Translate

Sabtu, 29 Oktober 2022

Pewaris Dalam Dhamma

Tulisan ini menyampaikan perihal Pewaris dalam Dhamma dalam Majjhima Nikaya 3 : Dhammadāyāda Sutta – yang sulit dipahami karena memerlukan pemikiran dan perenungan yang berulang. Tulisan ini menyingkat Dhammadāyāda Sutta agar mudah dimengerti dengan tidak mengubah arti meskipun masih memerlukan perhatian penuh yang berulang.

Dhammadāyāda Sutta – menceritakan - pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta - Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu dan berkata kepada mereka yang jika disingkat adalah sebagai berikut :

 

Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi. Demi belas kasihKu kepada kalian Aku berpikir : Bagaimanakah agar para siswaKu dapat menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi? Jika kalian menjadi pewarisKu dalam benda-benda materi, maka kalian dan Aku akan dicela sebagai berikut : Para siswa Sang Guru hidup sebagai pewaris dalam benda-benda materi Sang Guru, bukan sebagai pewaris dalam Dhamma.

 

Jika kalian menjadi pewarisKu dalam Dhamma, maka kalian dan Aku tidak akan dicela [sebagaimana akan dikatakan] : Para siswa Sang Guru hidup sebagai pewaris dalam Dhamma, bukan sebagai pewaris dalam benda-benda materi Sang Guru. Oleh karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi.

 

Sekarang, para bhikkhu, misalkan Aku telah makan, menolak makanan tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup, telah memakan apa yang Kubutuhkan, dan ada makanan tersisa dan akan dibuang. Kemudian dua orang bhikkhu tiba, lapar dan lemah, dan Aku berkata kepada mereka : Para bhikkhu, Aku telah makan, menolak makanan tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup, telah memakan apa yang Kubutuhkan, tetapi masih ada makanan tersisa dan akan dibuang. Makanlah jika kalian menginginkan; jika kalian tidak memakannya maka Aku akan membuangnya ke mana tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air di mana tidak ada kehidupan.

 

Kemudian seorang bhikkhu berpikir : Sang Bhagavā telah makan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang; jika kami tidak memakannya maka Sang Bhagavā akan membuangnya ke mana tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air di mana tidak ada kehidupan. Tetapi telah dikatakan oleh Sang Bhagavā : Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi. Tetapi makanan ini adalah salah satu benda materi. Bagaimana jika seandainya tanpa memakan makanan ini aku melewatkan malam dan hari ini dalam keadaan lapar dan lemah. Dan tanpa memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu dalam keadaan lapar dan lemah.

 

Kemudian bhikkhu ke dua berpikir : Sang Bhagavā telah makan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang. Bagaimana jika aku memakan makanan ini dan melewatkan malam dan hari ini tanpa merasa lapar dan lemah. Dan setelah memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah. Sekarang walaupun bhikkhu itu dengan memakan makanan itu melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah, namun bhikkhu pertama lebih terhormat dan dipuji olehKu. Mengapakah? Karena hal itu dalam waktu lama akan berdampak pada keinginannya yang sedikit, kepuasan, pemurnian, mudah disokong, dan membangkitkan kegigihannya. Oleh karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi.

 

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal tersebut, Yang Sempurna bangkit dari dudukNya dan masuk ke kediamanNya. Segera setelah Beliau pergi, Yang Mulia Sāriputta memanggil para bhikkhu dan berkata sebagai berikut :

 

Teman-teman, dalam cara bagaimanakah para siswa Sang Guru yang hidup terasing tidak berlatih dalam keterasingan? Dan dalam cara bagaimanakah para siswa Sang Guru yang hidup terasing berlatih dalam keterasingan?

 

Para bhikkhu berkata sebagai berikut :

Sesungguhnya, teman, kami datang dari jauh untuk mempelajari makna pernyataan ini dari Yang Mulia Sāriputta. Baik sekali jika Yang Mulia Sāriputta sudi menjelaskan makna pernyataan ini. Setelah mendengarkannya darinya para bhikkhu akan mengingatnya.

 

Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut :

Teman-teman, dalam cara bagaimanakah para siswa Sang Guru yang hidup terasing tidak berlatih dalam keterasingan? Disini para siswa Sang Guru tidak meninggalkan apa yang Sang Guru beritahukan kepada mereka untuk ditinggalkan; mereka hidup dalam kemewahan dan lalai, pemimpin dalam kemunduran, lengah dalam keterasingan.

 

Dalam hal ini para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior dicela untuk tiga alasan. Pertama : sebagai para siswa Sang Guru yang hidup terasing mereka tidak berlatih dalam keterasingan. Kedua : mereka tidak meninggalkan apa yang Sang Guru katakan kepada mereka untuk ditinggalkan. Ketiga : mereka hidup dalam kemewahan dan lalai, pemimpin dalam kemunduran, lengah dalam keterasingan.

Dalam cara ini inilah para siswa Sang Guru yang hidup terasing tidak berlatih dalam keterasingan.

 

“Dalam cara bagaimanakah, teman-teman, para siswa Sang Guru yang hidup terasing berlatih dalam keterasingan? Disini para siswa Sang Guru meninggalkan apa yang Sang Guru katakan kepada mereka untuk ditinggalkan; mereka tidak hidup dalam kemewahan dan tidak lalai, mereka tekun menghindari kemunduran, dan adalah pemimpin dalam keterasingan.

 

“Dalam hal ini para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior dipuji untuk tiga alasan. Pertama : sebagai para siswa Sang Guru yang hidup terasing mereka berlatih dalam keterasingan. Kedua : mereka meninggalkan apa yang Sang Guru katakan kepada mereka untuk ditinggalkan. Ketiga : mereka tidak hidup dalam kemewahan dan tidak lalai; mereka tekun menghindari kemunduran, dan adalah pemimpin dalam keterasingan.

Dalam cara inilah para siswa Sang Guru yang hidup terasing berlatih dalam keterasingan.

 

“Teman-teman, kejahatan di sini adalah keserakahan dan kebencian. Terdapat Jalan Tengah untuk meninggalkan keserakahan dan kebencian, menghasilkan penglihatan dan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna. Dan apakah Jalan Tengah itu? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Ini adalah Jalan Tengah yang menghasilkan penglihatan dan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna.

 

Teman-teman, kejahatan di sini adalah kemarahan dan kekesalan, sikap meremehkan dan congkak, iri hati dan kekikiran, kecurangan dan penipuan, sifat keras kepala dan persaingan, keangkuhan dan kesombongan, kepongahan dan kelalaian. Terdapat Jalan Tengah untuk meninggalkan kepongahan dan kelalaian, menghasilkan penglihatan, menghasilkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Dan apakah Jalan Tengah itu? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Ini adalah Jalan Tengah yang menghasilkan penglihatan, menghasilkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna.

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Sāriputta. Para bhikkhu puas dan gembira mendengarnya.

 

Demikianlah Tulisan ini yang menyampaikan tentang Dhammadāyāda Sutta yang dipersingkat agar mudah dimengerti dengan tidak mengubah arti. Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar