Contoh pertama.
Ketika kita melihat sebuah sofa, maka
kita akan melihatnya sebagai hal yang biasa, dan menyebutnya sebagai sofa.
Tetapi ketika sofa yang terbuat dari kayu, busa, kain, lem, tenaga manusia, dan
sebagainya itu kita bongkar, maka yang kita lihat sekarang hanyalah beberapa
potong kayu bekas, kain, busa dan sebagainya, yang tidak lagi sama persis dengan
bahan awal pembuat sofa, melainkan sudah berubah. Kita hanya menyebutnya
sebagai sisa sofa, atau bekas sofa, yaitu kain bekas sofa, kayu bekas sofa, dan
sebagainya. Benda-benda tersebut, sekali lagi tidak sama dengan bahan awal
untuk membuat sofa. Kita juga tidak lagi melihat sofa. Dengan demikian kita
bisa mengatakan bahwa, tidak ada sofa atau inti dari sofa tersebut yang
keberadaan atau eksistensinya kekal abadi, sofa atau unsur-unsur pembentuknya akan
berubah, selalu berubah. Dengan berjalannya waktu, maka segala sesuatu, baik yang
berkondisi maupun yang tak berkondisi, yang merekat didalam maupun diluar
segala fenomena fisik & mental dari setiap eksistensi atau keberadaan, semuanya
adalah tanpa inti atau tanpa jati diri. Tidak ada diri, individu atau
roh yang kekal, karena setiap saat akan berubah, lenyap & timbul kembali dengan
bentuk atau kondisi yang lain.
Contoh kedua.
Ketika kita membuat roti. Roti dibuat
dengan memakai tepung, ragi, gula, garam, mentega, susu, air, api, tenaga kerja
dan lain-lain. Tetapi setelah menjadi roti, tidak mungkin kita akan menunjuk
satu bagian tertentu dari roti tersebut, dan mengatakan : ini adalah tepungnya,
ini adalah garamnya, ini menteganya, ini airnya, ini apinya, ini tenaga
kerjanya, dan seterusnya. Karena setelah bahan-bahan itu diaduk menjadi satu dan dibakar di
oven, maka bahan-bahan itu telah berubah sama sekali, yang dalam contoh ini
menjadi roti. Meskipun roti itu terdiri dari bahan-bahan tersebut di atas,
namun setelah melalui proses pembuatan dan pembakaran di oven telah menjadi
sesuatu yang baru sama sekali, dan tidak mungkin lagi untuk mengembalikannya
dalam bentuknya yang semula. Jadi dengan demikian, dimanakah jadi diri dari roti,
atau jati diri dari bahan-bahan pembentuk roti tersebut, yang keberadaannya
kekal abadi? Mereka atau bahan-bahan tersebut, setiap saat berubah, lenyap
atau timbul kembali dalam bentuk yang lain yang berbeda, tidak pernah sama, yang
keberadannya kekal abadi.
Contoh ketiga.
Jika kita dihadapkan dengan benda-benda
seperti ban, jok, pedal, kanvas rem, lampu, kabel-kabel, skrup, accu, sekering,
kabel kopling, shock breaker, rangkaian mesin, dynamo, stang stir, dan sebagainya. Dapatkah kita mengatakan itu adalah
sebuah Sepeda Motor? Tentu saja Tidak!. Namun setelah keseluruhan benda-benda
itu dirangkai menjadi satu, barulah kita dapat mengatakannya : Oh... itu
adalah Sepeda Motor! Jadi apa yang dilihat, dan yang kita namakan sebagai sepeda motor, sebenarnya hanyalah gabungan dari unsur-unsur pembentuk. Sepeda
motor itu pada hakikatnya tidak memiliki inti (jati diri),
tidak ada satupun dari spare-parts tersebut yang dapat disebut sebagai sepeda motor, sebelum semua unsur
pembentuknya disatu-padukan.
Demikian pula dengan segala hal, termasuk diri kita, pada
dasarnya adalah perpaduan dari berbagai unsur, yang masing-masing bersifat tidak
kekal. Jika unsur-unsur pembentuknya dipisah-pisah maka segala hal tersebut
akan menjadi tiada, kosong. Oleh karena itu tidak ada yang disebut dengan
diri yang hakiki, yang independen, baik itu diri kita maupun diri lainnya
seperti segala mahluk, benda-benda, maupun hal-hal fenomenal lainnya.
Pemahaman mengenai anatta ini, dapat juga dianalisa dan
direnungkan pada ajaran tentang Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar