Sesaji itu umumnya diberikan kepada makhluk halus, makhluk yang tidak kasat mata. Tradisi memberi sesaji kepada makhluk halus itu baik, asalkan bukan dari pembunuhan makhluk hidup. Mereka - makhluk halus itu seperti kita, masalahnya mereka itu kurang beruntung – karma-nya menentukan mereka bertumimbal lahir sebagai makhluk halus. Kalau makhluk-makhluk itu diciptakan – maka enak di kita manusia – dan tidak enak di mereka makhluk halus – karena makhluk halus yang dalam hal ini hidup di alam rendah itu menderita. Mereka itu memerlukan bantuan, perlu dikasihani. Ada jenis makhluk halus yang selalu kelaparan dan memerlukan pemberian makanan dari kita, mereka memerlukan asupan - baik itu berupa sesaji ataupun pelimpahan jasa dari kita manusia untuk meringankan penderitaannya. Setelah kematiannya makhluk-makhluk bertumimbal lahir di alam mana - yang menentukan adalah Hukum Alam berdasarkan perilaku yang bersangkutan di hidup sebelumnya. Jadi yang menentukan kita - kita akan terlahir kembali di alam mana itu yang menentukan adalah kita sendiri - berdasarkan perilaku kita di hidup sebelumnya. Berlaku hukum Karma. Contoh : orang dermawan setelah meninggal mungkin akan terlahir kembali di alam dewa atau kalau terlahir kembali sebagai manusia – maka ada kemungkinan nantinya dia akan menjadi orang kaya. Orang yang meninggal dan kemudian masuk Neraka atau masuk Surga itu artinya adalah terlahir kembali secara spontan di alam kehidupan berikutnya. Dan kalau karma buruk atau karma baiknya sudah habis akan terlahir kembali di alam berikutnya lagi - karena adanya karma baru atau karma yang lain masih ada - sampai yang bersangkutan terlahir kembali sebagai manusia dan berhasil menjadi orang suci hasil tertinggi dari mempraktikkan Vipassana Bhavana, sehingga dia tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun, dia telah padam, telah berhasil merealisasi kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan inderawi lagi.
Makhluk halus itu ada di mana-mana, di jalan, di perempatan, di
pohon-pohon, di pinggir-pinggir rumah dan sebagainya. Cuma – kita saja yang
tidak bisa melihat, coba tanyakan kepada sang indigo benar atau tidak?
Kalau kita suka memberi sesaji atau limpahan jasa kepada makhluk halus -
maka mereka tidak akan menggangu kita. Tidak semua makhluk halus itu jahat, seperti
kita manusia, ada yang baik dan ada yang jahat, ada yang bodoh dan ada yang
tidak bodoh. Kalau kita tergolong orang yang baik – makhluk halus tidak mampu
mengganggu kita.
Sesaji itu bisa ditaruh di banyak tempat, yaitu di tempat-tempat yang
dianggap penting, dianggap vital atau dianggap berharga - supaya aman. Sesaji
itu banyak macamnya. Kalau di pulau Bali berupa bunga dan masih ditambah minyak
wangi... Di Bali - sesaji itu biasanya diletakkan di sanggah (pura yang kecil),
di halaman rumah, di perempatan jalan, di depan pintu masuk suatu bangunan, dan
di depan toko-toko. Memberi sesaji itu yang penting adalah niatnya, simpatinya,
dan kasihnya kepada sesama makhluk adalah baik.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Ada praktik yang baik - yang selalu dilakukan oleh pemeluk agama
tertentu, yaitu setelah mereka berbuat baik misalnya berdana, maka jasa baiknya
itu dilimpahkan kepada leluhur / sanak saudara - dengan menyebutkan nama - atau
kalau untuk semua - maka limpahan jasa itu ditujukan kepada mereka yang
memiliki hubungan karma dengan yang bersangkutan. Seperti disebutkan tadi -
memberi sesaji atau limpahan jasa kepada makhluk halus itu akan meringankan
penderitaan mereka. Dan jasa kita itu tidak akan berpindah kepada mereka,
tetapi justru menjadi berlipat karena kita berbuat baik-nya dobel.
Kalau makhluk halus menderita dan memerlukan bantuan manusia – manusia
juga ada yang meminta bantuan. Tentu saja yang bisa membantu manusia adalah
makhluk yang punya kelebihan dibanding manusia itu sendiri, bukan yang lain.
Dukun santhet itu minta bantuannya kepada makhluk yang punya kelebihan juga -
tapi makhluk jahat - yang punya pamrih. Kita tidak perlu meminta bantuan,
banyak berbuat baik saja, nanti alam semesta yang adil (katakan saja alam
semesta adalah “Aplikasi Tuhan") yang bekerja. Doa / harapan terbaik
adalah : "Semoga semua makhluk hidup berbahagia". Harapan yang baik
adalah perbuatan baik, perbuatan baik yang dilandasi dengan niat baik dan tanpa
pamrih itu mendatangkan kebahagiaan. Berbuat baik itu banyak macamnya, silahkan
digali sendiri...
Saya ulangi, kalau hukum alam yang bekerja secara otomatis itu mau
dipahami sebagai aplikasi Tuhan ya boleh juga, yang penting tidak terlalu salah
kalau di cocok-cocokkan... Kalau dalam lingkup kenegaraan - Hukum Karma yang
merupakan salah satu dari 5 hukum alam itu dapat diibaratkan sebagai aturan
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Semua keyakinan / agama yang diakui di Indonesia itu semuanya baik dan
mengajarkan kebaikan, sehingga yang diharapkan adalah umatnya berkelakuan baik
- supaya selamat di dunia dan selamat setelah meninggal dunia, yaitu masuk
Surga atau terlahir kembali di alam bahagia. Artinya yang bersangkutan sudah
baik dan benar dalam menyikapi berlakunya hukum alam yang bekerja secara
otomatis, adil dan pasti – tidak bisa ditawar-tawar. Cara menawarnya adalah
dengan banyak berbuat baik. Kalau beragama tapi radikal buruk - bukan radikal
baik - itu artinya mereka fanatiknya membuta dan tidak bijak dalam mengartikan
suatu ayat tertentu dalam kitab sucinya, atau mereka tanpa sadar sudah
dimanfaatkan oleh politisi busuk haus kekuasaan yang tidak faham atau tidak
taat dengan ajaran agamanya sendiri. Jika ada suatu ayat yang menganjurkan
membunuh atau menyerang orang atau kelompok tertentu - hendaknya dipahami saja
sebagai anjuran untuk mengendalikan sifat-sifat buruk orang atau kelompok
tertentu. Bukan untuk membunuh atau memerangi orangnya. Kecuali diserang secara
fisik ya harus bertahan / melawan. Yang utama – yang jauh lebih penting adalah
pengendalian sifat-sifat buruk diri sendiri.
Perihal selamat di dunia dan selamat setelah meninggal dunia yaitu
terlahir kembali di alam bahagia itu – sekali lagi saya ulangi - sebagai
ilustrasinya adalah kalau didalam sistem kenegaraan maka agar bisa selamat
tidak masuk penjara - cukup-lah dengan menyikapi dengan baik dan benar
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Tidak terlalu penting mengusut
atau memperdebatkan siapa orangnya yang membuat Kitab Undang-undang itu.
Memberi sesaji akan lebih cocok jika tidak mengganggu kebutuhan keluarga.
Misal sesaji berupa makanan dan minuman - apakah keluarga sudah tercukupi
kebutuhan makanan dan minuman seperti yang di sesaji kan itu? Manfaat lain dari
memberi sesaji adalah melatih untuk melepas dan melepas, tidak melekat kepada
makanan, minuman atau barang-barang duniawi lainnya.
Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar