Translate

Jumat, 01 Juni 2018

Ajaran Dhamma.


Pengetahuan (ajaran) ini bersikap realitis tidak mempercayai mitos penciptaan, seperti misalnya; alam semesta yang muncul dari telur kosmik, atau diciptakan oleh sosok pria tua dengan jenggot putihnya yang panjang. Apabila dikatakan bahwa pribadi super yang maha kuasa atau ‘perancang terpandai’ yang menciptakan semesta, maka menimbulkan pertanyaan yang sangat jelas tentang siapa yang kemudian menciptakan atau ‘merancang’ pribadi super itu? Dan apabila pribadi super tersebut selalu ada, lalu bukankah lebih dapat dipercayai bahwa sebaliknya semesta selalu ada?

Ajaran Dhamma tidak mengajarkan tentang pribadi super maha kuasa dan maha tahu, dengan alasan apapun, mengijinkan ciptaannya sendiri untuk disiksa di neraka selama-lamanya. Apabila pribadi super maha kuasa tersebut mengetahui sebelumnya bahwa kebanyakan dari ciptaannya ditakdirkan terbakar di api neraka selama-lamanya, lalu mengapa masih saja menciptakan begitu banyak penderitaan? Sulit untuk mempercayai bahwa pribadi super maha tinggi yang penuh cinta kasih dan pemaaf ternyata juga bersikap pencemburu, pendendam, tidak adil, tak kenal ampun dan sadis.

Ajaran Dhamma mengingatkan kita untuk tidak memperhatikan spekulasi-spekulasi demikian, berhubung spekulasi-spekulasi ini pada akhirnya tidak bermanfaat. Seperti cerita tentang seseorang yang terpanah dengan panah beracun, yang tidak ingin mencabut panahnya sebelum dia mengetahui siapa yang menembak-kan panah tersebut, mengapa dia dipanah, dan racun jenis apa yang ada di panahnya. Serupa halnya dengan tugas seorang dokter yang mencabut panah beracun tersebut dan mengobati lukanya, dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut yang bukan pada waktunya. Uraian ini menunjukkan pada kita cara untuk membebaskan diri kita dari penderitaan dan tidak menjawab pertanyaan spekulatif tersebut. Oleh sebab itu, pengetahuan ini mengingatkan; kita harus lebih memikirkan dan fokus terhadap apa yang penting, yakni praktek mengindahkan kesunyataan yang tidak spekulatif.

Ajaran Dhamma tidak mengancam siapapun dengan hukuman neraka selama-lamanya. Ancaman tersebut mungkin saja dibutuhkan di jaman kuno untuk menjaga keberadaban manusia, dan juga dilakukan bersamaan dengan janji imbalan surga. Pendekatan ini juga dilakukan dalam menarik orang-orang untuk bergabung dengan kelompok keyakinan tertentu, dengan ancaman hukuman yang abadi dan pahala.

Ajaran Dhamma tidak menerima konsep tentang pribadi super pencemburu yang banyak menghukum ciptaan-nya sendiri hanya karena mereka memilih keyakinan yang berbeda. Secara praktis, semua bangsa yang beradab menghormati dan menjamin kebebasan berpikir dan praktek agama, seperti yang diabadikan dalam piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (Pasal 18). Lebih jauh lagi penyiksaan itu dilarang oleh semua bangsa yang beradab di muka bumi. Jadi bagaimana mungkin pribadi tertentu yang sewajarnya, menciptakan kita semua, bisa jadi kurang beradab? Maka itu, pembawa ajaran kesunyataan menemukan ancaman siksaan selama-lamanya di neraka cukup sulit untuk dipercaya.

Sebagai contoh, siapakah yang akan mengirimkan atau mengijinkan makhluk lain dibakar dalam api neraka selama-lamanya? Ambil-lah korek api biasa. Nyalakan di telapak tangan anda. Dapatkah anda menahan rasa sakit hanya untuk beberapa detik saja? Dapatkah anda menyalakan korek api tersebut di telapak tangan seseorang hanya untuk satu menit saja dan mengamati mereka berteriak dalam kesakitan? Dapatkah anda melakukan hal itu pada seseorang untuk selama-lamanya? Kekejaman tersebut di luar bayangan kita.

Lebih jauh lagi, jika dalam kuasa anda untuk menghentikan penderitaan yang sangat dan tanpa akhir itu, tidakkah akan anda lakukan? Akankah pribadi sehat dan rasional tidak melakukannya? Tidak akan pernah ada pembenaran untuk kekejaman yang tak kenal ampun untuk alasan dan keadaan apapun yang memungkinkan.

Ajaran Dhamma tidak pernah menggunakan ancaman apapun, atau mencoba untuk memaksa siapapun untuk menerimanya. Ajaran ini menerima kebebasan berpikir, dan mengenali bahwa tidak semua orang dapat menerima yang dibabarkan, dan orang-orang mengalami kemajuan secara berbeda-beda dan akan memilih jalur yang berbeda untuk diri mereka sendiri. Pembawa ajaran ini lebih menyenangi untuk menjelaskan ajarannya dengan cara yang logis dan masuk akal, dan ingin orang-orang untuk memahami dan menyadari kesunyataan itu untuk diri mereka sendiri tanpa rasa takut akan hukuman yang bisa menimpa.

Ajaran Dhamma bukanlah ajaran mengenai ancaman atau imbalan, melainkan mengenai pengetahuan dan pemahaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar