Translate

Selasa, 05 Oktober 2021

Awal Samsara Tidak Bisa Ditemukan

Sebelum lanjut perlu di review kembali disini bahwa, Samsara adalah keadaan menderita yang dialami oleh semua makhluk dalam menjalani rentetan kehidupannya di berbagai alam kehidupan ketika lahir, mati, lahir dan mati kembali secara terus-menerus di berbagai alam kehidupan. Penderitaan itu sendiri bisa dirasakan karena segala sesuatu itu selalu berubah, kebahagiaan akan berubah menjadi penderitaan dan sebaliknya.  

Berikut adalah kutipan penjelasan Guru Agung Tathagata di Savatthi mengenai bumi dan kehidupan kita, sebagai berikut : 

Para Bhikkhu, Samsara ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh mahluk-mahluk yang berkelana dan mengembara karena terhalangi oleh delusi dan terbelenggu oleh keinginan. Air mata yang telah kalian teteskan ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan, ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya (SN 15.3)

Samsara atau lingkaran kelahiran dan kematian adalah tanpa awal yang dapat ditemukan, dengan kata lain kehidupan ini sudah berlangsung sangat lama sekali. Tiap-tiap dari kita sudah hidup di alam semesta ini untuk jangka waktu yang panjang sekali.

Tathagata menggunakan dimensi waktu yang disebut 'kappa' atau kalpa untuk menjelaskan satu rentang waktu yang sangat panjang, yang mungkin jika memakai standar angka sekarang ini setara dengan bermiliar atau bahkan bertriliun-triliun tahun.

Kehidupan kita kali ini bukan kehidupan yang pertama. Sudah banyak sekali kehidupan yang sudah kita jalani. Kita terus menerus berputar-putar lahir, meninggal dunia, lahir lagi, meninggal dunia lagi, lahir lagi, meninggal dunia lagi demikian seterusnya hingga hari ini. Selama belum bisa menyelesaikan pelajaran kita, yaitu menghancur-leburkan kilesa atau kotoran batin, maka kita masih akan terus terlahir lagi. Tidak hanya semata-mata terlahir lagi tetapi perbuatan atau karma karma kita bahkan akan memperpanjang kehidupan, menambah jumlah kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, samsara ini bisa jadi tanpa akhir. Apabila kita tidak berjuang untuk menghancurkan kilesa, maka kehidupan dan penderitaan ini bisa jadi tanpa akhir!

Sebagai praktisi Dhamma, seharusnya kita memahami ciri penderitaan yang ada di dalam samsara. Dalam salah satu Sutta, Tathagata bertanya kepada muridNya, Apakah tubuh jasmani ini kekal atau tidak kekal? Kemudian para murid menjawab: Tidak kekal Bhante. Selanjutnya, apapun yang tidak kekal itu penderitaan atau kebahagiaan? Para murid menjawab: Penderitaan Bhante. Jadi, kita memahami penderitaan atau dukkha muncul karena segala sesuatu terus berubah, memiliki sifat muncul dan lenyap. Tathagata tidak menolak adanya kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi kebahagiaan yang kita alami juga masuk dalam kategori dukkha, karena kebahagiaan tersebut cepat atau lambat akan lenyap, seiring dengan lenyapnya kebahagiaan maka penderitaan pun muncul.

Bila seseorang merasa bahagia saat ini dan menginginkan kebahagiaan ini tidak lepas dari dirinya, lalu apa yang akan dia lakukan? Dia akan mengeluarkan segala upaya untuk mempertahankan kebahagiaan tersebut. Saat melakukan upaya tersebut, penderitaan akan timbul sebagai efek dari batinnya yang selalu terganggu dan terguncang. Kalau kita merenungkan hal ini maka akan terlihat betapa didalam kehidupan ini terdapat banyak sekali penderitaan.

Berkali-kali kita mendengar ramalan tentang kiamat. Akan tetapi menurut Buddhisme atau menurut ajaran Dhamma, tidak ada kiamat dalam arti sebagai akhir dari segala kehidupan. Selama kita berlum tercerahkan maka kehidupan akan terus berputar. Kiamat menurut Buddhisme hanyalah kehancuran sementara dari alam semesta ini. Kehancuran tersebut adalah awal terbentuknya lagi alam semesta yang baru. Pada saat alam semesta tersebut siap untuk di tempati lagi, maka makhluk akan masuk dan hidup kembali di alam alam tersebut.

Kehancuran alam semesta menurut Buddhisme, baru akan terjadi kalau ajaran Dhamma dari Buddha Gotama lenyap, untuk jangka waktu yang lama tidak akan ada ajaran Dhamma hingga akhirnya muncullah ajaran Dhamma oleh Buddha Metteyya. Dan setelah jangka waktu yang lama juga, ajaran Dhamma oleh Buddha Metteyya juga lenyap. Setelah kelenyapannya maka terjadilah kehancuran alam semesta. Alam semesta berevolusi dan kemudian terbentuk lagi. Memang ajaran Dhamma harus lenyap. Kita harus berlapang dada dengan kenyataan bahwa agama Buddha harus lenyap suatu hari nanti. Pemahaman seperti ini sangat indah karena membuat kita tidak melekat lagi terhadap Ajaran Buddha yang berupa ajaran Dhamma itu, dan sebaliknya akan memanfaatkan waktu yang ada untuk berjuang merealisasi Empat Kebenaran Mulia yang diajarkanNya.

Kembali lagi, awal dari kehidupan kita ini sudah tidak bisa ditemukan lagi. Kenyataan ini hanya bisa terlihat oleh mereka yang bermeditasi. Sementara itu disepanjang kehidupan batin kita bergerak dengan cepat sekali. Di dalam teks dikatakan bahwa di dalam satu jentikan jari, batin kita muncul hancur, muncul hancur bermiliar miliar kali. Cepat sekali. Dan sekarang ilmuwan juga menemukan fakta bahwa tubuh kita dalam satu detik diproduksi dan juga hancur dalam kecepatan yang tinggi sekali, sepersekian miliar detik. Mereka sampai hari ini hanya bisa menemukan fakta yang bersifat mental atau non materi yang disebut sebagai batin. Hanya Buddha atau Guru Agung Tathagata yang bisa menemukannya dan kemudian mengajarkannya kepada para muridNya.

Bayangkan apabila di dalam satu jentikan jari saja bermiliar-miliar kesadaran muncul dan lenyap maka hal ini juga berarti ketika seseorang melakukan karma, di dalam satu detik saja, biji karma yang dia tanam di arus kesadaran juga sudah bermiliar miliar banyaknya. Oleh karena bisa tercipta dalam waktu yang sangat cepat seperti itu, sementara kehidupan kita ini sudah tanpa awal, maka inilah mengapa kombinasi karma yang telah diciptakan oleh setiap mahluk berbeda-beda. Dengan demikian sekarang makin mudah dipahami mengapa kita semua berbeda-beda.

Para Bhikkhu, Kata Tathagata, kata Buddha, Aku tidak melihat kelompok mahluk hidup lain yang begitu beragam seperti kelompok mahluk di alam binatang. Species binatang yang ada di dunia ini tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi 2.600 tahun yang lalu Tathagata mengatakan bahwa keragaman mahluk-mahluk di alam binatang tersebut dibuat oleh pikiran mereka sendiri. Dulu mungkin mereka adalah manusia juga dan saat ini menjadi binatang, besok menjadi manusia lagi karena memang kehidupan ini berputar-putar. Namun, pikiran bahkan jauh lebih beragam dari mahluk-mahluk di alam binatang. Mengapa? Karena pikiran tidak hanya bisa membentuk binatang binatang tadi tetapi pikiran juga bisa membentuk mahluk yang terlahir sebagai manusia, sebagai dewa, sebagai brahma dan sebagainya. Di karenakan oleh pikiran inilah maka masing-masing mahluk yang ada di alam semesta, di berbagai sistem tata dunia atau sistem cakkavala, di 31 alam kehidupan itu mempunyai kehidupan yang berbeda-beda. Jadi, yang membuat semua perbedaan ini, sekali lagi, adalah Karma.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar