Translate

Senin, 11 Juli 2022

PEMAHAMAN YANG BERBEDA

Tulisan ini memberitahukan adanya pemahaman suatu ajaran yang berbeda yang tidak banyak diketahui oleh orang. Jika anda tidak sependapat dengan pemahaman yang disampaikan berikut ini - maka jadikanlah ini sebagai penambah pengetahuan Anda saja, bahwa ada kaum lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda.

Pengetahuan atau ajaran tersebut bersikap realistis, tidak mempercayai mitos penciptaan, seperti misalnya; alam semesta yang muncul dari telur kosmik, atau semesta yang diciptakan oleh sosok super seorang pria tua dengan jenggot putihnya yang panjang. Apabila dikatakan bahwa pribadi super yang maha kuasa, atau ‘perancang terpandai’ yang menciptakan semesta, maka menimbulkan pertanyaan yang sangat jelas tentang siapa yang kemudian menciptakan atau ‘merancang’ pribadi super tersebut? Dan apabila pribadi super tersebut selalu ada, lalu bukankah lebih dapat dipercayai yang sebaliknya, bahwa semestalah yang selalu ada, dan yang selalu berubah? Terbentuk lalu hancur, kemudian terbentuk lagi dan hancur kembali. Tidak dapat diketahui lagi kapan mulai terbentuknya. Karena saking lamanya. Dapatlah dikatakan bahwa semesta ini tanpa awal dan tanpa akhir – seperti garis lingkaran yang tidak memiliki titik awal dan titik akhir. Sama halnya dengan jagad raya ini yang tidak dapat diketahui batas-batasnya. Oleh karena itu dikatakan tanpa batas. Tidak ada gunanya mengetahui hal-hal tersebut. Spekulatif. Tidak bermanfaat. Tidak membawa kepada pencerahan.

Ajaran yang disebut tadi tidak mengajarkan tentang pribadi super maha kuasa dan maha tahu, dengan alasan apapun mengijinkan ciptaannya sendiri untuk disiksa di neraka selama-lamanya. Apabila pribadi super maha kuasa tersebut mengetahui sebelumnya bahwa banyak dari ciptaannya ditakdirkan terbakar di api neraka selama-lamanya, lalu mengapa masih saja menciptakan begitu banyak penderitaan dan bencana di dunia ini? Yaitu bencana alam dan kecelakaan yang menimbulkan penderitaan, berupa bencana banjir, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan yang meluas, kecelakaan-kecelakaan lalu lintas, kecelakaan penerbangan dan lain-lain. Sulit untuk mempercayai bahwa pribadi super maha tinggi yang penuh cinta kasih dan pemaaf ternyata juga bersikap pencemburu, pendendam, tidak adil, tak kenal ampun, sadis, dan menciptakan banyak bencana. Namun ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini memiliki jawabannya. Ajaran tersebut mengingatkan kita untuk tidak memperhatikan spekulasi-spekulasi seperti pribadi maha kuasa dan sebagainya. Berhubung spekulasi-spekulasi itu pada akhirnya seperti dikatakan tadi - tidak bermanfaat. Seperti cerita tentang seseorang yang terpanah dengan panah beracun, yang tidak ingin mencabut panahnya sebelum dia mengetahui siapa yang menembakkan panah tersebut, mengapa dia dipanah, dan racun jenis apa yang ada di panah tersebut. Sangat berbeda halnya dengan seorang dokter yang paham benar dengan tugasnya yang kemudian mencabut panah beracun tersebut dan mengobati lukanya demi keselamatan jiwa seseorang - dengan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut yang bukan pada waktunya. Cerita tentang seseorang yang terpanah ini menunjukkan kepada kita cara membebaskan diri dari penderitaan dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan spekulatif. Oleh sebab itu, pemahaman atas ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini mengingatkan; kita harus lebih memikirkan dan fokus terhadap apa yang penting, yakni praktek mengindahkan Kesunyataan (Kebenaran) yang tidak spekulatif.

Ajaran yang dimaksud tidak mengancam siapapun dengan hukuman Neraka selama-lamanya. Ancaman tersebut mungkin saja dibutuhkan di jaman kuno untuk menjaga keberadaban manusia, dan juga dilakukan bersamaan dengan janji imbalan Surga. Pendekatan ini juga dilakukan dalam menarik orang-orang untuk bergabung dengan kelompok keyakinan tertentu, dengan ancaman hukuman yang abadi dan pemberian pahala.

Ajaran dimaksud tidak menerima konsep tentang pribadi super pencemburu yang menghukumi ciptaannya sendiri hanya karena mereka memilih keyakinan yang berbeda. Ketahuilah bahwa secara praktis, yaitu kenyataan yang terjadi di dunia ini, bahwa semua bangsa yang beradab menghormati dan menjamin kebebasan berpikir dan praktek agama, seperti yang diabadikan dalam piagam PBB Pasal-18. Dan lebih jauh lagi penyiksaan itu dilarang oleh semua bangsa yang beradab di muka bumi. Jadi bagaimana mungkin pribadi tertentu yang sewajarnya, menciptakan kita semua, bisa jadi kurang beradab? Maka itu, pembawa ajaran yang dimaksud dalam video ini menemukan ancaman siksaan selama-lamanya di neraka cukup sulit untuk dipercaya.

Sebagai contoh, siapakah yang akan mengirimkan atau mengijinkan makhluk lain dibakar dalam api neraka selama-lamanya? Ambillah korek api biasa. Nyalakan di telapak tangan anda. Dapatkah anda menahan rasa sakit hanya untuk beberapa detik saja?  Dapatkah anda menyalakan korek api tersebut di telapak tangan seseorang hanya untuk satu menit saja dan mengamati orang itu berteriak-teriak kesakitan? Dapatkah anda melakukan hal itu pada seseorang untuk selama-lamanya? Kekejaman tersebut di luar bayangan kita.

Lebih jauh lagi, jika dalam kuasa - anda yang bisa menghentikan penderitaan yang amat sangat dan tanpa akhir itu, tidakkah akan anda lakukan? Akankah pribadi sehat dan rasional tidak melakukannya? Tidak akan pernah ada pembenaran untuk kekejaman yang tak kenal ampun untuk alasan dan keadaan apapun yang memungkinkan.

Ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini tidak pernah menggunakan ancaman apapun, atau mencoba untuk memaksa siapapun untuk menerimanya. Ajaran tersebut menerima kebebasan berpikir, dan mengenali bahwa tidak semua orang dapat menerima yang dibabarkan, dan orang-orang mengalami kemajuan secara berbeda-beda, dan akan memilih jalur yang berbeda untuk diri mereka sendiri. Pembawa ajaran ini lebih menyenangi untuk menjelaskan ajarannya dengan cara yang logis dan masuk akal, dan mengingingkan orang-orang untuk memahami dan menyadari Kesunyataan (Kebenaran) yang ada untuk diri mereka sendiri tanpa rasa takut akan hukuman yang bisa menimpanya. Ajaran dimaksud bukanlah ajaran mengenai ancaman atau imbalan, melainkan mengenai pengetahuan dan pemahaman. Dalam hal ketuhanan tertulis : “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang” yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Sehingga dalam hal ini, Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang tanpa pribadi (Anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun. Tetapi dengan adanya yang Mutlak, yang tidak berkondisi (Asamkhata), maka manusia yang berkondisi (Samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (Samsara) dengan cara bermeditasi.

Sekali lagi, jika anda tidak sependapat dengan pemahaman yang sudah disampaikan di tulisan ini - maka jadikanlah ini sebagai penambah pengetahuan Anda saja, bahwa ada kaum lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda.

Demikianlah tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat.

Selasa, 05 Juli 2022

Balada Makhluk Hidup

Hidup kita ini menderita. Setiap makhluk mengalami banyak sekali kehidupan, mengalami kehidupan yang berulang-ulang, lahir dan mati berulang-ulang, dan tidak semua kehidupannya adalah kehidupan yang selalu bahagia. Sehingga secara rata-rata hidupnya adalah menderita karena adanya perubahan yang selalu terjadi. Kehidupan manusia juga demikian. Tidak selalu mengalami kebahagiaan, pada masa-masa tertentu manusia mengalami penderitaan. Kebahagiaan dan penderitaan itu tidak selamanya, juga tidak stabil. Disebut penderitaan dan kebahagiaan inderawi, tidak kekal, selalu mengalami perubahan. Karena selalu ada perubahan itulah maka mahkluk itu kehidupannya menderita atau Dukkha. Segala sesuatu selalu berubah, perubahan itu kekal adanya, yang kekal adalah perubahan atau Anicca. Anicca adalah salah satu dari hukum alam yang berlaku, yang tidak bisa dirubah dengan cara apapun. Dukkha atau penderitaan yang berhubungan dengan Anicca yang menimpa kepada makhluk dan manusia yang belum tercerahkan, adalah juga hukum alam. Karena segala sesuatu berubah, maka tidak ada  yang merupakan Inti, Entitas, Aku atau Roh, disebut Anatta, segala sesuatu atau fenomena itu merupakan gabungan dari unsur-unsur yang lebih kecil, yang selalu berubah. Entitas, Roh dan Aku itu ada – adalah merupakan kebenaran konvensional, adalah kebenaran yang tanpa sadar disepakati secara umum untuk memudahkan komunikasi. Di dunia ini setiap saat semuanya berubah. Katakanlah tiap detik terjadi perubahan sekian milyar kali. Kita tidak bisa menyaksikan perubahan sudah terjadi karena saking kecilnya perubahan. Pada benda-benda yang sangat keras perubahan tersebut baru bisa diketahui mungkin setelah sekian ribu tahun, juta tahun atau bahkan lebih.

Tujuan hidup makhluk-makhluk termasuk kita manusia adalah mengakhiri Dukkha. Dukkha bisa timbul karena adanya nafsu inderawi disebut Tanha, yang tidak ada habis-habisnya, yang tidak bisa selalu dipenuhi, sehingga menimbulkan penderitaan. Penderitaan timbul karena Tanha belum mampu dilenyapkan, diseimbangkan, atau dikendalikan. Tanha yang tidak diarahkan dengan baik dan benar akan menjadi kotoran batin, disebut Kilesa. Kilesa timbul meliputi 3 hal yaitu : Keserakahan disebut Lobha, kebencian disebut Dhosa, dan kebodohan atau delusi disebut Moha. Lhoba dapat menimbulkan perbuatan mencuri, menipu, korupsi, dan lain-lain. Dhosa dapat menimbulkan dendam, kemarahan, bersteru, mencelakai, memfitnah, dan lain-lain. Sedangkan Moha adalah tidak tahu atau tidak mampu membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, dan mana yang buruk. Membunuh makhluk hidup, mencuri, berzina, berbohong, dan mabuk-mabukan bisa terjadi karena adanya salah satu atau lebih dari adanya Lobha, Dhosa, dan Moha.

Makhluk-makhluk termasuk kita manusia yang hidupnya menderita itu penderitaannya tidak akan pernah berakhir jika tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya. Penderitaannya tidak akan berakhir sebab setelah meninggal akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baru. Karena harus bertanggung jawab. Masalah yang belum selesai harus dipertanggungjawabkan atau diselesaikan dikehidupan berikutnya. Demikian seterusnya. Berlaku hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai atau hukum Karma yang merupakan hukum alam juga. Secara garis besar ada 31 alam kehidupan, meliputi alam penderitaan dan alam kebahagiaan, kecuali alam manusia yang merupakan alam penderitaan sekaligus alam kebahagiaan, tergantung bagaimana manusia yang bersangkutan mampu bersikap sampai mampu mengatasinya, mampu meraih jalan keluarnya, atau telah berhasil merealisasi Nibbana, yaitu berhasil merealisasi pencerahan sempurna.

31 alam kehidupan itu meliputi 4 alam kemerosotan disebut Apayabhumi, 1 alam manusia disebut Manussabhumi, 6 alam surga atau 6 alam dewa disebut Devabhumi, 16 alam brahma berbentuk disebut Rupabhumi dan 4 alam brahma tanpa bentuk disebut Arupabhumi.

Tugas makhluk-makhluk dan manusia adalah menembus jalan keluar yang disebut tadi, yaitu mengakhiri Dukkha, dengan cara mengendalikan yaitu mengarahkan dengan baik Tanha, sehingga Kilesa dapat dihancurkan, menggantikannya dengan kebahagiaan sejati. Yang diawali dengan banyak berbuat baik, mengurangi perbuatan jahat, dan mensucikan hati dan pikiran. Tiga hal ini memang tidak mudah dilakukan, memerlukan kemauan keras, semangat, dan latihan yang benar, baik, tekun, dan berkesinambungan. Perlu mengedepankan perihal Dana, Sila, Samadhi, dan Panna atau kebijaksanaan. Namun untuk bisa melakukan semuanya itu dengan benar haruslah memahami dengan benar terlebih dahulu Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang terdiri dari Pengertian benar atau Samma-ditthi, Pikiran Benar atau Samma-sankappa, Ucapan Benar atau Samma-vaca, Perbuatan Benar atau Samma-kammanta, Mata Pencaharian Benar atau Samma-ajiva, Daya-upaya Benar atau Samma-vajama, Perhatian Benar atau Samma-sati, dan Konsentrasi Benar atau Samma-samadhi.

Apakah benar kebahagiaan sejati itu bisa tercipta dengan cara mengendalikan hawa nafsu keinginan atau Tanha yang menggebu-gebu? Benar saudara, orang awam disebut Puthujjana awalnya sulit memahaminya. Tapi coba renungkan apakah Tanha yang menginginkan kesenangan tapi tidak terpenuhi, dan jika terpenuhipun akan berakhir, apakah itu kebahagiaan yang sejati? Adalah merupakan kesunyataan bahwa kalau batin kita selalu dalam keadaan seimbang yang disebut Upekkha, maka kebahagiaan terealisasi, tidak diperbudak oleh Tanha yang menggebu-gebu, tidak terpengaruh oleh kondisi yang tidak menyenangkan maupun tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi yang menggembirakan. Kebahagiaan itu  adanya didalam diri sendiri, bukan karena kondisi yang ada di luar diri.

Jadi sekarang jelas, mengakhiri Dukkha menggantinya dengan kebahagiaan itu bukan berarti mencari kebahagian inderawi yang sambung menyambung tanpa henti, karena tidak mungkin bisa terwujud, karena setiap fenomena itu setiap saat berubah. Tetapi menggantinya dengan kebahagiaan yang sejati. Yaitu bagaimana bisa me-manage Tanha untuk mengurangi sedikit demi sedikit kotoran batin atau Kilesa, yang pada akhirnya akan bisa dihancur-leburkan tanpa sisa, dengan cara mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan, dimana yang paling krusial adalah unsur yang kedelapan yaitu Konsentrasi Benar, yaitu melatih Samadhi atau meditasi. Mari kita melatih meditasi diawali dengan Anapanasati Bhavana, atau meditasi mengamati keluar masuknya nafas dengan perhatian penuh, yaitu menggunakan Sati, yang dibarengi dengan Panna atau kebijaksanaan. Cara meditasi yang dilakukan dengan semangat dan usaha yang tinggi, hendaknya dilakukan secara bijaksana.

Kalau pikiran kita dalam memperhatikan keluar masuknya nafas telah terlepas dan lari kemana-mana, maka kembalikan perhatian itu ke nafas kembali secara bijaksana, artinya dengan cara serius tapi santai, jangan tegang, jangan menggebu-gebu, karena itu artinya ada Kilesa. Menperhatikan keluar masuknya nafas itu dimaksudkan untuk melatih pikiran untuk bisa fokus kepada keadaan yang terjadi pada saat ini, hal-hal yang sekarang dikerjakan hendaknya dikerjakan dengan baik, dengan penuh perhatian, agar hasilnya juga baik. Pikiran jangan memikirkan hal-hal yang sudah berlalu yang menimbulkan penyesalan dan kekecewaan. Ataupun memikirkan hal-hal yang akan datang, yang belum terjadi, yang dapat menimbulkan kekawatiran. Pikiran yang kecewa, yang menyesal, dan yang kawatir tersebut adalah Kilesa yang selama ini kita upayakan untuk tidak berkembang, berangsur-angsur berkurang, dan akhirnya hancur lebur tanpa sisa. Kita hendaknya tidak melekat juga dengan perhatian kepada keadaan yang terjadi pada saat ini, sebab kemelekatan itu sedang kita upayakan untuk tidak berkembang, kita sedang berupaya untuk melepas dan melepas semua kemelekatan. Katakanlah sekarang ini kita sedang berperang melawan Kilesa.

Meditasi itu bukan hanya meditasi duduk, meditasi berjalan, maupun meditasi berbaring. Meditasi bisa juga dilakukan ketika kita sedang beraktifitas seperti ketika kita sedang makan, sedang bekerja, dan sebagainya, yaitu dengan menyadari setiap saat yang sedang kita lakukan.

Kilesa yang hancur lebur tanpa sisa itu bisa terealisasi jika telah mampu mencapai hasil tertinggi dari meditasi Vipassana, dimana Vipassana Bhavana, atau meditasi pandangan terang itu sendiri adalah kelanjutan dari meditasi Anapanasati, meditasi Samatha, atau meditasi ketenangan yang telah mencapai tingkat-tingkat Jhana.

Objek pengamatan untuk disadari dan dipahami pada meditasi Vipassana adalah Batin dan Jasmani yang terkait dengan Anicca, Dukha dan Anatta, meliputi Kaya nupassana (pengamatan pada tubuh), Vedana nupassana (pengamatan terhadap perasaan), Citta nupassana (pengamatan pikiran), dan Dhamma nupasana, meliputi perenungan terhadap Panca-khandha, enam landasan indera, tujuh faktor pencerahan, dan empat kebenaran mulia.

Hasil tertinggi dari Vipassana Bhavana atau meditasi Vipassana adalah merealisasi pencerahan sempurna, merealisasi Nibbana, merealisasi kebahagiaan atau kedamaian abadi, yang merupakan tujuan hidup semua makhluk, yaitu telah padam, yang tidak akan telahir kembali di alam kehidupan manapun.

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat. 


Sabtu, 02 Juli 2022

Pertanyaan dan Jawaban

Tulisan ini mempublikaisikan pertanyaan-pertanyaan dan jawabannya, yang diawali dengan adanya tulisan sebagai berikut : 

"Agama yang banyak itu salah satu point ajarannya adalah menganjurkan berbuat baik, yang mana merupakan salah satu syarat masuk Surga. Manusia yang lahir sebelum ada agama bisa masuk Surga jika banyak berbuat baik".

Atas adanya tulisan tersebut kemudian munculah pertanyaan-pertanyaan dan jawabannya sebagai berikut :

Tanya : Pertanyaan saya simpel saja sobat. Dimanakah Sorga itu? Dimanakah Neraka itu?


Jawab : Surga & Neraka adalah alam kehidupan buat makhluk-makhluk penghuninya. Dan ketahuilah ada 31 alam kehidupan yang terlihat maupun yang tidak terlihat oleh orang biasa. Ada alam binatang, alam setan, alam dewa, alam brahma dan lain lain. Alam setan dan alam binatang itu jadi satu dengan alam manusia. Anda bisa mencari jawab dari banyak pertanyaan di Laptop atau di HP yaitu di Smartphone Anda sendiri. Anda juga bisa menonton video saya di YouTube dengan nama : hermanuhadi , disitu ada video-video tentang alam kehidupan, tentang spiritual dan lain-lain yang ditambah dengan bonus video hiburan.


Tanya : Saya sebenarnya orang yang bodoh. Malas berdebat. Padahal pertanyaan saya sangat simpel. Dimanakah Surga dan Neraka itu berada? Tapi kenapa jawabannya membingungkan dan melenceng dari pertanyaan. By the way terimakasih atas penjelasannya.


Jawab : Itu adalah jawaban saya yang agak lengkap, tidak membingungkan kalau disimak dengan baik, dengan penuh perhatian. OK, Surga dan Neraka itu menurut pemberitahuan yang saya yakini benar, adanya di alam semesta yang tidak kasat mata. Anda dan saya pernah mengalami hidup disana cuma anda dan saya tidak dapat mengingatnya karena sekarang ini anda dan saya masih sebagai manusia biasa yang belum tercerahkan, masih Puthujjana. Ini juga jawaban yang agak lengkap. Jawaban yang anda perlukan itu adalah ini : "Surga dan Neraka itu adanya di alam semesta yang tidak kasat mata".


Demikianlah tulisan ini. Semoga bermanfaat.