Translate

Rabu, 30 Januari 2019

Yang Maha Kuasa


Terlebih dahulu, katakanlah bahwa yang paling berkuasa tiada bandingannya, atau Yang Maha Kuasa itu ada, dan merupakan pribadi atau entitas. Karena maha kuasa, tiada bandingannya, maka dapatlah dipahami sebagai meliputi semua. Semuanya yang ada, yang eksis, apapun itu, tidak bisa lepas dari kekuasaan atau aturan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu demi keselamatan, maka manusia harus mengindahkan dengan baik & benar berlakunya aturan Yang Maha Kuasa tersebut. Dapatlah dipahami, salah menyikapi aturan tersebut akan mengakibatkan penderitaan & sengsara. Oleh karena itu dalam hal ini, secara logika maka manusia cukuplah mentaati aturan yang berlaku dari Yang Maha Kuasa.
Yang dipahami oleh banyak orang adalah, bahwa Yang Maha Kuasa itu segalanya, yang dapat diartikan sebagai maha sempurna, maha adil, maha kasih, maha bijaksana dan lain sebagainya. Jika maha kasih, maka orang yang menganggap bahwa Yang Maha Kuasa itu sebagai pribadi yang pencemburu, bisa menghukum atau melaknat, maka ini sudah paradok (tidak bisa diterima oleh logika atau oleh akal yang sehat). Jika maha sempurna, maka Yang Maha Kuasa tidak memerlukan apa-apa lagi, karena semua sudah beliau miliki. Sehingga dengan demikian maka, menyembah & bermohon atau berdoa kepada Yang Maha Kuasa itu tidak akan menghasilkan apa-apa, tidak bisa merubah perlakuan Yang Maha Kuasa kepada si pendoa, karena Yang Maha Kuasa maha adil. Doa hanya bisa dikabulkan jika ada dasar yang tepat, atau ada syarat-syarat yang memenuhi azas keadilan.
Sebenarnya Yang Maha Kuasa itu bukanlah sosok, pribadi, oknum atau entitas, melainkan ‘sesuatu’ yang tidak bisa dinalar & dipahami oleh manusia biasa. Merupakan kondisi yang tak berkondisi. Hukum universal alam semesta itu ada, kalau disebut sebagai hukum atau aturan (dari) Yang Maha Kuasa juga boleh. Hukum universal alam semesta itu mutlak & tidak bisa ditawar-tawar. Bersandar & berserah diri kepada Yang Maha Kuasa tidak akan menghasilkan apa-apa. Sehingga dengan demikian bolehlah jika yang dianggap penting itu adalah aturan Yang Maha Kuasa, bukan Yang Maha Kuasa nya. Sebagai analogi, yang dianggap penting & perlu diindahkan dengan baik itu adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana / Perdata, bukan si pembuat kitab undang-undang tersebut, yang sulit dilacak siapa-siapa saja orangnya. Dengan kondisi yang demikian, bahwa hukum universal alam semesta itu mutlak & tidak bisa ditawar-tawar, maka tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali berjuang, bersyukur & berbahagia dengan semua yang ada. Hukum universal alam semesta yang terkait dengan keamanan manusia, utamanya adalah hukum sebab-akibat, hukum tabur-tuai atau hukum karma. Hanya sesederhana itu, namun sangat sulit mengindahkannya. Perlu belajar, pendalaman & praktek yang serius. Akan tetapi manusia suka berpikir terlalu jauh. Tidak puas dengan yang sederhana. Yang akhirnya bisa menjerumuskan kepada hal-hal yang tidak rasional, tidak berguna, sia-sia belaka, delusi, bahkan akhir-akhir ini justru dapat menyulut kerusuhan. Mengindahkan secara baik & benar terhadap berlakunya hukum karma adalah, memperbanyak perbuatan baik, mengurangi perbuatan jahat, dan tidak dungu (tahu mana yang benar / baik & mana yang salah / buruk), atau biasa juga dikatakan sebagai tidak membenci, tidak serakah dan berupaya mensucikan hati & pikiran.
Untuk lebih mudahnya, kiranya Hukum Universal Alam Semesta itu kita fahami saja sebagai Yang Maha Kuasa itu sendiri, yang tadi disebut sebagai aturan Yang Maha Kuasa.
Hukum Universal Alam Semesta itu kata sifat, oleh karenanya kekal, dan jika Yang Maha Kuasa itu dipahami sebagai pribadi atau entitas maka itu adalah kata benda, tidak kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar