Translate

Kamis, 31 Januari 2019

Umumnya Orang Hidup Saling Membohongi


'Umumnya Orang Hidup Saling Membohongi' , adalah judul dari Ajaran Utama Butir ke 6 , dari Sembilan Butir Ajaran Utama Syeh Siti Jenar, uraian singkatnya adalah sebagai berikut : 
Banyak hal yang sebenarnya kita sendiri tidak tahu, tapi kita menyampaikannya juga kepada teman-teman kita. Hal ini banyak sekali terjadi dalam ajaran agama. Banyak orang yang sekadar hafal dalil, tetapi sebenarnya dia tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh dalil itu. Akhirnya pemahaman yang keliru itu menyebar dan terbentuklah opini yang salah.

Masyarakat yang dipenuhi dengan pemahaman dan opini yang salah, sama dengan masyarakat yang dipenuhi sampah. Masyarakat demikian pasti rawan terhadap serangan penyakit. Oleh karena itu, masyarakat harus dibebaskan dari berbagai macam kebohongan. Masyarakat harus diajar dan dididik untuk memahami segala sesuatu seperti apa adanya.

Agar tidak hidup saling membohongi, manusia harus kembali mengenal dirinya. Setiap orang harus dididik untuk menyadari perannya dalam hidup ini. Para cerdik cendekia harus mengerti fungsinya di dunia. Orang harus diajar untuk bisa mengerti dunia ini sebagaimana adanya. Agama harus diajarkan sebagai jalan hidup, dan bukan alat untuk meraih kekuasaan. Oleh karena itu, keimanan harus diajarkan dengan benar, dan bukan sekadar diajarkan sebagai kepercayaan. Iman harus diajarkan sebagai penghayatan, pengalaman, dan pengamalan kebenaran.

Ayat-ayat kitab suci, harus dipahami berdasarkan kenyataan, dan tidak diindoktrinasikan, atau diajarkan secara harfiah sesuai dengan asal kitab suci tersebut. Agama harus diajarkan secara arif, dan bisa dibumikan, tidak terus menggantung di langit. Agama harus diterjemahkan dalam bentuk yang dapat dipahami, dan dipraktekkan oleh masyarakat penerimanya.

Rabu, 30 Januari 2019

Yang Maha Kuasa


Terlebih dahulu, katakanlah bahwa yang paling berkuasa tiada bandingannya, atau Yang Maha Kuasa itu ada, dan merupakan pribadi atau entitas. Karena maha kuasa, tiada bandingannya, maka dapatlah dipahami sebagai meliputi semua. Semuanya yang ada, yang eksis, apapun itu, tidak bisa lepas dari kekuasaan atau aturan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu demi keselamatan, maka manusia harus mengindahkan dengan baik & benar berlakunya aturan Yang Maha Kuasa tersebut. Dapatlah dipahami, salah menyikapi aturan tersebut akan mengakibatkan penderitaan & sengsara. Oleh karena itu dalam hal ini, secara logika maka manusia cukuplah mentaati aturan yang berlaku dari Yang Maha Kuasa.
Yang dipahami oleh banyak orang adalah, bahwa Yang Maha Kuasa itu segalanya, yang dapat diartikan sebagai maha sempurna, maha adil, maha kasih, maha bijaksana dan lain sebagainya. Jika maha kasih, maka orang yang menganggap bahwa Yang Maha Kuasa itu sebagai pribadi yang pencemburu, bisa menghukum atau melaknat, maka ini sudah paradok (tidak bisa diterima oleh logika atau oleh akal yang sehat). Jika maha sempurna, maka Yang Maha Kuasa tidak memerlukan apa-apa lagi, karena semua sudah beliau miliki. Sehingga dengan demikian maka, menyembah & bermohon atau berdoa kepada Yang Maha Kuasa itu tidak akan menghasilkan apa-apa, tidak bisa merubah perlakuan Yang Maha Kuasa kepada si pendoa, karena Yang Maha Kuasa maha adil. Doa hanya bisa dikabulkan jika ada dasar yang tepat, atau ada syarat-syarat yang memenuhi azas keadilan.
Sebenarnya Yang Maha Kuasa itu bukanlah sosok, pribadi, oknum atau entitas, melainkan ‘sesuatu’ yang tidak bisa dinalar & dipahami oleh manusia biasa. Merupakan kondisi yang tak berkondisi. Hukum universal alam semesta itu ada, kalau disebut sebagai hukum atau aturan (dari) Yang Maha Kuasa juga boleh. Hukum universal alam semesta itu mutlak & tidak bisa ditawar-tawar. Bersandar & berserah diri kepada Yang Maha Kuasa tidak akan menghasilkan apa-apa. Sehingga dengan demikian bolehlah jika yang dianggap penting itu adalah aturan Yang Maha Kuasa, bukan Yang Maha Kuasa nya. Sebagai analogi, yang dianggap penting & perlu diindahkan dengan baik itu adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana / Perdata, bukan si pembuat kitab undang-undang tersebut, yang sulit dilacak siapa-siapa saja orangnya. Dengan kondisi yang demikian, bahwa hukum universal alam semesta itu mutlak & tidak bisa ditawar-tawar, maka tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali berjuang, bersyukur & berbahagia dengan semua yang ada. Hukum universal alam semesta yang terkait dengan keamanan manusia, utamanya adalah hukum sebab-akibat, hukum tabur-tuai atau hukum karma. Hanya sesederhana itu, namun sangat sulit mengindahkannya. Perlu belajar, pendalaman & praktek yang serius. Akan tetapi manusia suka berpikir terlalu jauh. Tidak puas dengan yang sederhana. Yang akhirnya bisa menjerumuskan kepada hal-hal yang tidak rasional, tidak berguna, sia-sia belaka, delusi, bahkan akhir-akhir ini justru dapat menyulut kerusuhan. Mengindahkan secara baik & benar terhadap berlakunya hukum karma adalah, memperbanyak perbuatan baik, mengurangi perbuatan jahat, dan tidak dungu (tahu mana yang benar / baik & mana yang salah / buruk), atau biasa juga dikatakan sebagai tidak membenci, tidak serakah dan berupaya mensucikan hati & pikiran.
Untuk lebih mudahnya, kiranya Hukum Universal Alam Semesta itu kita fahami saja sebagai Yang Maha Kuasa itu sendiri, yang tadi disebut sebagai aturan Yang Maha Kuasa.
Hukum Universal Alam Semesta itu kata sifat, oleh karenanya kekal, dan jika Yang Maha Kuasa itu dipahami sebagai pribadi atau entitas maka itu adalah kata benda, tidak kekal.

Sabtu, 26 Januari 2019

Pikiran


Ada dua pengembara. Dua pengembara ini berjalan, jauh sekali, zaman dulu tidak ada kendaraan. Suatu malam dalam perjalanannya, mereka mencari tempat untuk berteduh. Ada sebuah gua, mereka berniat untuk bermalam di sana.

Mereka masuk agak dalam dan beristirahat. Mereka capek sekali, dan haus. Mereka ingin mencari air, tapi dimana? Keadaannya gelap gulita, tidak ada lampu, tidak ada penerangan. Dan pada saat akan berbaring, salah seorang pengembara tersebut meraba-raba sekelilingnya, dan tak sengaja menemukan air. Hatinya pun berbunga-bunga. Airnya tertampung di wadah yang seperti mangkuk, dan mereka pun berbagi air tersebut untuk diminum. Aahh... nyaman sekali, segar.

Mereka meletakkan kembali mangkuk tersebut, kemudian tertidur, pulas sekali. Pagi-pagi mereka bangun, dan saat secercah sinar masuk ke dalam gua, mereka melihat kalau mangkuk yang airnya mereka minum semalam, itu tidak lain adalah tempurung tengkorak manusia.

Kalau semalam ada secercah sinar yang menerangi gua tersebut, dan mereka menemukan tempurung kepala manusia itu, mungkin semalam mereka tidak bisa tidur, mereka lari dari gua itu. Semalam mereka tidur nyenyak, sangat nyenyak.

Tidak mimpi apa-apa, tidak didatangi makhluk halus yang tengkoraknya mereka pakai untuk minum, tenang, bahagia. Karena pikirannya tidak macam-macam, pikirannya itu membuatnya tentram, membuatnya tenang. Tapi kalau pikirannya bergerak, yah... dia gelisah, tidak bisa tidur, takut.
Tengkoraknya siapa? Jangan-jangan tempat keramat. Nanti kalau kita sudah pindah, jangan-jangan makhluk halus itu nempel di saya. Apalagi kalau airnya sudah terlanjur diminum, macam-macam pikiran datang silih berganti, tidak akan berhenti-berhenti.

Dari cerita ini kita bisa melihat, pikiranlah yang membuat kita gelisah, khawatir, was-was, tidak tentram, takut, takut mati, takut hari depan, takut gagal, takut tidak bisa makan, takut hari kiamat. Yah... kalau kiamat ya sudah, kan semuanya juga mati. Kalau namanya kiamat semuanya mati, tapi nanti kalau Anda sendiri yang hidup malah menjadi susah. Jadi tidak usah dipikirkan, kalau dipikirkan Anda malah menambah beban pikiran Anda.

Pandangan-pandangan, uraian-uraian seperti ini sangatlah universal. Yang bukan praktisi Dhamma pun mendengar uraian ini juga dapat mengerti. Peranan pikiran itu sangat penting, sangat berpengaruh dalam kehidupan ini.

Sabtu, 19 Januari 2019

Samatha & Vipassana


Samatha atau samadhi, dan vipassana atau panna, merupakan satu kesatuan.
Sebenarnya hal ini amat mudah dimengerti. Samatha atau samadhi, dan vipassana atau panna, haruslah saling berhubungan, dan saling mendukung. Pada awalnya batin mencapai ketenangan dengan samatha bhavana. Dengan berdasarkan ketenangan ini, batin melaksanakan penganalisaan yang menghasilkan panna (kebijaksanaan). Panna inilah yang bisa membuat batin hening di saat menutup mata maupun berada dalam keramaian.
Kita ibaratkan, dulu Anda adalah seorang anak, tapi kini sebagai orang dewasa. Anak dan orang dewasa tersebut sebagai seorang yang sama atau tidak? Anda mungkin berpikir bahwa keduanya adalah orang yang sama. Di lain sisi, mungkin Anda akan berpikir bahwa keduanya adalah orang yang berbeda.
Satu ibarat lagi, seperti makanan dan kotoran [tinja]. Bisa dikatakan sesuatu yang sama. Namun di sisi lain bisa dikatakan sebagai sesuatu yang berbeda.
Persoalan ini sama dengan samatha dan vipassana.
Bisa dikatakan berbeda, bisa pula tidak, tapi tetap saling ada kaitannya. Merupakan suatu proses [arus] yang tak terelakkan. Bisakah orang dewasa muncul, bila tidak menjadi anak lebih dulu? Adakah kotoran [tinja] bila tak ada makanan yang dimakan?
Bagaimanapun, jangan hanya percaya pada apa yang dikatakan. Laksanakanlah sendiri, Anda akan tahu kebenarannya. Bila Anda telah mengetahui dan mengerti bagaimana samadhi <melalui samatha> dan panna <melalui vipassana> muncul, Anda akan bisa mengetahui kesunyataan yang sebenarnya.
Masa kini, MASYARAKAT PENGANUT DHAMMA SEDANG TERIKAT DAN MELEKAT PADA NAMA DAN SEBUTAN. Ada yang menyebut meditasi mereka dengan nama ‘Vipassana’, maka samatha pun tidak dihargai. Telah diterangkan, samatha dan vipassana bukanlah sesuatu yang bisa dipisah-pisahkan. Kita tak perlu pusing dengan pengkotak-kotakan semacam itu. Laksanakan ajaran dengan baik, maka Anda akan tahu sendiri.
Berusahalah untuk mencapai konsentrasi yang memusat [ekaggata]. Dengan landasan yang kokoh ini, periksa dan analisa diri sendiri. Jangan terikat pada konsentrasi yang memusat [jhana] yang akan bisa membuat Anda terlarut dan terbuai.