Translate

Minggu, 10 Oktober 2021

Yang Kekal & Yang Mutlak Itu Ada

Tersebutlah bahwa Guru Agung Tathagata Sakyamuni berkata dan tertulis 
dalam Kitab Suci sebagai berikut : "Ketika bumi ini mulai berevolusi dalam pembentukan, alam Brahma masih kosong. Ada mahluk dari alam dewa Abhassara yang ‘masa hidupnya’ atau ‘pahala karma baiknya’ untuk hidup di alam itu telah habis, ia meninggal dari alam Abhassara dan terlahir kembali di alam Brahma. Di sini ia hidup ditunjang oleh kekuatan pikirannya yang diliputi kegiuran, tubuhnya bercahaya dan melayang-layang di angkasa, hidupnya diliputi kemegahan, ia hidup demikian dalam masa yang lama sekali. Karena terlalu lama dan hidup sendirian, maka dalam dirinya muncul rasa ketidakpuasan, juga muncul suatu keinginan, ‘Oh semoga ada mahluk lain yang datang dan hidup bersama saya di sini'. Dan pada saat itu ada mahluk lain yang disebabkan oleh masa usianya atau pahala karma baiknya telah habis, mereka meninggal dari alam Abhassara dan terlahir kembali di alam Brahma sebagai pengikutnya dan dalam banyak hal sama dengan dia. Berdasarkan itu, maka mahluk pertama yang terlahir di alam Brahma berpendapat : “Saya Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan Dari Semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua mahluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Semua mahluk ini adalah ciptaanku. Mengapa demikian? Karena baru saja terpikir, semoga mereka datang, dan berdasarkan pada keinginanku itu maka mahluk-mahluk ini muncul. Sementara mahluk-mahluk itupun berpikir, dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua mahluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Kita semua adalah ciptaannya. Mengapa? Sebab, kita muncul sesudahnya. Dalam hal ini mahluk pertama yang berada disitu memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada mahluk-mahluk yang datang sesudahnya. Selanjutnya ada beberapa mahluk yang meninggal di alam tersebut dan terlahir kembali di bumi. Setelah berada di bumi ia meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan bersemangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu. Mereka berkata : Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang ada dan yang akan ada. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal, keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan datang kesini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.

Dengan perkataan Guru Agung diatas, diketahui bahwa Guru Agung menolak pemahaman orang bahwa Maha Brahma adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta. Pemahaman Maha Brahma sebagai Yang Maha Kuasa dan Pencipta ini adalah salah satu dari 62 pandangan salah yang diuraikan dalam Kitab Suci yang terdapat pada Brahmajala Sutta.

Penjelasan tentang Maha Brahma yang menganggap dirinya Maha Kuasa dan Pencipta, adalah karena hidup di alam surga utamanya di alam dewa Maha Brahma itu sangat lama sekali, maka banyak mahluk di alam tersebut yang salah mengerti dan berpendapat bahwa mereka itu kekal, padahal kehidupan di alam tersebut tidak kekal. Maha Brahma yang disebutkan dalam Brahmajala Sutta tersebut adalah mahluk yang belum mencapai tingkat kesucian, dan pada suatu waktu kelak bila karma baiknya telah habis, maka mereka itu akan meninggal dan terlahir kembali di alam yang lebih rendah, yaitu alam para dewa atau terlahir sebagai manusia sebelum akhirnya berhasil merealisasi Nibbana.

Guru Agung juga berkata dan tertulis dalam Kitab Suci, yang dalam hal ini  merupakan hal yang paling penting untuk dipahami apa yang dimaksud. Kata Guru Agung tersebut adalah sebagai berikut :

Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Pemahaman dari perkataan Guru Agung tersebut adalah demikian, bahwa sesuatu yang disebut oleh Guru Agung tadi adalah sesuatu yang tanpa aku atau tanpa diri atau dalam bahasa Pali disebut Anatta. Yaitu sesuatu yang tidak dapat dipersonifikasikan. Sesuatu yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun. Dan bahwa dengan adanya sesuatu Yang Mutlak, yang tidak berkondisi atau Asamkhata, maka manusia yang berkondisi atau Samkhata dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan atau lingkaran Samsara, yaitu merealisasi Nibbana dengan cara bermeditasi. Nibbana itu oleh orang Jawa disebut atau dipahamni sebagai Sangkan Paraning Dumadi. Yang artinya kira-kira adalah : Tujuan akhir dari semua makhluk hidup.

Kesimpulan dari video ini adalah telah menyampaikan 3 hal, yaitu :

1. Tentang Tuhan Yang Maha Kuasa Sang Pencipta.

2. Pemahaman yang keliru tentang Maha Brahma adalah Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta.

3. Adanya sesuatu yang mutlak, yang kekal tak berkondisi, sehingga manusia dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan, yaitu merealisasi Nibbana dengan cara bermeditasi.

Selasa, 05 Oktober 2021

Awal Samsara Tidak Bisa Ditemukan

Sebelum lanjut perlu di review kembali disini bahwa, Samsara adalah keadaan menderita yang dialami oleh semua makhluk dalam menjalani rentetan kehidupannya di berbagai alam kehidupan ketika lahir, mati, lahir dan mati kembali secara terus-menerus di berbagai alam kehidupan. Penderitaan itu sendiri bisa dirasakan karena segala sesuatu itu selalu berubah, kebahagiaan akan berubah menjadi penderitaan dan sebaliknya.  

Berikut adalah kutipan penjelasan Guru Agung Tathagata di Savatthi mengenai bumi dan kehidupan kita, sebagai berikut : 

Para Bhikkhu, Samsara ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh mahluk-mahluk yang berkelana dan mengembara karena terhalangi oleh delusi dan terbelenggu oleh keinginan. Air mata yang telah kalian teteskan ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan, ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya (SN 15.3)

Samsara atau lingkaran kelahiran dan kematian adalah tanpa awal yang dapat ditemukan, dengan kata lain kehidupan ini sudah berlangsung sangat lama sekali. Tiap-tiap dari kita sudah hidup di alam semesta ini untuk jangka waktu yang panjang sekali.

Tathagata menggunakan dimensi waktu yang disebut 'kappa' atau kalpa untuk menjelaskan satu rentang waktu yang sangat panjang, yang mungkin jika memakai standar angka sekarang ini setara dengan bermiliar atau bahkan bertriliun-triliun tahun.

Kehidupan kita kali ini bukan kehidupan yang pertama. Sudah banyak sekali kehidupan yang sudah kita jalani. Kita terus menerus berputar-putar lahir, meninggal dunia, lahir lagi, meninggal dunia lagi, lahir lagi, meninggal dunia lagi demikian seterusnya hingga hari ini. Selama belum bisa menyelesaikan pelajaran kita, yaitu menghancur-leburkan kilesa atau kotoran batin, maka kita masih akan terus terlahir lagi. Tidak hanya semata-mata terlahir lagi tetapi perbuatan atau karma karma kita bahkan akan memperpanjang kehidupan, menambah jumlah kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, samsara ini bisa jadi tanpa akhir. Apabila kita tidak berjuang untuk menghancurkan kilesa, maka kehidupan dan penderitaan ini bisa jadi tanpa akhir!

Sebagai praktisi Dhamma, seharusnya kita memahami ciri penderitaan yang ada di dalam samsara. Dalam salah satu Sutta, Tathagata bertanya kepada muridNya, Apakah tubuh jasmani ini kekal atau tidak kekal? Kemudian para murid menjawab: Tidak kekal Bhante. Selanjutnya, apapun yang tidak kekal itu penderitaan atau kebahagiaan? Para murid menjawab: Penderitaan Bhante. Jadi, kita memahami penderitaan atau dukkha muncul karena segala sesuatu terus berubah, memiliki sifat muncul dan lenyap. Tathagata tidak menolak adanya kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi kebahagiaan yang kita alami juga masuk dalam kategori dukkha, karena kebahagiaan tersebut cepat atau lambat akan lenyap, seiring dengan lenyapnya kebahagiaan maka penderitaan pun muncul.

Bila seseorang merasa bahagia saat ini dan menginginkan kebahagiaan ini tidak lepas dari dirinya, lalu apa yang akan dia lakukan? Dia akan mengeluarkan segala upaya untuk mempertahankan kebahagiaan tersebut. Saat melakukan upaya tersebut, penderitaan akan timbul sebagai efek dari batinnya yang selalu terganggu dan terguncang. Kalau kita merenungkan hal ini maka akan terlihat betapa didalam kehidupan ini terdapat banyak sekali penderitaan.

Berkali-kali kita mendengar ramalan tentang kiamat. Akan tetapi menurut Buddhisme atau menurut ajaran Dhamma, tidak ada kiamat dalam arti sebagai akhir dari segala kehidupan. Selama kita berlum tercerahkan maka kehidupan akan terus berputar. Kiamat menurut Buddhisme hanyalah kehancuran sementara dari alam semesta ini. Kehancuran tersebut adalah awal terbentuknya lagi alam semesta yang baru. Pada saat alam semesta tersebut siap untuk di tempati lagi, maka makhluk akan masuk dan hidup kembali di alam alam tersebut.

Kehancuran alam semesta menurut Buddhisme, baru akan terjadi kalau ajaran Dhamma dari Buddha Gotama lenyap, untuk jangka waktu yang lama tidak akan ada ajaran Dhamma hingga akhirnya muncullah ajaran Dhamma oleh Buddha Metteyya. Dan setelah jangka waktu yang lama juga, ajaran Dhamma oleh Buddha Metteyya juga lenyap. Setelah kelenyapannya maka terjadilah kehancuran alam semesta. Alam semesta berevolusi dan kemudian terbentuk lagi. Memang ajaran Dhamma harus lenyap. Kita harus berlapang dada dengan kenyataan bahwa agama Buddha harus lenyap suatu hari nanti. Pemahaman seperti ini sangat indah karena membuat kita tidak melekat lagi terhadap Ajaran Buddha yang berupa ajaran Dhamma itu, dan sebaliknya akan memanfaatkan waktu yang ada untuk berjuang merealisasi Empat Kebenaran Mulia yang diajarkanNya.

Kembali lagi, awal dari kehidupan kita ini sudah tidak bisa ditemukan lagi. Kenyataan ini hanya bisa terlihat oleh mereka yang bermeditasi. Sementara itu disepanjang kehidupan batin kita bergerak dengan cepat sekali. Di dalam teks dikatakan bahwa di dalam satu jentikan jari, batin kita muncul hancur, muncul hancur bermiliar miliar kali. Cepat sekali. Dan sekarang ilmuwan juga menemukan fakta bahwa tubuh kita dalam satu detik diproduksi dan juga hancur dalam kecepatan yang tinggi sekali, sepersekian miliar detik. Mereka sampai hari ini hanya bisa menemukan fakta yang bersifat mental atau non materi yang disebut sebagai batin. Hanya Buddha atau Guru Agung Tathagata yang bisa menemukannya dan kemudian mengajarkannya kepada para muridNya.

Bayangkan apabila di dalam satu jentikan jari saja bermiliar-miliar kesadaran muncul dan lenyap maka hal ini juga berarti ketika seseorang melakukan karma, di dalam satu detik saja, biji karma yang dia tanam di arus kesadaran juga sudah bermiliar miliar banyaknya. Oleh karena bisa tercipta dalam waktu yang sangat cepat seperti itu, sementara kehidupan kita ini sudah tanpa awal, maka inilah mengapa kombinasi karma yang telah diciptakan oleh setiap mahluk berbeda-beda. Dengan demikian sekarang makin mudah dipahami mengapa kita semua berbeda-beda.

Para Bhikkhu, Kata Tathagata, kata Buddha, Aku tidak melihat kelompok mahluk hidup lain yang begitu beragam seperti kelompok mahluk di alam binatang. Species binatang yang ada di dunia ini tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi 2.600 tahun yang lalu Tathagata mengatakan bahwa keragaman mahluk-mahluk di alam binatang tersebut dibuat oleh pikiran mereka sendiri. Dulu mungkin mereka adalah manusia juga dan saat ini menjadi binatang, besok menjadi manusia lagi karena memang kehidupan ini berputar-putar. Namun, pikiran bahkan jauh lebih beragam dari mahluk-mahluk di alam binatang. Mengapa? Karena pikiran tidak hanya bisa membentuk binatang binatang tadi tetapi pikiran juga bisa membentuk mahluk yang terlahir sebagai manusia, sebagai dewa, sebagai brahma dan sebagainya. Di karenakan oleh pikiran inilah maka masing-masing mahluk yang ada di alam semesta, di berbagai sistem tata dunia atau sistem cakkavala, di 31 alam kehidupan itu mempunyai kehidupan yang berbeda-beda. Jadi, yang membuat semua perbedaan ini, sekali lagi, adalah Karma.


Senin, 04 Oktober 2021

Perlakuan untuk orang Murtad

Tulisan ini dimaksudkan menyampaikan pendapat perihal tindakan yang dipilih buat orang yang murtad. Dalam salah satu videonya saat menjawab pertanyaan, seorang buya mengatakan bahwa hukuman buat orang yang murtad dari Islam, yang masuk ke Ahmadyah, maka hukumnya harus dibunuh kalau tidak mau tobat, mayatnya dikubur di tempat orang kafir, tidak boleh ditempatnya kaum muslimin. Yang murtad diingatkan dulu, dinasehati, diminta untuk bertobat kembali ke Islam, kalau mau kembali selesai, kalau tidak mau  kembali diupayakan dulu, janganlah yang murtad malah mengangkat pedang mengajak perang. Yang boleh menyuruh orang memenggal kepala orang murtad adalah Imam, pemimpin Islam. Ada aturan, ada prosedurnya, bukan sembarang penggal kepala. Tidak boleh sembarang orang menuduh kafir, menuduh murtad kemudian membunuh. Apalagi kepada orang Islam yang awam yang murtad, mereka harus dinasehati terlebih dahulu oleh seorang ustadz, diminta untuk bertobat. Sungguh sangat salah kalau ada sekelompok orang yang mengatas namakan Islam, mengaku pejuang dan tiba-tiba kalau tidak cocok sama orang, menganggap murtad, langsung ngebom, itu tidak benar. Islam tidak semacam itu. Orang Islam dibunuh oleh orang Islam dengan alasan murtad, telah menjalankan bukan hukum Allah, maka presidenpun harus dibunuh, bupati dibunuh. Tidak begitu aturan Islam. Islam adalah indah. Diminta bertobat, dinasehati, diingatkan, kalau orang  Ahmadyah tetap semacam itu, tidak mau bertobat maka boleh dihukum, yang menghukum bukan anda tapi petugas dari pemerintah, bukan sembarang orang, kalau sembarang orang nanti terjadi bunuh-bunuhan. Buya melanjutkan uraiannya semoga Allah menjaga saudara kita  yang masuk ke Ahmadyah segera kembali kepada Agama yang diridhoi Allah, agama nabi Muhammad dan tidak ada nabi setelah nabi Muhammad. Demikianlah jawaban seorang buya dalam menjawab pertanyaan.

Bukan karena agama tertentu tulisan ini dibuat. Pemeluk agama lainpun bisa dikoreksi jika perbuatannya menyimpang. Tulisan ini bertujuan untuk membangun kebaikan bersama, membangun kebersamaan dan persatuan bangsa yang kokoh demi Indonesia maju.

Menurut kelayakan dan nalar yang baik, murtad atau keluar dari agama tertentu kemudian memeluk agama yang lain itu bisa dan biasa. Hal tersebut merupakan hak pribadi seseorang untuk melakukannya. Merupakan hak azasi manusia. Hal ini bisa terjadi karena memilih  memeluk agama tertentu itu diperbolehkan, termasuk Ahmadyah sebenarnya, karena hidup di dunia ini yang paling penting adalah kedamaian. Resiko dari memilih suatu agama atau keyakinan itu bukan datang dari sesama manusia, melainkan merupakan tanggungjawab masing-masing kepada yang maha kuasa. Yang maha kuasa itu adalah Allah, namun banyak pula yang memahaminya bahwa yang maha kuasa itu adalah hukum alam. Hukum alam yang terkait dengan perbuatan manusia adalah hukum karma. Bukan hukumnya kaum pemeluk agama lain. Pilihan untuk memeluk agama atau keyakinan tertentu itu dilakukan berdasarkan kecocokan, dimana kebaikan atau kebenaran agama yang dipilih tersebut masuk di logika yang bersangkutan.

Kenyataannya lebih banyak pemeluk dari agama yang sama yang tidak setuju dengan tindakan hukum memenggal kepala orang murtad yang tidak bisa dinasehati. Katakan saja perbedaan pendapat dalam hal pemenggalan kepala ini bisa terjadi karena adanya perbedan penafsiran dari yang tertulis dalam kitab suci. Apakah Allah itu sadis karena memperbolehkan atau justru menganjurkan manusia untuk memenggal kepala manusia lain? Apakah Allah tidak berkehendak menciptakan suasana damai? Apakah Allah tidak dapat mencegah adanya penggal memenggal kepala? Secara logika dan sunyata, Allah tidak ikut campur dengan urusan tetek-bengek manusia. Sudah ada hukum universal alam semesta yang berlaku dan bekerja secara otomatis, yaitu hukum tabur-tuai, hukum sebab–akibat atau hukum karma. Sudah dilengkapi pula dengan hukum negara. Apalagi? Manusia tinggal menyikapinya saja dengan baik dan benar bekerjanya hukum karma dan hukum negara kalau mau selamat dunia dan selamat adi dunia. Ayolah mennggunakan akal sehat dan paham bahwa agama itu tercipta adalah untuk kebaikan, bukan untuk kerusuhan. Ini yang harus dipedomani. Jangan berbuat sadis. Jangan mabuk agama. Jangan keblinger.

Tadi dikatakan pemimpin agamalah yang berhak memerintah untuk memenggal kepala orang murtad yang tidak bisa dinasehati. Iya, itu bisa terjadi di jaman dulu di luar sana. Di jaman sekarang di Indonesia, pemerintah, hukum atau tepatnya hakimlah yang berhak memutuskan hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seseorang. Warga negara Indonesia tidak boleh main hakim sendiri atas nama agama. Pemeluk agama yang benar tidak akan main hakim sendiri. Jika tidak mau tunduk dengan Undang-undang dan hukum negara yang berlaku, silahkan hengkang ke negara lain.

Orang murtad yang tidak bisa dinasehati atau kalau ada yang menantang mengajak perang, itu menjadi urusan pemerintah, laporkan saja ke polisi jika ada yang seperti itu untuk memperoleh penyelesaian.

Setiap agama memiliki keyakinan sendiri, setiap orang boleh memilih agama yang diyakininya, jadi tidak boleh memaksakan kehendak dan main hakim sendiri.

Sekarang persoalannya justru bagaimana caranya menyadarkan orang-orang beragama yang keblinger. Bagaimana caranya mengeliminir orang-orang yang sakit hati kepada penguasa atau kepada pemerintah agar tidak sakit hati lagi, karena keputusan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang mandat rakyat itu dilakukan berdasarkan ketentuan, atau berdasarkan aturan dan hukum yang berlaku. Penguasa atau pemerintah tidak bisa bertindak sewenang-wenang tanpa aturan yang sudah disepakati bersama dengan DPR sebagai wakil rakyat. Dan juga sekarang ini demi Indonesia maju, bagaimana caranya meniadakan orang-orang yang memanfaatkan orang-orang keblinger untuk tujuan-tujuan politik, untuk tujuan-tujuan ekonomi, untuk tujuan merebut kekuasaan yang sah dengan cara-cara yang tidak sah, untuk tujuan menyelamatkan perbuatan salah tidak mau membayar hutang trilyunan rupiah kepada negara dan lain lain sebagainya.

Demikianlah tulisan ini, semoga dapat dipahami dengan baik sehingga bermanfaat. Marilah kita memberikan contoh mengamalkan ajaran agama dengan mengedepankan akal sehat. Tidak salah bertindak, tidak melanggar hukum, tidak melanggar aturan, tidak melanggar tatakrama, berbudi pekerti baik, sopan dan santun.

Tidak Percaya Apapun

Kalimat berikut ini yang katanya adalah ucapan Guru Agung Tathagata Sakyamuni, sang Bhagava, yaitu :

Tidak Percaya Apa Pun, Di Mana Pun Kamu Membacanya Atau Siapa Pun Yang Telah Mengatakannya, Bahkan Jika Aku Yang Mengatakannya. Kecuali Jika Sesuai Dengan Alasan Dan Akal Sehatmu Sendiri.

Ucapan tadi benar diucapkan oleh sang Bhagava atau tidak?

Banyak yang menyangsikan jika ucapan tersebut persis seperti apa yang pernah diucapkan oleh sang Bhagava, oleh sang Begawan. Banyak yang bertanya sumbernya dari mana, dari sutta yang mana.

Ternyata yang mendekati adalah dari Kalama Sutta; Anguttara Nikaya 4.65 , yang bunyi terjemahannya demikian :

Adalah selayaknya bagi kalian untuk menjadi bingung, O penduduk Kalama, adalah selayaknya bagi kalian untuk menjadi ragu-ragu. Keragu-raguan telah muncul dalam diri kalian sehubungan dengan suatu persoalan yang membingungkan. Marilah, O penduduk Kalama, jangan menuruti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran, pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan, pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian berpikir : Pertapa itu adalah guru kami. Tetapi ketika, penduduk Kalama, kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri : Hal-hal ini adalah tidak bermanfaat; hal-hal ini adalah tercela; hal-hal ini dicela oleh para bijaksana; hal-hal ini jika diterima dan dijalankan akan mengarah menuju bahaya dan penderitaan, maka kalian harus meninggalkannya.

Jadi jelas bahwa kalimat Tidak Percaya Apa Pun dan seterusnya itu tidak sama dengan yang diucapkan oleh Begawan, hanya merupakan kesimpulan belaka atau paraphrase yang salah dari ucapan Sang Begawan. Kesimpulan tersebut salah satunya ditulis oleh seorang libertarian bernama John Galt dalam bukunya yang berjudul Dreams Come Due. 

Kalama Sutta itu menunjukkan ajaran yang bebas dari fanatisme, keyakinan membuta, dogmatisme, dan intoleransi. Sutta ini berisi tentang penerapan sikap ehipassiko seperti yang diajarkan sang Begawan di dalam menerima ajaranNya. Sang Begawan dalam sutta ini mengajarkan untuk "datang dan buktikan" ajaranNya, bukan "datang dan percaya".

Kalama Sutta memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pencari kebenaran dan berisikan standar yang digunakan untuk menilai segala sesuatu. Kalama Sutta merupakan kerangka dasar Dhamma. Sang Begawan menasehati orang-orang suku Kalama untuk meninggalkan hal-hal yang mereka ketahui sendiri adalah hal-hal buruk, dan mengambil hal-hal yang mereka ketahui sendiri adalah hal-hal baik.

Untuk memastikan seperti yang diucapkan sang Begawan dalam Kalama Sutta diatas mengenai hal-hal yang tidak bermanfaat; hal-hal yang tercela; hal-hal yang dicela oleh para bijaksana; hal-hal yang jika diterima dan dijalankan akan mengarah menuju bahaya dan penderitaan, maka yang harus dilakukan adalah memastikan apakah ajaran yang disampaikan oleh para guru spiritual kepada suku Kalama itu mengandung unsur keserakahan, kebencian dan kebodohan batin atau tidak? Mengarah kepada pembunuhan, pencurian, perzinahan, kebohongan dan mabuk-mabukan atau tidak? Kalau iya, atau salah satu saja yang mengarah ke hal tersebut maka jangan percaya dengan ajaran tersebut dan tinggalkan.

Jadi kata-kata “Sesuai Dengan Alasan Dan Akal Sehatmu Sendiri” itu jika dipedomani maka perilaku yang terjadi belum tentu benar dan belum tentu baik, ajaran yang “Sesuai Dengan Alasan Dan Akal Sehat Sendiri” itu belum tentu ajaran yang benar, ajaran yang benar adalah merupakan hal-hal yang bermanfaat; hal-hal yang tidak tercela; hal-hal yang tidak dicela oleh para bijaksana; hal-hal yang jika diterima dan dijalankan akan mengarah pada kesejahteraan & kebahagiaan jangka panjang. Jika ajarannya seperti itu maka Anda harus masuk & tinggal di dalamnya.

Demikianlah bahasan singkat mengenai kesimpulan atau yang dianggap sebagai paraphrase dari kalama sutta yang berbunyi :

Tidak Percaya Apa Pun, Di Mana Pun Kamu Membacanya Atau Siapa Pun Yang Telah Mengatakannya, Bahkan Jika Aku Yang Mengatakannya. Kecuali Jika Sesuai Dengan Alasan Dan Akal Sehatmu Sendiri.

Ternyata yang dianggap sebagai paraphrase dari Kalama Sutta yang diatas itu salah, karena jika dipedomani maka hasilnya belum tentu sama dengan yang dimaksudkan dalam Kalama Sutta.

Ketidakmelekatan dan Ketidakperdulian

Berikut ini adalah uraian mengenai Ketidakmelekatan dan Ketidakperdulian yang sebagian besar materinya dikutip dari uraian bhante Uttamo Mahatera.

Bagaimana membedakan antara ketidakmelekatan pada suatu hal atau pada suatu objek dengan ketidakpedulian atau sikap yang acuh tak acuh ? Apakah keduanya hal yang sama ?

Bagaimanakah jika latihan untuk mencapai ketidakmelekatan itu dengan menggunakan prinsip "Kalau dapat OK, kalau tidak dapat tidak apa-apa", artinya dalam mengerjakan suatu hal kalau tidak berhasil tidak apa-apa, yang penting telah berusaha, kalau berhasil itu lebih baik.

Penjelasannya adalah demikian. Ketidakmelekatan itu sangat baik jika dimiliki oleh setiap orang, dimiliki oleh setiap pemeluk agama apapun itu, karena dengan ketidakmelekatan seseorang akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela, misal menjadi seseorang yang serakah dan pembenci.

Ketidakmelekatan dan ketidakpedulian adalah dua hal yang sangat berbeda. Perbedaan kedua kondisi tersebut dapat digambarkan dengan dua gelas. Ketidakmelekatan seperti gelas yang terisi penuh dengan air bening sehingga dari kejauhan gelas tersebut nampak kosong. Padahal gelas tersebut berisi air jernih dan sangat bermanfaat untuk mengatasi rasa haus bagi si pemilik gelas. Sedangkan ketidakpedulian itu seperti gelas yang memang kosong tanpa isi sama sekali. Tidak bermanfaat untuk mengatasi rasa haus. Kedua gelas tersebut dari kejauhan tampak sama, serupa. Perbedaan di antara kedua gelas baru dapat diketahui dari jarak dekat.

Demikian pula perbedaan antara ketidakmelekatan dan ketidakpedulian. Sepintas dari luar kedua kondisi tersebut nampak serupa. Namun apabila memperhatikan dasar pemikiran yang terjadi dalam diri masing-masing orang yang memiliki sikap tersebut kiranya akan nampak jelas perbedaan di antara keduanya. Ketidakmelekatan menjadikan seseorang selalu siap menghadapi segala kenyataan yang mungkin bertentangan dengan harapan yang dimiliki. Ia mudah menyesuaikan diri dengan kenyataan yang dihadapi saat ini. Ia menjadikan kenyataan saat ini sebagai pelajaran. Kenyataan yang baik menjadi pelajaran untuk ditingkatkan di masa depan. Sebaliknya kenyataan yang buruk menjadi pelajaran untuk diperbaiki di masa depan. Dengan demikian orang yang memiliki prinsip hidup "tidak melekat" akan selalu mendapatkan kemajuan di setiap pengalaman hidupnya.

Sedangkan ketidakpedulian menjadikan seseorang tidak peduli dengan pengalaman apapun yang terjadi pada diri sendiri maupun pada orang lain. Ia bahkan cenderung mengulang kesalahan yang sama yang pernah ia lakukan. Ia tidak berusaha meningkatkan kebahagiaan yang pernah dialami. Ia tidak peduli dengan kemajuan diri sendiri maupun lingkungan tempat ia tinggal. Sikap ini tentunya sangat merugikan semua fihak.

Berlatih ketidakmelekatan haruslah dibarengi dengan pengertian yang benar agar menghindarkan seseorang terjerumus dalam sikap ketidakpedulian. Dengan demikian sikap mengutamakan usaha tanpa memperhatikan hasil akhir hendaknya dibarengi dengan upaya belajar dari pengalaman. Artinya seseorang harus tetap memperhatikan hasil yang dicapai dari suatu usaha. Seseorang hendaknya mencari penyebab hasil yang baik maupun yang buruk atas usaha yang telah dilakukan agar dapat dijadikan pelajaran dalam usaha selanjutnya. Penyebab hasil baik haruslah ditingkatkan agar di masa depan usaha yang dilakukan memberikan hasil yang lebih maksimal. Sedangkan penyebab hasil yang tidak baik haruslah dihindari dalam usaha berikutnya. Tindakan menjadikan pengalaman sebagai pelajaran untuk memperbaiki usaha yang dilakukan saat ini tersebut adalah tindak nyata sikap ketidakmelekatan. Menyikapi berbagai suka duka kehidupan dengan cara seperti inilah yang memperbesar kondisi seseorang dapat mencapai kemajuan serta terhindar dari kemunduran dalam setiap usaha yang dilakukan.

Minggu, 03 Oktober 2021

Jalan Menuju Nirwana

Nirwana adalah bahasa Sanskerta, bahasa Pali nya adalah Nibbana. Untuk merealisasi Nibbana itu jalan yang arus dilalui atau tepatnya dilaksanakan, yaitu dipraktekkan dengan baik, benar, tekun & berkesinambungan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (JMB-8). JMB-8 itu isinya sangat luas sekali jika diurai sampai terang benderang, diurai sampai hal-hal yang terkecil, sampai dalam, sampai pemahamannya lengkap & sempurna sesuai dengan pengertian Abhidhamma. Jangankan 8 unsur, setiap unsurnyapun jika dipelajari sesuai dengan pengertian Abhidhamma, maka unsur-unsur tersebut mengandung banyak sekali ajaran spiritual yang murni atau mengadung pengertian kesunyataan yang sangat luas sekali. 

Oleh karena itu tulisan ini tidak akan membahas semua unsur. Hanya akan menyinggung sedikit saja tentang suatu hal yang terkait dengan unsur yang kedelapan, yaitu Konsentrasi, kesadaran atau meditasi Benar. Setiap unsur dari JMB-8 itu memang saling terkait satu sama lain, tidak bisa dipisahkan. Untuk paham & kalau ingin mempraktekkan unsur yang kedelapan, yaitu Konsentrasi Benar atau Meditasi Yang Benar tentu tidak terlepas dari unsur yang ke tujuh, yaitu perhatian atau perenungan benar. Unsur yang ketujuh ini juga tidak bisa lepas dari unsur yang keenam yaitu daya upaya benar, begitu seterusnya.

Jadi sekali lagi untuk bisa merealisasi Nibbana atau mencapai penerangan sempurna itu jalannya adalah JMB-8, dimana unsur yang kedelapan adalah yang terpenting, yaitu tidak lain & tidak bukan harus berlatih meditasi, yaitu meditasi Samatha dan atau meditasi Vipassana hingga mencapai hasil tertinggi, yaitu mencapai penerangan sempurna atau enlightened, tercerahkan. Kalau langsung berlatih meditasi Vipassana itu akan lebih sulit memperoleh hasil dibanding berlatih Meditasi Samatha terlebih dahulu.

Persoalannya sekarang tidak semua orang mempunyai kesempatan berlatih meditasi, karena tidak berjodoh. Ada beberapa hal yang merupakan penyebabnya, antara lain yaitu : 

1. Bertempat tinggal jauh dari Vihara, 

2. berada dalam keluarga dan atau lingkungan yang belum mengenal Dhamma. 

Jika mengalami kedua hal tersebut, maka dapat dikatakan belum berjodoh dalam hal dapat menyusuri jalan yang menuju ke Nibbana.

Akan tetapi meskipun sangat berat & sulit, karena tidak berjodoh, yang dapat dilakukan adalah berusaha keras dalam upaya bisa berlatih meditasi dengan situasi & kondisi yang tidak berjodoh tersebut. Misalnya pandai-pandai mengambil waktu untuk berlatih meditasi, seberapa lama waktu yang dipunyainya meski hanya beberapa menit itu sangat bermanfaat dibanding tidak sama sekali, dan usahakan dapat melakukannya secara rutin dengan waktu yang tetap misalnya 2 kali sehari pagi & petang. Sebaiag tambahan informasi, meditasi itu bisa dilakukan dimanapun & disaat apapun, misal disaat kita sedang bekerja, disaat kita sedang makan dan lain-lain. kita bisa melakukan meditasi, yaitu bekerja, makan dan lain-lain dilakukan dengan konsentrasi, atau tepatnya dilakukan dengan kesadaran penuh, usahakan selalu pikiran kita tidak kemana-mana, hanya menyadari, mengamati & memperhatikan secara penuh apa yang sedang kita lakukan. Maka lama-kelamaan akan menghasilkan hati & pikiran kita yang jernih, yang benar, yang bijaksanan, yang tidak kotor, yang tidak serakah & yang tidak membenci. Selain hal-hal tersebut, maka yang kita kejakan tersebut hasilnya akan baik, lebih sempurna, tidak memiliki kesalahan. 

Mengenai teori-teori mediatasi atau ajaran meditasi itu, dan juga pengetahuan Dhamma; sangat banyak sekali yang bisa dipelajari dari banyaknya video-video yang ada di YouTube di Internet. Tentang hal ini buat orang-orang sekarang yang berada dalam keluarga atau lingkungan yang belum mengenal Dhamma, atau bertempat tinggal jauh dari Vihara, dapat dikatakan lebih beruntung dibanding generasi sebelumnya, karena sekarang ini dengan kemajuan teknologi informasi yang sudah memadai, maka semua informasi tentang apapun itu termasuk pengetahuan Dhamma & ajaran meditasi bisa diperoleh dengan mudah dari Internet, yaitu dari YouTube & yang lainnya.

Yang mau dikatakan disini sebenarnya adalah, asal kita tahu apa yang bisa kita lakukan karena semua informasi bisa dengan mudah kita peroleh dari dunia internet, dalam kondisi yang tidak berjodoh tersebut, maka lakukanlah dengan penuh semangat apa yang ingin kita lakukan yaitu berlatih meditasi dalam upaya menapaki jalan menuju ke Nibbana. Jadi dalam hal ini yang penting adalah usahanya, prosesnya, bukan lagi berjodoh atau tidak berjodoh. Mengapa demikian? Karena apapun kebaikan yang kita perbuat akan berdampak di kemudian hari. Dalam hal ini kita telah berbuat mengumpulkan parami untuk kehidupan mendatang, meski sekecil apapun parami yang kita kumpulkan tersebut, pasti akan membuahkan hasil yang baik di kemudian hari, di kehidupan mendatang. Mungkin di kehidupan mendatang kita sudah berjodoh dengan pengetahuan Dhamma & meditasi. Mungkin akan menjadi seorang rahib, sehingga Nibbana menjadi semakin dekat.