Translate

Selasa, 05 Juli 2022

Balada Makhluk Hidup

Hidup kita ini menderita. Setiap makhluk mengalami banyak sekali kehidupan, mengalami kehidupan yang berulang-ulang, lahir dan mati berulang-ulang, dan tidak semua kehidupannya adalah kehidupan yang selalu bahagia. Sehingga secara rata-rata hidupnya adalah menderita karena adanya perubahan yang selalu terjadi. Kehidupan manusia juga demikian. Tidak selalu mengalami kebahagiaan, pada masa-masa tertentu manusia mengalami penderitaan. Kebahagiaan dan penderitaan itu tidak selamanya, juga tidak stabil. Disebut penderitaan dan kebahagiaan inderawi, tidak kekal, selalu mengalami perubahan. Karena selalu ada perubahan itulah maka mahkluk itu kehidupannya menderita atau Dukkha. Segala sesuatu selalu berubah, perubahan itu kekal adanya, yang kekal adalah perubahan atau Anicca. Anicca adalah salah satu dari hukum alam yang berlaku, yang tidak bisa dirubah dengan cara apapun. Dukkha atau penderitaan yang berhubungan dengan Anicca yang menimpa kepada makhluk dan manusia yang belum tercerahkan, adalah juga hukum alam. Karena segala sesuatu berubah, maka tidak ada  yang merupakan Inti, Entitas, Aku atau Roh, disebut Anatta, segala sesuatu atau fenomena itu merupakan gabungan dari unsur-unsur yang lebih kecil, yang selalu berubah. Entitas, Roh dan Aku itu ada – adalah merupakan kebenaran konvensional, adalah kebenaran yang tanpa sadar disepakati secara umum untuk memudahkan komunikasi. Di dunia ini setiap saat semuanya berubah. Katakanlah tiap detik terjadi perubahan sekian milyar kali. Kita tidak bisa menyaksikan perubahan sudah terjadi karena saking kecilnya perubahan. Pada benda-benda yang sangat keras perubahan tersebut baru bisa diketahui mungkin setelah sekian ribu tahun, juta tahun atau bahkan lebih.

Tujuan hidup makhluk-makhluk termasuk kita manusia adalah mengakhiri Dukkha. Dukkha bisa timbul karena adanya nafsu inderawi disebut Tanha, yang tidak ada habis-habisnya, yang tidak bisa selalu dipenuhi, sehingga menimbulkan penderitaan. Penderitaan timbul karena Tanha belum mampu dilenyapkan, diseimbangkan, atau dikendalikan. Tanha yang tidak diarahkan dengan baik dan benar akan menjadi kotoran batin, disebut Kilesa. Kilesa timbul meliputi 3 hal yaitu : Keserakahan disebut Lobha, kebencian disebut Dhosa, dan kebodohan atau delusi disebut Moha. Lhoba dapat menimbulkan perbuatan mencuri, menipu, korupsi, dan lain-lain. Dhosa dapat menimbulkan dendam, kemarahan, bersteru, mencelakai, memfitnah, dan lain-lain. Sedangkan Moha adalah tidak tahu atau tidak mampu membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, dan mana yang buruk. Membunuh makhluk hidup, mencuri, berzina, berbohong, dan mabuk-mabukan bisa terjadi karena adanya salah satu atau lebih dari adanya Lobha, Dhosa, dan Moha.

Makhluk-makhluk termasuk kita manusia yang hidupnya menderita itu penderitaannya tidak akan pernah berakhir jika tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya. Penderitaannya tidak akan berakhir sebab setelah meninggal akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baru. Karena harus bertanggung jawab. Masalah yang belum selesai harus dipertanggungjawabkan atau diselesaikan dikehidupan berikutnya. Demikian seterusnya. Berlaku hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai atau hukum Karma yang merupakan hukum alam juga. Secara garis besar ada 31 alam kehidupan, meliputi alam penderitaan dan alam kebahagiaan, kecuali alam manusia yang merupakan alam penderitaan sekaligus alam kebahagiaan, tergantung bagaimana manusia yang bersangkutan mampu bersikap sampai mampu mengatasinya, mampu meraih jalan keluarnya, atau telah berhasil merealisasi Nibbana, yaitu berhasil merealisasi pencerahan sempurna.

31 alam kehidupan itu meliputi 4 alam kemerosotan disebut Apayabhumi, 1 alam manusia disebut Manussabhumi, 6 alam surga atau 6 alam dewa disebut Devabhumi, 16 alam brahma berbentuk disebut Rupabhumi dan 4 alam brahma tanpa bentuk disebut Arupabhumi.

Tugas makhluk-makhluk dan manusia adalah menembus jalan keluar yang disebut tadi, yaitu mengakhiri Dukkha, dengan cara mengendalikan yaitu mengarahkan dengan baik Tanha, sehingga Kilesa dapat dihancurkan, menggantikannya dengan kebahagiaan sejati. Yang diawali dengan banyak berbuat baik, mengurangi perbuatan jahat, dan mensucikan hati dan pikiran. Tiga hal ini memang tidak mudah dilakukan, memerlukan kemauan keras, semangat, dan latihan yang benar, baik, tekun, dan berkesinambungan. Perlu mengedepankan perihal Dana, Sila, Samadhi, dan Panna atau kebijaksanaan. Namun untuk bisa melakukan semuanya itu dengan benar haruslah memahami dengan benar terlebih dahulu Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang terdiri dari Pengertian benar atau Samma-ditthi, Pikiran Benar atau Samma-sankappa, Ucapan Benar atau Samma-vaca, Perbuatan Benar atau Samma-kammanta, Mata Pencaharian Benar atau Samma-ajiva, Daya-upaya Benar atau Samma-vajama, Perhatian Benar atau Samma-sati, dan Konsentrasi Benar atau Samma-samadhi.

Apakah benar kebahagiaan sejati itu bisa tercipta dengan cara mengendalikan hawa nafsu keinginan atau Tanha yang menggebu-gebu? Benar saudara, orang awam disebut Puthujjana awalnya sulit memahaminya. Tapi coba renungkan apakah Tanha yang menginginkan kesenangan tapi tidak terpenuhi, dan jika terpenuhipun akan berakhir, apakah itu kebahagiaan yang sejati? Adalah merupakan kesunyataan bahwa kalau batin kita selalu dalam keadaan seimbang yang disebut Upekkha, maka kebahagiaan terealisasi, tidak diperbudak oleh Tanha yang menggebu-gebu, tidak terpengaruh oleh kondisi yang tidak menyenangkan maupun tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi yang menggembirakan. Kebahagiaan itu  adanya didalam diri sendiri, bukan karena kondisi yang ada di luar diri.

Jadi sekarang jelas, mengakhiri Dukkha menggantinya dengan kebahagiaan itu bukan berarti mencari kebahagian inderawi yang sambung menyambung tanpa henti, karena tidak mungkin bisa terwujud, karena setiap fenomena itu setiap saat berubah. Tetapi menggantinya dengan kebahagiaan yang sejati. Yaitu bagaimana bisa me-manage Tanha untuk mengurangi sedikit demi sedikit kotoran batin atau Kilesa, yang pada akhirnya akan bisa dihancur-leburkan tanpa sisa, dengan cara mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan, dimana yang paling krusial adalah unsur yang kedelapan yaitu Konsentrasi Benar, yaitu melatih Samadhi atau meditasi. Mari kita melatih meditasi diawali dengan Anapanasati Bhavana, atau meditasi mengamati keluar masuknya nafas dengan perhatian penuh, yaitu menggunakan Sati, yang dibarengi dengan Panna atau kebijaksanaan. Cara meditasi yang dilakukan dengan semangat dan usaha yang tinggi, hendaknya dilakukan secara bijaksana.

Kalau pikiran kita dalam memperhatikan keluar masuknya nafas telah terlepas dan lari kemana-mana, maka kembalikan perhatian itu ke nafas kembali secara bijaksana, artinya dengan cara serius tapi santai, jangan tegang, jangan menggebu-gebu, karena itu artinya ada Kilesa. Menperhatikan keluar masuknya nafas itu dimaksudkan untuk melatih pikiran untuk bisa fokus kepada keadaan yang terjadi pada saat ini, hal-hal yang sekarang dikerjakan hendaknya dikerjakan dengan baik, dengan penuh perhatian, agar hasilnya juga baik. Pikiran jangan memikirkan hal-hal yang sudah berlalu yang menimbulkan penyesalan dan kekecewaan. Ataupun memikirkan hal-hal yang akan datang, yang belum terjadi, yang dapat menimbulkan kekawatiran. Pikiran yang kecewa, yang menyesal, dan yang kawatir tersebut adalah Kilesa yang selama ini kita upayakan untuk tidak berkembang, berangsur-angsur berkurang, dan akhirnya hancur lebur tanpa sisa. Kita hendaknya tidak melekat juga dengan perhatian kepada keadaan yang terjadi pada saat ini, sebab kemelekatan itu sedang kita upayakan untuk tidak berkembang, kita sedang berupaya untuk melepas dan melepas semua kemelekatan. Katakanlah sekarang ini kita sedang berperang melawan Kilesa.

Meditasi itu bukan hanya meditasi duduk, meditasi berjalan, maupun meditasi berbaring. Meditasi bisa juga dilakukan ketika kita sedang beraktifitas seperti ketika kita sedang makan, sedang bekerja, dan sebagainya, yaitu dengan menyadari setiap saat yang sedang kita lakukan.

Kilesa yang hancur lebur tanpa sisa itu bisa terealisasi jika telah mampu mencapai hasil tertinggi dari meditasi Vipassana, dimana Vipassana Bhavana, atau meditasi pandangan terang itu sendiri adalah kelanjutan dari meditasi Anapanasati, meditasi Samatha, atau meditasi ketenangan yang telah mencapai tingkat-tingkat Jhana.

Objek pengamatan untuk disadari dan dipahami pada meditasi Vipassana adalah Batin dan Jasmani yang terkait dengan Anicca, Dukha dan Anatta, meliputi Kaya nupassana (pengamatan pada tubuh), Vedana nupassana (pengamatan terhadap perasaan), Citta nupassana (pengamatan pikiran), dan Dhamma nupasana, meliputi perenungan terhadap Panca-khandha, enam landasan indera, tujuh faktor pencerahan, dan empat kebenaran mulia.

Hasil tertinggi dari Vipassana Bhavana atau meditasi Vipassana adalah merealisasi pencerahan sempurna, merealisasi Nibbana, merealisasi kebahagiaan atau kedamaian abadi, yang merupakan tujuan hidup semua makhluk, yaitu telah padam, yang tidak akan telahir kembali di alam kehidupan manapun.

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar