkan kualitas spiritual Anda. Inilah yang paling penting, bukan justru mencapai kesuksesan duniawi yang didapat dengan melanggar sīla atau melakukan kamma buruk.

Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat.

Senin, 23 Januari 2023

MELEPAS GENGGAMAN PADA DUNIA

Pada umumnya manusia memiliki pemahaman yang keliru, mereka merasa memilikinya, padahal tidak, apakah itu?

1. Badan jasmani.

2. Perasaan.

3. Persepsi.

4. Bentukan-bentukan pikiran yang menciptakan tindakan.

5. Kesadaran.

 

Tathagata Sakyamuni mengatakan : Tinggalkanlah apapun di dunia ini, sebab itu bukanlah milikmu. Maksud Beliau adalah sebagai manusia kita hendaknya tidak melekati apapun. Apabila sesuatu yang ada pada kita itu sudah tidak ada lagi - maka ikhlaskanlah itu meninggalkan kita.


Bagi kita yang telah bisa memahami, mengapa “pelepasan” ini adalah hal mutlak, maka kita akan dengan sukarela melepaskan genggaman erat kita pada dunia ini, sebab semua hanyalah kosong, rendah, derita, tidak-kekal, dan tanpa-diri karena selalu berubah.


Oleh karena itu wahai para manusia, apa pun yang bukan milikmu, tinggalkanlah; bila kalian telah meninggalkannya, hal itu akan membawa menuju kesejahteraan dan kebahagiaan kalian untuk waktu yang lama.


Yang harus ditinggalkan adalah kemelekatan pada Panca-Khanda – yaitu kemelekatan pada lima kelompok kehidupan.

Tidak melekati apapun di dunia ini - dalam kehidupan sehari-hari kita – adalah dengan cara mengambil jalan tengah. Segala sesuatu yang ada pada kita hendaknya kita manfaatkan untuk kebaikan, untuk ha-hal yang baik, untuk tujuan yang baik. Jika tujuan baik tercapai, OK, kita bersyukur, tujuan tidak tercapai tidak mengapa, kita berusaha lagi. Janganlah berlebih-lebihan dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi.

Demikianlah, mengapa kita hendaknya melepaskan keduniawian, melenyapkan nafsu-indriya. Karena, ketika kita senantiasa mentoleransi bagi berkembangnya nafsu-indriya di dalam diri kita, serta memberikan pemuasan-pemuasannya, sesungguhnya kita adalah orang-orang “bodoh” yang tidak menyadari bahaya dari nafsu-indriya, perangkap yang disediakan olehnya hanyalah penderitaan. Suatu masa penderitaan yang panjang diakibatkan oleh pemuasan nafsu indriya tersebut, yakni terlahirnya kita berulang-ulang di dalam alam-alam keberadaan ; di dalam SAMSARA.

Semoga semua makhluk berbahagia, bebas dari penderitaan, bebas dari kebencian, permusuhan, pertentangan, niat jahat, kesakitan, dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka masing-masing.

Demikianlah tulisan ini - semoga bermanfaat.