Translate

Senin, 04 Oktober 2021

Perlakuan untuk orang Murtad

Tulisan ini dimaksudkan menyampaikan pendapat perihal tindakan yang dipilih buat orang yang murtad. Dalam salah satu videonya saat menjawab pertanyaan, seorang buya mengatakan bahwa hukuman buat orang yang murtad dari Islam, yang masuk ke Ahmadyah, maka hukumnya harus dibunuh kalau tidak mau tobat, mayatnya dikubur di tempat orang kafir, tidak boleh ditempatnya kaum muslimin. Yang murtad diingatkan dulu, dinasehati, diminta untuk bertobat kembali ke Islam, kalau mau kembali selesai, kalau tidak mau  kembali diupayakan dulu, janganlah yang murtad malah mengangkat pedang mengajak perang. Yang boleh menyuruh orang memenggal kepala orang murtad adalah Imam, pemimpin Islam. Ada aturan, ada prosedurnya, bukan sembarang penggal kepala. Tidak boleh sembarang orang menuduh kafir, menuduh murtad kemudian membunuh. Apalagi kepada orang Islam yang awam yang murtad, mereka harus dinasehati terlebih dahulu oleh seorang ustadz, diminta untuk bertobat. Sungguh sangat salah kalau ada sekelompok orang yang mengatas namakan Islam, mengaku pejuang dan tiba-tiba kalau tidak cocok sama orang, menganggap murtad, langsung ngebom, itu tidak benar. Islam tidak semacam itu. Orang Islam dibunuh oleh orang Islam dengan alasan murtad, telah menjalankan bukan hukum Allah, maka presidenpun harus dibunuh, bupati dibunuh. Tidak begitu aturan Islam. Islam adalah indah. Diminta bertobat, dinasehati, diingatkan, kalau orang  Ahmadyah tetap semacam itu, tidak mau bertobat maka boleh dihukum, yang menghukum bukan anda tapi petugas dari pemerintah, bukan sembarang orang, kalau sembarang orang nanti terjadi bunuh-bunuhan. Buya melanjutkan uraiannya semoga Allah menjaga saudara kita  yang masuk ke Ahmadyah segera kembali kepada Agama yang diridhoi Allah, agama nabi Muhammad dan tidak ada nabi setelah nabi Muhammad. Demikianlah jawaban seorang buya dalam menjawab pertanyaan.

Bukan karena agama tertentu tulisan ini dibuat. Pemeluk agama lainpun bisa dikoreksi jika perbuatannya menyimpang. Tulisan ini bertujuan untuk membangun kebaikan bersama, membangun kebersamaan dan persatuan bangsa yang kokoh demi Indonesia maju.

Menurut kelayakan dan nalar yang baik, murtad atau keluar dari agama tertentu kemudian memeluk agama yang lain itu bisa dan biasa. Hal tersebut merupakan hak pribadi seseorang untuk melakukannya. Merupakan hak azasi manusia. Hal ini bisa terjadi karena memilih  memeluk agama tertentu itu diperbolehkan, termasuk Ahmadyah sebenarnya, karena hidup di dunia ini yang paling penting adalah kedamaian. Resiko dari memilih suatu agama atau keyakinan itu bukan datang dari sesama manusia, melainkan merupakan tanggungjawab masing-masing kepada yang maha kuasa. Yang maha kuasa itu adalah Allah, namun banyak pula yang memahaminya bahwa yang maha kuasa itu adalah hukum alam. Hukum alam yang terkait dengan perbuatan manusia adalah hukum karma. Bukan hukumnya kaum pemeluk agama lain. Pilihan untuk memeluk agama atau keyakinan tertentu itu dilakukan berdasarkan kecocokan, dimana kebaikan atau kebenaran agama yang dipilih tersebut masuk di logika yang bersangkutan.

Kenyataannya lebih banyak pemeluk dari agama yang sama yang tidak setuju dengan tindakan hukum memenggal kepala orang murtad yang tidak bisa dinasehati. Katakan saja perbedaan pendapat dalam hal pemenggalan kepala ini bisa terjadi karena adanya perbedan penafsiran dari yang tertulis dalam kitab suci. Apakah Allah itu sadis karena memperbolehkan atau justru menganjurkan manusia untuk memenggal kepala manusia lain? Apakah Allah tidak berkehendak menciptakan suasana damai? Apakah Allah tidak dapat mencegah adanya penggal memenggal kepala? Secara logika dan sunyata, Allah tidak ikut campur dengan urusan tetek-bengek manusia. Sudah ada hukum universal alam semesta yang berlaku dan bekerja secara otomatis, yaitu hukum tabur-tuai, hukum sebab–akibat atau hukum karma. Sudah dilengkapi pula dengan hukum negara. Apalagi? Manusia tinggal menyikapinya saja dengan baik dan benar bekerjanya hukum karma dan hukum negara kalau mau selamat dunia dan selamat adi dunia. Ayolah mennggunakan akal sehat dan paham bahwa agama itu tercipta adalah untuk kebaikan, bukan untuk kerusuhan. Ini yang harus dipedomani. Jangan berbuat sadis. Jangan mabuk agama. Jangan keblinger.

Tadi dikatakan pemimpin agamalah yang berhak memerintah untuk memenggal kepala orang murtad yang tidak bisa dinasehati. Iya, itu bisa terjadi di jaman dulu di luar sana. Di jaman sekarang di Indonesia, pemerintah, hukum atau tepatnya hakimlah yang berhak memutuskan hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seseorang. Warga negara Indonesia tidak boleh main hakim sendiri atas nama agama. Pemeluk agama yang benar tidak akan main hakim sendiri. Jika tidak mau tunduk dengan Undang-undang dan hukum negara yang berlaku, silahkan hengkang ke negara lain.

Orang murtad yang tidak bisa dinasehati atau kalau ada yang menantang mengajak perang, itu menjadi urusan pemerintah, laporkan saja ke polisi jika ada yang seperti itu untuk memperoleh penyelesaian.

Setiap agama memiliki keyakinan sendiri, setiap orang boleh memilih agama yang diyakininya, jadi tidak boleh memaksakan kehendak dan main hakim sendiri.

Sekarang persoalannya justru bagaimana caranya menyadarkan orang-orang beragama yang keblinger. Bagaimana caranya mengeliminir orang-orang yang sakit hati kepada penguasa atau kepada pemerintah agar tidak sakit hati lagi, karena keputusan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang mandat rakyat itu dilakukan berdasarkan ketentuan, atau berdasarkan aturan dan hukum yang berlaku. Penguasa atau pemerintah tidak bisa bertindak sewenang-wenang tanpa aturan yang sudah disepakati bersama dengan DPR sebagai wakil rakyat. Dan juga sekarang ini demi Indonesia maju, bagaimana caranya meniadakan orang-orang yang memanfaatkan orang-orang keblinger untuk tujuan-tujuan politik, untuk tujuan-tujuan ekonomi, untuk tujuan merebut kekuasaan yang sah dengan cara-cara yang tidak sah, untuk tujuan menyelamatkan perbuatan salah tidak mau membayar hutang trilyunan rupiah kepada negara dan lain lain sebagainya.

Demikianlah tulisan ini, semoga dapat dipahami dengan baik sehingga bermanfaat. Marilah kita memberikan contoh mengamalkan ajaran agama dengan mengedepankan akal sehat. Tidak salah bertindak, tidak melanggar hukum, tidak melanggar aturan, tidak melanggar tatakrama, berbudi pekerti baik, sopan dan santun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar