Pengetahuan
(ajaran) ini bersikap realitis tidak mempercayai mitos penciptaan, seperti
misalnya; alam semesta yang muncul dari telur kosmik, atau diciptakan oleh
sosok pria tua dengan jenggot putihnya yang panjang. Apabila dikatakan bahwa
pribadi super yang maha kuasa atau ‘perancang terpandai’ yang menciptakan
semesta, maka menimbulkan pertanyaan yang sangat jelas tentang siapa yang
kemudian menciptakan atau ‘merancang’ pribadi super itu? Dan apabila pribadi
super tersebut selalu ada, lalu bukankah lebih dapat dipercayai bahwa
sebaliknya semesta selalu ada?
Ajaran Dhamma tidak mengajarkan tentang pribadi super maha kuasa dan maha tahu,
dengan alasan apapun, mengijinkan ciptaannya sendiri untuk disiksa di neraka
selama-lamanya. Apabila pribadi super maha kuasa tersebut mengetahui sebelumnya
bahwa kebanyakan dari ciptaannya ditakdirkan terbakar di api neraka
selama-lamanya, lalu mengapa masih saja menciptakan begitu banyak penderitaan?
Sulit untuk mempercayai bahwa pribadi super maha tinggi yang penuh cinta kasih
dan pemaaf ternyata juga bersikap pencemburu, pendendam, tidak adil, tak kenal
ampun dan sadis.
Ajaran Dhamma
mengingatkan kita untuk tidak memperhatikan spekulasi-spekulasi demikian,
berhubung spekulasi-spekulasi ini pada akhirnya tidak bermanfaat. Seperti
cerita tentang seseorang yang terpanah dengan panah beracun, yang tidak ingin
mencabut panahnya sebelum dia mengetahui siapa yang menembak-kan panah tersebut,
mengapa dia dipanah, dan racun jenis apa yang ada di panahnya. Serupa halnya
dengan tugas seorang dokter yang mencabut panah beracun tersebut dan mengobati
lukanya, dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut yang bukan
pada waktunya. Uraian ini menunjukkan pada kita cara untuk membebaskan diri
kita dari penderitaan dan tidak menjawab pertanyaan spekulatif tersebut. Oleh
sebab itu, pengetahuan ini mengingatkan; kita harus lebih memikirkan dan fokus
terhadap apa yang penting, yakni praktek mengindahkan kesunyataan yang tidak
spekulatif.
Ajaran Dhamma tidak mengancam siapapun dengan hukuman neraka selama-lamanya. Ancaman
tersebut mungkin saja dibutuhkan di jaman kuno untuk menjaga keberadaban
manusia, dan juga dilakukan bersamaan dengan janji imbalan surga. Pendekatan
ini juga dilakukan dalam menarik orang-orang untuk bergabung dengan kelompok
keyakinan tertentu, dengan ancaman hukuman yang abadi dan pahala.
Ajaran Dhamma tidak menerima konsep tentang pribadi super pencemburu yang banyak menghukum ciptaan-nya sendiri hanya karena mereka memilih keyakinan yang berbeda. Secara
praktis, semua bangsa yang beradab menghormati dan menjamin kebebasan berpikir
dan praktek agama, seperti yang diabadikan dalam piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (Pasal 18). Lebih
jauh lagi penyiksaan itu dilarang oleh semua bangsa yang beradab di muka bumi.
Jadi bagaimana mungkin pribadi tertentu yang sewajarnya, menciptakan kita
semua, bisa jadi kurang beradab? Maka itu, pembawa ajaran kesunyataan menemukan
ancaman siksaan selama-lamanya di neraka cukup sulit untuk dipercaya.
Sebagai contoh,
siapakah yang akan mengirimkan atau mengijinkan makhluk lain dibakar dalam api
neraka selama-lamanya? Ambil-lah korek api biasa. Nyalakan di telapak tangan
anda. Dapatkah anda menahan rasa sakit hanya untuk beberapa detik saja?
Dapatkah anda menyalakan korek api tersebut di telapak tangan seseorang hanya
untuk satu menit saja dan mengamati mereka berteriak dalam kesakitan? Dapatkah
anda melakukan hal itu pada seseorang untuk selama-lamanya? Kekejaman tersebut
di luar bayangan kita.
Lebih jauh lagi,
jika dalam kuasa anda untuk menghentikan penderitaan yang sangat dan tanpa
akhir itu, tidakkah akan anda lakukan? Akankah pribadi sehat dan rasional tidak
melakukannya? Tidak akan pernah ada pembenaran untuk kekejaman yang tak kenal
ampun untuk alasan dan keadaan apapun yang memungkinkan.
Ajaran Dhamma
tidak pernah menggunakan ancaman apapun, atau mencoba untuk memaksa siapapun
untuk menerimanya. Ajaran ini menerima kebebasan berpikir, dan mengenali bahwa
tidak semua orang dapat menerima yang dibabarkan, dan orang-orang mengalami
kemajuan secara berbeda-beda dan akan memilih jalur yang berbeda untuk diri
mereka sendiri. Pembawa ajaran ini lebih menyenangi untuk menjelaskan ajarannya
dengan cara yang logis dan masuk akal, dan ingin orang-orang untuk memahami dan
menyadari kesunyataan itu untuk diri mereka sendiri tanpa rasa takut akan
hukuman yang bisa menimpa.
Ajaran Dhamma
bukanlah ajaran mengenai ancaman atau imbalan, melainkan mengenai pengetahuan
dan pemahaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar