Blog ini menampilkan tulisan-tulisan yang dapat dikategorikan sebagai tulisan : Pengetahuan Benar, Wawasan, Kata-Kata Bijak, Lain-lain. Jika pembaca tidak sependapat dengan tulisan yang ada dalam blog ini, tolong abaikan saja dan lupakan! Terima kasih.
Translate
Jumat, 28 November 2025
Panca Niyama Dhamma ( 5 Hukum Kesunyataan )
Minggu, 23 November 2025
MAAF - MEMAAFKAN
- Karma adalah hukum sebab-akibat : setiap perbuatan (baik atau buruk) meninggalkan jejak (vipāka) yang di kemudiannya akan berbuah atas dukungan kondisi yang ada. Perbuatan memaafkan orang lain itu tidak secara otomatis menghapus Karma Buruk yang sudah diperbuat oleh yang bersangkutan. Buah Karma itu tetap akan muncul bila kondisinya mendukung.
- Yang benar, memaafkan itu mengubah kondisi batin si pemberi maaf, ia terbebas dari kebencian, dendam, dan penderitaan batin. Dan itu adalah merupakan Karma Baik bagi dirinya.
Dampak bagi pelaku yang dimaafkan, tidak langsung mengurangi Karma Buruk-nya. Tetapi : ia bisa merasa lega, menumbuhkan rasa syukur, dan terdorong untuk bertobat atau berbuat baik, yang akan menjadikan perubahan dari niat-niat yang selama ini sering ia lakukan pelan-pelan akan berubah menjadi niat-niat yang baik yang mendorong yang bersangkutan melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai Karma Baik.
- Jadi, yang berkurang bukan Karma Buruk yang sudah diperbuat, tetapi akan muncul peluang untuk melakukan Karma Baik baru.
Dalam Dhammapada disebutkan : "Tidak ada perbuatan buruk yang hilang begitu saja, seperti susu yang tidak segera menjadi asam; tetapi ia akan berbuah ketika waktunya tiba." Artinya, memaafkan tidak menghapus buah Karma, tetapi bisa menciptakan kondisi batin yang lebih baik bagi kedua belah pihak.
Jadi, dimaafkan tidak mengurangi Karma Buruk orang yang meminta maaf secara langsung, tetapi bisa menjadi katalis yang mendorong perubahan batin untuk berbuat baik, sehingga jalan hidupnya bisa lebih ringan.
Jumat, 17 Oktober 2025
SIKLUS KEHANCURAN DAN PEMBENTUKAN KEMBALI DUNIA
Satu siklus lengkap dari kehancuran hingga pembentukan kembali Dunia disebut satu mahākappa (kalpa agung), dan lamanya tidak bisa dihitung secara pasti, hanya dikatakan sebagai waktu yang sangat-sangat panjang. Dalam tradisi Buddhis Theravāda, satu mahākappa mencakup empat fase utama, masing-masing berlangsung selama satu asaṅkheyya kappa (kalpa tak terhitung).
Menurut penjelasan dalam teks-teks Buddhis seperti Visuddhimagga dan kitab
komentar Theravāda, satu siklus dunia terdiri dari empat fase, yang masing-masingnya
sangat Panjang, yaitu :
1. Fase Vivattakappa, lamanya 1 asaṅkheyya kappa : proses dunia mulai
terbentuk, makhluk mulai terlahir, hingga bumi menjadi utuh dan stabil (proses
terbentuknya dunia).
2. Fase Samvattavivattakappa, lamanya 1 asaṅkheyya kappa : dunia
stabil, makhluk hidup berkembang, muncul ajaran Buddha (dunia stabil).
3. Fase Samvattakappa, lamanya 1 asaṅkheyya kappa : proses dunia
mulai mengalami kehancuran secara bertahap (bisa oleh api, air, atau angin)
hingga hancur total (proses hancurnya dunia).
4. Fase Samvattavivattakappa, lamanya 1 asaṅkheyya kappa : dunia
dalam masa transisi antara kehancuran dan pembentukan kembali (transisi dari
hancurnya dunia lama ke terbentuknya dunia yang baru).
Jadi, satu
siklus penuh = 4 asaṅkheyya kappa = 1 mahākappa. Untuk memberi gambaran 1 mahākappa,
Sang Buddha pernah menggunakan analogi : Jika ada batu padat berukuran satu mil
kubik, dan setiap 100 tahun seseorang menggosoknya sekali dengan sehelai kain
sutra, maka batu itu akan habis lebih cepat daripada satu mahākappa.” Artinya :
· Satu mahākappa jauh melampaui jutaan atau bahkan miliaran tahun.
· Tidak ada angka pasti, karena konsep waktu dalam Buddhisme bersifat kualitatif
dan simbolik, bukan kuantitatif.
Siklus mahākappa tersebut berulang tanpa awal dan tanpa akhir. Dunia mulai
terbentuk, Dunia stabil, Dunia mulai hancur, Dunia dalam transisi dari hancur
ke terbentuk kembali – itu terjadi dipengaruhi oleh karma kolektif makhluk
hidup, dan dalam setiap mahākappa, bisa muncul satu
hingga lima Buddha, tergantung kondisi spiritual umat.
Setiap siklus
mahākappa tidak selalu identik, tergantung pada :
· Kondisi karma kolektif makhluk-makhluknya.
· Jenis kehancuran sebelumnya (oleh api, air, atau angin).
· Tingkat kemerosotan moral yang terjadi dalam siklus tersebut.
Hubungan antara Karma Kolektif
dan Kondisi Dunia :
Dalam ajaran Buddhis, Karma tidak hanya bersifat individual, tetapi juga
bisa bersifat kolektif, yaitu hasil dari tindakan, pikiran, dan kebiasaan yang
dilakukan oleh banyak makhluk secara bersama-sama. Ini memengaruhi :
1.
Kondisi sosial dan moral masyarakat
2.
Stabilitas alam dan lingkungan
3.
Terjadinya bencana besar atau kehancuran dunia
Karma kolektif dapat menjelaskan mengapa suatu komunitas mengalami
penderitaan bersama, seperti perang, wabah, atau bencana alam. Dalam skala
kosmis, ini juga mencakup kehancuran dan pembentukan kembali Dunia. Ini bukan
hukuman dari kekuatan eksternal, tetapi konsekuensi alami dari hukum
sebab-akibat (Kamma-vipāka). Kesimpulannya, kondisi bumi sangat
dipengaruhi oleh kualitas spiritual makhluk hidup, terutama manusia. Dengan
meningkatkan kualitas batin dan perilaku, manusia ikut menjaga keseimbangan
dunia secara sosial, ekologis, dan spiritual.
Tentang Kelahiran Kembali-nya para makhluk terkait
hancurnya Dunia :
Dalam ajaran Buddhis Theravāda,
kelahiran kembali terjadi langsung setelah kematian, tanpa jeda waktu. Ketika
Dunia hancur, Alam Apaya, Alam Manusia, dan Alam Dewa juga hancur. Makhluk-makhluknya
terutama manusia sesuai Karmanya masing-masing akan terlahir di Alam-alam Brahma
yang tidak ikut hancur. Yang tidak terlahir di alam-alam tersebut akan terlahir
kembali di alam yang baru.
Dalam
teks-teks Abhidhamma dan komentar / penjelasan di Visuddhimagga, tertulis mengenai Keahiran Kembali itu sebagai berikut :
· Kelahiran kembali (paṭisandhi citta) terjadi seketika setelah kematian.
· Jika alam tujuan belum tersedia, maka kesadaran
kelahiran kembali akan muncul saat alam itu terbentuk kembali, bukan
sebelumnya.
Tidak ada “penundaan” dalam arti waktu linear seperti yang kita pahami.
· Kelahiran kembali adalah proses sebab-akibat yang terjadi saat kondisi
memungkinkan.
Kelahiran kembali
di alam kehidupan yang baru bukan merupakan penundaan kelahiran, kelahiran terjadi
pada momen pertama ketika kondisi yang sesuai tersedia.
Analogi Sederhana : benih karma seperti biji yang siap tumbuh, jika
tanah belum tersedia, biji tidak akan tumbuh. Jika alam manusia sudah terbentuk,
sudah memadai, maka sesuai dengan Karmanya ada manusia yang terlahir kembali. Tidak
ada “kesadaran mengambang” atau makhluk yang menunggu secara sadar.
Kamis, 16 Oktober 2025
Ringkasan Dīgha Nikāya 27 : Aggañña Sutta (Pengetahuan tentang Asal-usul)
1. Menurut
kebanyakan kaum kasta Brahmana, mereka lahir dari mulut Brahma. Kasta lain rendah, para Petapa rendah & hina, lahir dari kaki Brahma.
2. Buddha
menjelaskan, para Brahmana perempuan,
istri-istri Brahmana, mengalami menstruasi dan hamil, melahirkan bayi dan
menyusui. Kasta Brahmana lahir dari Rahim ibu, bukan lahir dari mulut Brahma.
3. Ada
4 kasta : Khattiya (Penguasa), Brahmana (Pendeta), Vessa (pedagang) dan Sudda (pekerja).
Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama, mereka bisa berpandangan salah /
benar, bisa berbuat buruk / baik.
4. Seorang
bhikkhu Arahat telah menghancurkan pengotor batin, terbebaskan melalui
pengetahuan-super, dinyatakan tertinggi oleh keluhuran Dhamma - bukan oleh
non-Dhamma. Dhamma adalah yang terbaik bagi manusia dalam kehidupan ini maupun
kehidupan berikutnya.
5. Ketika dunia menyusut (hancur), makhluk-makhluk sebagian besar terlahir
di alam Brahmā Ābhassara, kegembiraannya sebagai makanan, bercahaya. Yang lain
terlahir di alam yang lain yang tidak hancur yang sesuai dengan karma nya. Pada
saat Dunia mengembang lagi, mereka setelah meninggal - sebagian besar terlahir
kembali di Dunia.
6. Pada
masa itu, di Dunia hanya ada air, gelap, tidak ada bulan, matahari, bintang,
siang, malam, musim, laki-laki atau perempuan, makhluk-makhluk hanya dikenal
sebagai makhluk-makhluk. Setelah waktu yang sangat lama - tanah yang lezat muncul
dengan sendirinya di atas permukaan air, rasanya sangat manis.
7. Selanjutnya
para makhluk memakan tanah dan ketagihan, akibatnya cahaya tubuh lenyap
sehingga bulan dan matahari muncul, ada malam ada siang, ada musim.
8. Selanjutnya
jasmani mereka menjadi lebih kasar, perbedaan penampilan mulai terbentuk, Ada
yang rupawan, ada yang buruk-rupa. Yang rupawan merendahkan yang lainnya.
Karena sombong dan angkuh – akhirnya tanah yang lezat lenyap.
9. Kemudian
jamur sejenis cendawan tumbuh, rasanya manis. Makhluk-makhluk memakannya,
akhirnya tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi. Karena sombong dan angkuh maka jamur
itu lenyap. Tanaman merambat yang bagaikan bambu muncul, rasanya manis.
10.
Makhluk-makhluk
kemudian terus-menerus memakan tanaman rambat itu. Sehingga tubuh mereka
menjadi lebih kasar lagi, perbedaan penampilan lebih nyata. Mereka menjadi
semakin sombong yang tak disadarinya sehingga tanaman merambat lenyap.
11. Setelah
tanaman merambat lenyap, beras tanpa sekam, harum & bersih muncul. Yang
mereka ambil untuk makan malam - tumbuh lagi dan masak di pagi harinya. Yang
mereka ambil untuk sarapan pagi, masak lagi di malam hari. Tidak ada
tanda-tanda dipanen. Makhluk-makhluk melakukan hal itu, maka tubuh mereka
menjadi lebih kasar lagi, perbedaan dalam penampilan lebih meningkat. Alat
kelamin mereka tumbuh. Laki-laki dan Perempuan saling tertarik. Mereka terlibat dalam aktivitas seksual. Yang
lain marah.
12.
Selanjutnya
demi memudahkan kerja, makhluk-makhluk membuat lumbung beras. Dedak dan sekam
mulai membungkus beras. Ketika dipanen, tidak tumbuh lagi. Kemudian beras
tumbuh dalam rumpun-rumpun terpisah. Kemudian mereka membagi beras menjadi
lahan-lahan dengan perbatasan.
13. Ada
makhluk yang mengambil lahan makhluk lain, kemudian aturan hukum diberlakukan.
Kemudian mereka mendatangi yang paling tampan, paling menarik, paling
menyenangkan, memiliki kemampuan, diminta untuk menghukum mereka.
14.
Mereka
mendirikan tempat-tempat untuk bermeditasi. Mereka pergi ke desa, pemukiman
atau ibukota untuk mencari makanan, dan kemudian kembali.
15.
Kemudian
ada orang-orang yang tidak mampu bermeditasi, mereka menyusun buku. Ini yang
menjadi asal-usul dari kasta Brahmana.
16. Beberapa
dari makhluk-makhluk itu, setelah berpasangan, melakukan berbagai jenis
perdagangan, Inilah kemudian, yang menjadi asal-usul dari kasta Vessa. Makhluk-makhluk
yang tetap melakukan perburuan adalah kasta Sudda.
17.
Kemudian,
kasta Khattiya, Brahmana, Vessa, dan Sudda meninggalkan kehidupan rumah tangga
untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Dari empat kasta ini, muncullah kasta Petapa.
18.
Seorang
Khattiya, Brahmana, Vessa atau Sudda yang menjalani kehidupan yang buruk dalam
jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan salah, saat kematian
akan terlahir kembali di alam sengsara. Sebaliknya, mereka yang menjalani
kehidupan yang baik dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki
pandangan benar, saat kematian akan terlahir kembali di alam bahagia, di alam
surga. Dan yang telah melakukan kedua jenis perbuatan itu, saat kematian mengalami
kesenangan dan kesakitan.
19.
Seorang
Khattiya, Brahmana, Vessa atau Sudda yang terkendali dalam jasmani, ucapan dan
pikiran, dan yang mengembangkan tujuh prasyarat pencerahan, akan mencapai
Parinibbāna dalam kehidupan ini juga.
20.
Siapapun
di antara 4 kasta, sebagai seorang bhikkhu dan mencapai Arahat, telah
menghancurkan kekotoran, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah
menurunkan beban, telah mencapai tujuan tertinggi, telah menghancurkan belenggu
penjelmaan, dan menjadi terbebaskan melalui pandangan terang tertinggi, ia
dinyatakan sebagai yang tertinggi di antara mereka sesuai Dhamma dan bukan
sebaliknya.
21.
Brahmā
Sanankumāra mengucapkan syair ini : Khattiya adalah yang terbaik di antara
semua kasta; Ia dengan pengetahuan dan perilaku yang baik adalah yang terbaik
di antara para dewa dan manusia.
Rabu, 15 Oktober 2025
ASAL MULA DUNIA & MASYARAKAT
Asal mula dunia & masyarakat ini dijelaskan berdasarkan Aggañña Sutta (Dīgha Nikāya 27), mencakup penjelasan bahwa kebajikan dan moralitas itu nilainya lebih tinggi daripada Status / Kasta yang berasal dari kelahiran seseorang.
Sutta ini merupakan
dialog antara Buddha dan dua calon bhikkhu dari kasta Brahmana, yaitu Vāseṭṭha
dan Bhāradvāja, yang dihina karena memilih meninggalkan status kasta mereka
demi menjalani kehidupan suci.
Lebih lanjut Buddha menjelaskan, bahwa yang disebut Brahmana sejati itu bukan
karena keturunan dimana yang bersangkutan dilahirkan dari keluarga yang
berkasta tinggi : Brahmana, tetapi karena perilaku luhur dan batin yang bersih.
Untuk menjelaskan asal mula terbentuknya Kasta, Buddha menyampaikan Asal
Mula Kehidupan dan Alam Semesta, sebagai berikut :
· Dunia ini mengalami siklus kehancuran dan pembentukan ulang.
· Pada awalnya, manusia adalah makhluk-makhluk bercahaya (opapātika) dari
alam Rupabrahma tingkat 6 yang bernama alam Abhassara. Makhluk-makhluk di alam ini hidup dengan sukacita batin.
· Setelah dunia mulai terbentuk dari kehancurannya, karena keinginan maka mereka (opapātika) setelah meninggal terlahir di dunia yang baru, bercahaya, melayang-layang turun ke dunia. Kemudian mereka mulai menginginkan materi kasar seperti "rasa bumi" yang sangat manis, dan dari sana muncul keserakahan, perbedaan, dan tubuh jasmani tanpa cahaya.
· Egoisme tetap muncul dan ada pembagian peran : petani, pedagang, penguasa, dan brahmana.
· Akhirnya sistem kasta terbentuk karena keserakahan dan konvensi sosial,
bukan karena kehendak ilahi.
· Saat kejahatan muncul, manusia memilih seseorang dari antara
mereka untuk menertibkan - itulah asal mula raja (Mahāsammata).
· Raja dipilih, bukan berasal dari dewa, dan kekuasaannya berasal dari
persetujuan rakyat, bukan hak ilahi.
· Buddha kemudian menegaskan bahwa jalan suci menuju kebuddhaan lebih
unggul daripada status kelahiran sebagai Kasta tinggi.
· Buddha dan murid-muridnya para bhikkhu adalah "yang paling unggul
secara Dhamma", bukan karena kelahiran, tetapi karena pelatihan batin dan
kebijaksanaan.
Kesimpulan :
· Kasta bukan penentu nilai (spiritual) manusia.
· Etika, batin, dan kebijaksanaan adalah dasar spiritual sejati.
· Vāseṭṭha dan Bhāradvāja akhirnya secara resmi ditahbiskan sebagai
bhikkhu oleh Buddha.
· Sutta ini menyajikan pandangan Buddhis yang rasional dan etis tentang
asal-usul masyarakat dan dunia.
Baka Brahmā, makhluk yang mengaku Tuhan Pencipta
Ketika dunia mengalami kehancuran besar (sesuai Kosmologi Buddhis - pada akhir satu Kappa), makhluk-makhluk dari alam Apaya, alam Manusia dan sebagian alam Dewa punah. Punah disini artinya sesuai Karma masing-masing - ada yang terlahir di alam yang lebih tinggi termasuk alam Abhasara, dan ada yang terlahir kembali ketika alam kehidupan yang baru sudah terbentuk secara memadai, ini bukan berarti kehidupannya terputus ketika sedang menunggu waktu kelahiran kembalinya yang tepat pada kondisi yang tepat. Ketika dunia mengalami kehancuran (kiamat) tersebut, makhluk-makhluk di alam Rupabrahma dan Arupabrahma tetap eksis karena alamnya tidak hancur.
Ketika dunia (dalam kosmologi Buddhis) terbentuk kembali, maka makhluk-makhluk dari alam Abhasara (alam Rupabrahma tingkat keenam) setelah kematian terlahir kembali di alam Mahābrahmā (alam Rupabrahma tingkat ketiga) dan di alam-alam yang lebih rendah lainnya termasuk alam manusia.
Baka Brahmā adalah makhluk pertama yang terlahir di alam Mahābrahmā yang masih kosong. Ia terlahir di alam Mahābrahmā tersebut setelah meninggal dari alam Abhasara - yang mana adalah alam kehidupan bagi makhluk peraih Jhana pertama.
Lahir di alam Mahābrahmā tersebut kemudian Baka Brahmā memiliki kesalahpahaman, ia menyatakan bahwa ia adalah pencipta segalanya. Sebabnya adalah karena saat itu di alam Mahābrahmā belum ada makhluk lain. Baka Brahma merasa : “Aku adalah yang pertama, aku adalah pencipta semua ini.” Baka Brahmā tidak menyadari kehidupan sebelumnya, dan tidak melihat asal-usul para makhluk lain, sehingga Baka Brahmā berpikir bahwa : “Akulah Tuhan, akulah Pencipta. Semua makhluk berasal dari kehendakku.”
Sang Buddha menolak klaim Baka Brahmā. Dalam Brahmanimantanika Sutta (Majjhima Nikaya-49),
Buddha mengunjungi Baka Brahmā dan menyatakan dengan tegas :
·
Bahwa
alamnya (alam Mahābrahmā) itu tidak kekal.
·
Bahwa
ia bukan pencipta, hanya makhluk yang lahir lebih dulu.
·
Bahwa
ada alam yang lebih tinggi dan lebih rendah dari Alam Mahabrahma.
·
Bahwa
klaim Baka Brahmā itu muncul dari delusi
dan kesombongannya.
Demikianlah ceritanya tentang makhluk Baka Brahmā yang mengaku sebagai Tuhan Pencipta.