Translate

Senin, 15 September 2025

Selasa, 09 September 2025

TIDAK MENGELOLA KEHIDUPAN BERDASARKAN PIKIRAN SENDIRI

💫🔆 Seseorang hendaknya tidak mengelola kehidupan berdasarkan pikiran sendiri, karena apa yang menurut pikiran sendiri itu benar belum tentu benar menurut Buddha. Buddha yang telah datang dan pergi dengan baik menuju ke semua tempat tujuan kelahiran manusia setelah meninggal dunia, Beliau mengetahui dengan jelas sesuai realitas praktek yang Beliau lakukan. Oleh karena itu Budha juga mengetahui dengan jelas perilaku-perilaku atau perbuatan-perbuatan yang bagaimana yang dapat mengantar ke tempat kelahiran yang baru seseorang setelah meneinggal dunia. Ini adalah bagus, sebagai umat Buddha maka kita semakin paham. Bahwa kita hendaknya tidak mengelola kehidupan ini berdasarkan pikiran sendiri, karena apa yang menurut kita benar belum tentu benar menurut Buddha. Apa yang menurut kita salah belum tentu salah menurut Budha. Buddha memahami Karma-karma tertentu yang bisa menghasilkan kelahiran di salah satu dari 31 alam kehidupan yang ada. Kalau tidak diberitahu Buddha kita tidak tahu. Saat ini kita mengerti karena kita belajar Tipitaka. Coba bayangkan apabila kita tidak belajar dari Tipitaka, memangnya kita paham Karma-karma mana yang mengantarkan kita menuju ke alam kehidupan mana nanti setelah kita meninggal dunia? Mereka yang berada di luar Buddhism atau tepatnya mereka yang tidak mempelajari ajaran Dhamma akan tidak paham Karma-karma mana yang dapat mengantar ke kelahiran kembali di Neraka, Karma-karma mana yang dapat mengantar ke kelahiran di alam Binatang, alam Manusia, Surga, Brahma, dan Karma-karma mana yang bisa membuat seseorang bisa keluar dari alam kehidupan ini. Mereka tidak akan tahu. Dan kita saat ini tahu karena ada Buddha, ajarannya masih eksis dengan baik hingga sekarang. Itulah mengapa kita jangan mengelola kehidupan berdasarkan pikiran-pikiran kita sendiri.


Banyak Sutta dan Liturgi Buddhis yang lain yang menunjukkan Karma-karma mana sebagai penyebab kelahiran kembali di alam yang mana, ke alam Bahagia atau ke alam Penderitaan. Setidaknya ada 3 sumber yang menyampaikan Karma beserta buahnya, sbb : 

1. Atthakatha - Dhammapada, syair 176 : Menyebutkan bhwa Ciñcamāṇavikā yang memfitnah Sang Buddha tidak lama kemudian terperosok masuk ke Neraka Avici.

2. Aṅguttara Nikāya 5,129 menyebutkan : Ada 5 luka yang tidak dapat disembuhkan mengarah menuju  neraka (Avici), yaitu : membunuh ibu (Ajātasattu); membunuh ayah (Ajātasattu); membunuh seorang Arahant; melukai Tathāgata (Devadatta); dan memecah belah Saṅgha (Devadatta).

3. Majjhima Nikāya 130 menyebutkan : Perilaku baik (tubuh, ucapan, pikiran) karena memiliki pandangan benar dan tidak mencela para mulia, maka ybs. akan terlahir di alam bahagia : alam Surga atau alam Manusia. Perilaku buruk (tubuh, ucapan, pikiran) karena memiliki pandangan salah dan mencela para mulia, maka ybs. akan terlahir di alam sengsara : alam peta / hantu kelaparan, alam binatang, alam asyura atau bahkan alam neraka 🪷✨

Kamis, 28 Agustus 2025

MEDITASI VIPASSANA

"Vipassana" berarti wawasan jernih tentang karakteristik sejati tubuh dan pikiran. Vipassana bhavana (meditasi wawasan) terkadang disebut meditasi kesadaran. Teknik vipassana menggunakan kesadaran untuk mencatat setiap detail pengalaman mental dan fisik kita dari waktu ke waktu, dengan sikap yang tidak memihak. Dengan mempraktikkan meditasi kesadaran, kita dapat melihat dan benar-benar menghilangkan penyebab penderitaan, yang ada di dalam diri kita sendiri.

Memusatkan perhatian yang tidak memihak pada saat ini adalah ciri khas vipassana. Ada kesadaran dan penerimaan atas apa pun yang terjadi saat ini, tanpa menghakimi atau menambahkan apa pun. Kita melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bebas dari asosiasi subjektif. Latihan vipassana yang sistematis pada akhirnya akan menghilangkan penyebab rasa sakit mental dan fisik, memurnikan pikiran, dan menghasilkan kebahagiaan yang stabil yang tidak terpengaruh oleh suasana hati atau keadaan eksternal.

Meditasi vipassana berasal dari tradisi Buddhisme Theravada. (Mazhab Theravada didasarkan pada sekelompok teks yang disebut "Kanon Pali," yang secara luas dianggap sebagai catatan tertua ajaran Buddha yang masih ada). Namun, Anda tidak harus beragama Buddha untuk mempraktikkan vipassana atau mendapatkan manfaat dari pengembangan kesadaran. Vipassana bukanlah sebuah agama. Vipassana adalah teknik sederhana dan lembut yang cocok untuk pria dan wanita dari segala usia, ras, atau keyakinan.

Sabtu, 09 Agustus 2025

“Asevanā ca bālānaṁ, etammaṅgalamuttamaṁ” (tak bergaul dengan orang dungu, itulah berkah utama)

Makna Buddhasubhasita diatas adalah pedoman untuk pembelajaran dan praktik lebih lanjut dari ajaran Sang Buddha.

Yang dimaksud dengan “Orang Dungu (Bāla)” adalah : orang yang tidak bisa membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang merugikan, secara moral dan spiritual.


Yang dimaksud “Tak bergaul” adalah : tidak menjalin hubungan akrab, tidak tinggal bersama, dan tidak mengikuti.

Yang dimaksud dengan “Berkah Utama” adalah : kualitas dan tindakan yang benar-benar membawa keselamatan batin, menghindarkan dari penderitaan, dan membimbing menuju Nibbāna.”

Tak bergaul dengan orang dungu itu bukan berati membenci, melainkan menjaga jarak batin dan kedekatan sosial agar tidak ikut terseret dalam kebodohan dan perbuatan buruk. Agar tidak binasa seperti seekor ikan busuk yang mencemari sekendi air bersih. Hal ini sesuai dengan sabda Sang Budhha yang terdapat dalam Kitab Suci Dhammapada - Syair 61, sebagai berikut :

"Carañ ce nādhigaccheyya, seyyaṁ sadisamattano, ekacariyaṁ daḷhaṁ kayirā, natthi bāle sahāyatā" = Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik, atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri, janganlah bergaul dengan orang bodoh.

 

Kalimat Subhasita ini memiliki makna bahwa dalam menjalani kehidupan ini, kita cenderung ingin memiliki teman, pasangan, dan juga komunitas. Tapi Sang Buddha mendorong kita untuk tidak sembarangan memilih teman dan bergaul dengannya. Sang Buddha mengajarkan bahwa pergaulan yang salah (Pāpamitta) dapat menghancurkan kebajikan, menumbuhkan pandangan salah, dan dapat menjerumuskan terlahir di alam menderita. Sebaliknya, pergaulan dengan sahabat yang bajik (Kalyāṇamitta) adalah akar dari pertumbuhan spiritual. Akan tetapi, jika tidak ada sahabat semacam itu, lebih baik hidup sendiri, kuat dan teguh, daripada disesatkan oleh kebodohan orang dungu.

 

Kesimpulannya, jika kita bergaul dengan orang yang salah, dimana jaman sekarang semakin banyak orang memiliki perilaku jauh dari ajaran Dhamma, kita dapat terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat. Sekarang ini banyak orang yang memiliki sifat hedonis, suka bergosip, mencela, gaya hidup tidak selaras dengan Sila & Samādhi, dlsb. ditambah lagi adanya media sosial yang dapat memperkuat pandangan salah. Oleh karena itu menjaga jarak dari kebodohan adalah berkah utama sebagimana dinyatakan dalam Buddhasasana Subhasita di awal :

 

“Asevanā ca bālānaṁ, etammaṅgalamuttamaṁ” = Tak bergaul dengan orang dungu, itulah Berkah Utama.

Demikian uraian dan penjelasan yang disampaikan, semoga semua makhluk berbahagia.

~ oOo ~

Jumat, 08 Agustus 2025

KEINGINAN KARMA DAN JALAN TENGAH

Penyebab penderitaan adalah Tanha (Kegandrungan), yaitu kemelekatan atau keinginan penuh dengan hawa nafsu. Akar dari Tanha ini adalah Loba (keserakahan), Dosa (Kebencian) dan Moha (kebodohan batin). Contohnya adalah keinginan untuk selalu bisa menikmati kesenangan inderawi yang kenyataannya tidak selalu mudah untuk diperoleh, dan ini menimbulkan penderitaan. Seperti misalnya ingin cepat kaya, cepat tenar, cepat berkuasa, dsb. Selain itu karena segala sesuatu itu setiap saat berubah, maka kebahagiaan iderawi / duniawi itu bisa berubah menjadi kebosanan (penderitaan).

Akan tetapi tidak semua Keinginan (Chanda) itu buruk, contohnya adalah Kusala Chanda (keinginan berbuat baik) itu baik adanya, seperti keinginan untuk berlatih Dhamma, berlatih Meditasi (Mengembangkan batin), ingin Berdana, ingin membantu sesama, atau bahkan ingin mencapai Pembebasan (bebas dari penderitaan, merealisasi Nibbana). Kusala Chanda itu bukan berasal dari Kebodohan (Moha), Kebencian (Dosa), atau Keserakahan (Lobha). Apakah Chanda (keinginan baik) itu tetap Karma? Ya, semua kehendak adalah Karma. Tetapi Karma dari Kusala Chanda akan menghasilkan buah Karma yang baik, yaitu kebahagiaan karena berasal dari akar yang baik (Alobha / tanpa Keserakahan, Adosa / tanpa Kebencian, Amoha / tanpa kebodohan batin). Namun demikian, pada saatnya nanti Chanda atau Keinginan ini dapat dikatakan akan terlepas juga ketika seseorang telah merealisasi kesucian karena tiadanya Kemelekatan pada seorang yang suci, semua yang dilakukan oleh orang suci adalah hal yang baik.

Jalan Tengah adalah cara untuk mengatasi penderitaan. Jalan Tengah ini disebut Ariya Aṭṭhaṅgika Magga (Jalan Mulia Berunsur Delapan), yaitu Pandangan benar, Pikiran benar, Ucapan benar, Perbuatan benar, Mata pencaharian benar, Daya-upaya benar, Perhatian benar dan Konsentrasi benar (Meditasi / Citta Bhavana / Pengembangan batin benar). Keinginan untuk mengikuti Jalan Tengah itu adalah Kusala Chanda, bukan Taṇhā.

Kusala Chanda dilakukan untuk mengikis Taṇhā yang dasarnya adalah Keserakahan dan Kebencian yang timbul dari adanya Kebodohan batin.

Orang yang suci telah melepaskan Chanda (Keinginan) duniawi, bukan karena Keinginan itu buruk, tapi karena segala bentuk kehendak adalah kondisi bagi suatu kemunculan, sedangkan kondisi padam atau Nibbāna itu tak berkondisi (Asaṅkhata).



Rabu, 30 Juli 2025

Kelahiran di Surga Bukanlah Tujuan Akhir

Banyak orang berpikir bahwa tujuan tertinggi dalam hidup ini adalah terlahir kembali di Surga (alam Dewa). Memang benar, kelahiran di Surga adalah hasil dari perbuatan baik. Namun, Sang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa hidup di Surga itu tidak kekal. Sang Buddha bersabda bahwa makhluk-makhluk yang lahir di alam Dewa (alam Surga), setelah menikmati kebahagiaan yang besar, pada akhirnya akan mati juga, dan jika mereka tidak terus berlatih Dhamma, mereka bisa lahir kembali di alam sengsara, banyak factor penyebabnya.

Salah satu contoh yang terkenal adalah Raja Mandhātu (Khudaka Nikaya - Jataka 258), yang karena kebaikannya bisa terlahir di alam surga Tāvatiṁsa dan disana menjadi raja para Dewa. Tapi karena kesombongan dan keserakahannya, setelah kehidupan surgawinya habis, ia terlahir kembali di alam rendah. Ini menjadi peringatan bagi kita semua. Perbuatan baik memang penting, tetapi apakah dalam kehidupan kita sehari-hari sudah sesuai dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan atau tidak? dimana kita dianjurkan untuk berlatih Citta Bhavana (mengembangkan batin).  Citta Bhavana atau Meditasi bisa dilakukan secara rutin meski hanya sebentar-sebenar agar - batin kita ini bisa menjadi bijaksana, sabar, damai, humble, penuh dengan Metta (cinta kasih tanpa batas pada semua makhluk), dengan tujuan akhir merealisasi Nibbana. Kita diajar untuk mengembangkan Kerelaan (Berdana), Kemoralan (menjaga Sila) dan Konsentrasi (Citta Bhavana).

Jika hanya berbuat baik untuk mendapatkan Surga, tanpa mengembangkan pengertian benar tentang kehidupan, kita tetap akan terjebak di alam Samsāra - siklus kelahiran dan kematian tanpa akhir. Maka tujuan kita bukan sekadar Surga, tetapi kebebasan sejati, yaitu Nibbāna, bebas dari lahir, tua, sakit, dan mati.

Rabu, 23 Juli 2025

BHIKKHU = PETAPA


💫🪷 Petapa, Bhikkhu = pengemis? Bhikkhu adalah orang yang meninggalkan kegandrungan duniawi, maksudnya mengambil Jalan Tengah, kalau dirundung penderitaan berusaha untuk tidak bersedih, kalau memperoleh kebahagiaan jangan lupa daratan, ber-euforia, rasakan secukupnya saja, jadi batin ini selalu seimbang, tenang, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh kondisi di luar, dhugdheng, tahan banting. Kalau meninggal bisa dengan tersenyum, tidak berat karena semua beban sudah ditinggalkan, semua kemelekatan duniawi telah dilepaskan. Penderitaan & kebahagiaan inderawi / duniawi itu tidak kekal, selalu berubah, jadi ngapain terpengaruh / tergantung olehnya. Orang yang masih terombang-ambing oleh penderitaan & kebahagiaan dunia itu kalau meninggal akan terlahir kembali di Alam Menderita atau Alam Bahagia tergantung dari perilaku di hidup sebelumnya, demikian seterusnya hingga ybs. berhasil menghancur-leburkan Kilesa / Pengotor batin yang berupa keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin, yang artinya ybs. tidak akan terlahirkan kembali di alam kehidupan manapun (merealisasi Nibbana, merealisasi kebahagiaan hakiki / kebahagiaan non inderawi kekal). 

Seorang Bhikkhu tidak meninggalkan keluarga, tetapi terpisah tempat tinggal dengan tempat tinggal ketika masih berkeluarga - dengan syarat keluarga sudah bisa hidup mandiri. Jangankan keluarga, orang lain (umat) pada waktu yang tepat bisa minta nasehat, saran, pengarahan atau solusi atas persoalan hidup yang dialaminya - atau mendengarkan uraian Dhamma kepada Bhikkhu ✨😇