Translate

Kamis, 22 September 2022

Dimanakah Sang Buddha?

Tulisan ini disunting dari Ven. K. Sri Dhammananda.

Ke manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual, karena mereka berpikir mengenai hidup dengan cara pandang duniawi, suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. Beliau telah mati dan menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang sudah mati? Tetapi kita memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthà deva-manussànang, guru para dewa dan manusia. Sewaktu Sang Buddha masih hidup, kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka dapat mendatangi Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatnya. Para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya.

Menurut ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi manusia untuk mengembangkan pikiran dan pemahamannya. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang, mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja. Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka mulai berpikir pastilah ada suatu sosok yang menciptakan dan memelihara alam dimaksud. Untuk membantu yang lain memahami konsep tersebut, mereka mengubah energi menjadi suatu bentuk untuk mewakili secara fisik berupa patung-patung dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan tersebut begitu penting untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk, untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik. Mereka memiliki rasa takut, khawatir, curiga, ketidakamanan, sehingga membutuhkan suatu sosok untuk bergantung dan melindunginya.

Demikianlah mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang tinggal di surga dan abadi. Hal itu memuaskan kehausan mereka akan kehidupan kekal. Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan. Ketika kita menganalisa kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai anak Tuhan atau pembawa pesan, melainkan sebagai guru agama yang tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau adalah seorang individu yang bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan kehidupan setelah kehidupan, dan menanam semua kualitas, kebajikan dan kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik; beliau mencapai pencerahan yang merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja.

Orang-orang bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan? Umat Buddha mempertahankan bahwa setiap individu dapat mengembangkan pikiran untuk memahami segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti manusia. Arti dari kata “mana” adalah pikiran. Oleh karena itu “manussa” adalah manusia yang dapat membangun dan mengembangkan pikirannya menuju ke kesempurnaan. Selain manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup yang lain di alam semesta ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas untuk mencapai pencerahan. Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Buddha bukanlah Tuhan, kita tidak perlu juga membuktikan bahwa beliau adalah Tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan konsep pencerahan.

Suatu hari, seorang pendeta Kristiani bersama dengan pengikutnya datang menemui saya (Ven. K. Sri Dhammananda) untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya, “Sebenarnya dapatkah anda mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha percayai?” Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya, bahwa umat Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What Buddhists Believe” dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku itu, untuk anda membacanya, untuk melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya mengatakan kepadanya, Sang Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu, Sang Buddha telah menasehati kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada mempercayai, seseorang seharusnya berlatih pariyatti, patipatti dan pativedha.

Ada tiga cara untuk berlatih. Sang Buddha mengatakan, bahwa kita harus mencoba untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun yang tidak dapat kita pahami. Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur Delapan”, hal yang pertama adalah Sammàditthi atau pemahaman benar. Sang Buddha memulai misinya dengan meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan pengertian, bukan iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan pemahaman. Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar, memahami, dan berlatih. Inilah jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Dalam memperkenalkan agama; Sang Buddha tidak meminta kita untuk percaya apapun, tetapi untuk belajar, memahami, berlatih, dan mengalami hasilnya.

Sebagai contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur. Ketika anda telah melakukannya maka setelah itu setiap orang menghormati anda karena mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati anda. Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman anda sendiri. Anda dapat melakukan test atas hasil latihan anda. Anda memahami mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar, anda tidak mengikuti perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan akal sehat untuk memahami. Pemahaman dan pengalaman pribadi kita cukup untuk memahami mengapa sesuatu itu salah atau benar. Sang Buddha menasihati kita untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami mengapa hal ini buruk, karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah perasaan anda? Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah dari Tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana ini. Guru-guru agama itu muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah kita lalaikan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup untuk mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.

Sang Buddha menasehati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang beralasan. Kita memiliki akal sehat, tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal. Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikiran seluas pikiran manusia. Karena itulah maka hanya manusia yang dapat menjadi Buddha. Dengan mengembangkan pikiran, manusia dapat mencapai pencerahan.

Sang Buddha mengatakan kepada kita agar bertindak sesuai dengan pengalaman. Kemudian kita mengetahui hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang “Buddhang Saranang Gacchàmi” yang artinya : Saya berlindung kepada Buddha. Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasehati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut. Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat yang lain? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian. Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata, “ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, yang artinya : “inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir. ” Aku telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, dari kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang manusia alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia senantiasa puas dengan kehidupan ini. Semua orang pernah mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin.

Dengan memahami kondisi itu Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir. Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin. Oleh karena itu jika kita tidak mau menderita, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan atau keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.

Kita jengkel dengan penderitaan, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah, perang dan kehancuran. Berbeda dengan hewan, mereka tidak menciptakan masalah untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka menangkap dan memakan makhluk hidup lain untuk menghilangkan rasa lapar mereka dan kemudian pergi tidur. Tetapi manusia tidak puas tanpa haus terhadap banyak hal. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia. Kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar.

Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya dan bijaksana. Sebelum Sang Buddha mangkat, banyak orang menyerahkan bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan bunga-bunga dan pemujaan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.

Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan oleh beliau. Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan. Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun setelah Sang Buddha parinibbàna tidak ada satu pun rupang yaitu patung atau gambar Sang Buddha - karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan rupang dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan rupang Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk-bentuk rupang Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.

Penganut beberapa agama lain mengutuk umat Buddha sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha pahami. Untuk menjelaskan mengenai rupang Buddha, dapatlah kita ikuti kisah berikut ini : Tiga ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah ribuan orang berkumpul. Màra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius. Màra tidak saja diidentikkan sebagai makhluk jahat tetapi juga kilesa, waktu dan kematian yang membelenggu, yang dapat menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Màra tersebut mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihàra. Kemudian para pendengar ceramah bhikkhu Upagutha perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Mara hingga akhirnya tak seorang pun yang mendengarkan ceramah Upagutha.

Upagutha memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Màra, ia pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Màra sangat bangga. Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Màra merasa kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka berusaha sekuat tenaga tetapi ia tidak bisa melepaskannya. Kemudian Màra pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu. Brahma mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil. Kemudian Brahma mengatakan kepada Màra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Màra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Màra setuju. “Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha dan dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.” Kemudia Màra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Yang Mulia Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Màra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Yang Mulia Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Màra berteriak, “Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Màra tetapi menghormati Sang Buddha.”

Hal tersebut adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rupang Buddha. Anda juga dapat menggunakan rupang Buddha sebagai objek meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala, tetapi anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Itu adalah simbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia juga dapat dipahami melalui salah satu peristiwa berikut ini.

Mr. Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki rupang kecil Buddha di dalam sakunya. Ia mengeluarkan rupang itu dan menaruhnya di atas meja dan memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum, mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”

Namun rupang bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran Sang Buddha tanpa rupang apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki rupang. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari rupang tetapi kita memuja, kita memberi penghormatan kepada sosok seorang manusia spiritual agung.

Ada pula peristiwa yang lain sebagai berikut : salah satu umat Buddha telah menyimpan rupang Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah 45 tahun ia telah menyembah rupang itu tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha. Mereka mengikuti tradisi, memuja, berdoa, melakukan persembahan, dan chanting tetapi mereka tidak memahami ajaran Sang Buddha.

Dari 2 peristiwa tadi, sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan rupang Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik bukanlah Sang Buddha.

Terkait dengan topik. Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Lihatlah perilaku lazim berikut ini :

1.         Kita memiliki listrik yang ditemukan oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya? Tugas kita adalah menggunakan listrik itu.

2.         Mereka yang menemukan energi atom, energi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pembangunan atau penghancuran. Tugas kita adalah menggunakan energi atom untuk tujuan yang baik. Tidaklah perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi atom.

3.         Manusia telah menemukan komputer dan televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan hal-hal mendetail lainnya dari mereka, tugas kita adalah menggunakannya.

Dengan cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar, tersedia, dan efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha. Sang Buddha juga tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam surga atau ke neraka. Sang Buddha memberitahu kita apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dilakukan untuk mencapai keselamatan, itulah satu-satunya yang Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas kita adalah berlatih apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain, oleh Buddha, oleh dewa atau oleh tuhan. Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan, atas semua kesalahan yang telah dilakukannya dapatkah tuhan menghapus kesalahan-kesalahannya?

Sebagai perumpamaan mungkin anda adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi, dan anda tahu hal ini adalah salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa kepada tuhan dan memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan keburukan dalam pikiran anda, apakah anda pikir tuhan manapun dapat melakukannya? Anda boleh pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan keburukan anda.  Tapi Sang Buddha tidak dapat menyingkirkan keburukan anda yang bertemperamen sangat tinggi. Sang Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan kemarahan anda dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari, “Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah, menyakiti dan mengganggu orang lain. Kita harus berusaha mengurangi rasa marah dengan kekuatan batin kita dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus kesalahan yang kita buat, kita sendirilah yang dapat melakukannya. Ada nasihat yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Siapapun yang telah melakukan perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan berdoa kepada tuhan atau kepada Buddha. Ketika mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan perbuatan buruk lagi. Mereka harus memiliki tekad yang kuat dalam pikiran untuk menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika kita mengembangkan perbuatan bajik, dampak dari kamma buruk yang kita perbuat sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.

Contoh mengenai kamma buruk dan kamma baik itu adalah kisah  tentang Angulimàla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimàla ingin membunuh Sang Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk membunuh seribu orang, sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha dan ia berusaha untuk menangkapnya. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang ini, sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Sang Buddha berjalan secara normal dan membiarkan Angulimàla untuk lari mengejar. Meskipun Angulimàla telah berlari hampir 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha. Kemudian Angulimàla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada Angulimàla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.” Angulimàla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti, saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimàla berkata, “Saya tidak dapat memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau berlari dalam saüsàra.” Lalu Angulimàla mengetahui bahwa ia bersalah dan memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai bermeditasi. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai Nibbana. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya. Ia mengembangkan kamma baik sehingga kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi dampak dari kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.

Kembali ke topik, Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian dari alam semesta dalam wujud fisik. Apakah itu artinya ketidakadaan? Yang lebih tepat adalah akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbana atau pembebasan. Tidak benar juga jika kita mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita untuk mengalami kedamaian dan kepuasan dalam kehidupan. Sebagai contoh seorang dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah kita sembuh dari penyakit dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita. Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita sebagai dasar bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.

Tidak ada satupun yang eksis di bagian alam semesta manapun yang tanpa mengalami perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah perpaduan dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsur-unsur atau kekuatan batin dan kekuatan kamma untuk tetap selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita. Jika tidak, maka kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin, ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan penderitaan kita hanya dengan berdoa, menyembah kepada siapa saja, tetapi dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya, kita akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.

Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbana maka mereka berpikir bahwa Nibbana itu adalah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu tempat, Nibbana merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbana atau tujuan akhir dalam hidup. Atas pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” Maka jawaban terbaiknya adalah bahwa Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi. 

Demikianlah uraian ini, semoga bermanfaat.