Translate

Sabtu, 16 Juni 2018

Mengapa kita dilahirkan?

Mengapa kita dilahirkan? Karena kita membuat proses kelahiran, kita membuat karma yang bermacam-macam untuk mempertahankan keterikatan kita pada kenikmatan, sehingga kemudian setelah mati dilahirkan kembali dan sengsara kembali. Mengapa kita membuat karma yang bermacam-macam? Karena kita mempertahankan kemelekatan kita, kita melekat, karena kita memiliki hawa nafsu (tanha). Itulah yang menyebabkan kita terikat, melekat pada kenikmatan. Mengapa bisa timbul hawa nafsu? Karena kita bisa merasakan nikmat dan senang, maka kita ingin menikmati kenikmatan dan kesenangan itu berulang-ulang, yang menimbulkan kemelekatan, kemudian kita berjuang mati-matian dengan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kemelekatan itu. Perbuatan inilah yang memperpanjang proses penderitaan, menyebabkan kita dilahirkan kembali, sengsara, menderita, dan akhirnya mati kembali. Mengapa kita bisa merasakan nikmat? Karena kita bisa kontak dengan dunia luar, timbul perasaan senang dan nikmat, kenikmatan ini menimbulkan keinginan yang berulang-ulang menyebabkan kita melekat. Keterikatan dan keterpikatan ini menyebabkan kita melakukan segala usaha dan cara untuk mempertahankannya. Inilah sebab musabab kita menderita.

Mengapa kita bisa kontak? Karena kita mempunyai indera; mata, hidung, telinga, lidah, tubuh (kulit) dan pikiran.

Patticca Samuppada (Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan) merupakan Penemuan yang spektakuler. Penemuan ini dipersembahkan kepada kita. Dan sekarang kita bercermin dan berpikir apakah kewajiban kita? Kewajiban kita, pada saat mata, telinga, lidah, hidung, tubuh dan pikiran kita kontak dengan dunia luar, saat itu kita harus waspada. Inilah kewajiban kita. Jika kita tidak waspada, maka akan timbul hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang mendorong kita untuk menikmati kenikmatan yang berulang-ulang.

Sementara orang mengatakan, sekarang ini agama sangat sulit dijalankan, sekarang ini Dhamma sulit dilaksanakan. Kalau sulit, bukankah agama atau Dhamma sudah tidak sesuai lagi dengan zaman? Sesungguhnya, bukan salah agama atau Dhamma; bukan agama-agama atau Dharma itu yang sulit dilaksanakan, tetapi karena manusia sudah terlalu besar hawa nafsunya, sehingga rasanya terlalu 'sulit' untuk melaksanakan Dhamma. Kalau ilmu pengetahuan dan teknologi maju, sedangkan kehidupan spritual dilupakan, maka kemajuan materi yang tidak diimbangi dengan kemajuan spritual / rohani, akan mendorong kita untuk mencari kenikmatan murahan. Kenikmatan murahan adalah kenikmatan spontan. Tetapi manusia lupa, bahwa kenikmatan yang spontan adalah kenikmatan yang murahan.

Mengapa orang mencari kenikmatan dalam minuman keras, dalam makanan yang berlebihan, di dalam seks, pakaian yang berlebihan, kekuasaan yang berlebihan?

Sesungguhnya ada kenikmatan yang lebih tinggi! Orang bijaksana akan meninggalkan kenikmatan murahan seperti itu, untuk merebut dan meraih kenikmatan yang lebih tinggi. Mengapa engkau mencari kenikmatan di dalam minuman keras? Mengapa engkau tidak bermeditasi? Sesungguhnya kenikmatan bermeditasi ini jauh... jauh lebih nikmat ketimbang kenikmatan minum minuman keras. Alangkah bedanya, seperti langit dan bumi, kalau kita bandingkan. Tinggalkan kenikmatan murahan, mari kita berjuang untuk mencapai kenikmatan yang lebih tinggi. Inilah tugas dan kewajiban kita. Inilah yang membuat sukses manusia Sidharta! Kalau dia tidak rela meninggalkan kenikmatan murahan, Sidharta tidak mungkin dikenal sampai saat ini. Hingga sejarah tidak mungkin melupakan putranya yang terbaik, Sang Buddha Gotama. Sepanjang masa, nama-Nya tetap harum, tidak lain karena Beliau telah meninggalkan kenikmatan murahan untuk meraih kenikmatan yang lebih tinggi. Enam tahun Sidharta sengsara, seujung rambut pun tidak ragu, maju terus, untuk merebut pengetahuan dan Penerangan Sempurna.
(Tulisan tanpa video oleh Yang Mulia Bhante Sri Pannavaro Mahathera).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar