Translate

Rabu, 26 Oktober 2022

Segala Noda

Tulisan ini menyampaikan perihal Segala Noda dalam Majjhima Nikaya-2 : Sabbāsava Sutta – yang sulit dipahami karena memerlukan pemikiran dan perenungan yang berulang. Tulisan ini menyingkat Sabbāsava Sutta agar mudah dimengerti dengan tidak mengubah arti meskipun masih memerlukan perhatian penuh yang berulang.

Sabbāsava Sutta – menceritakan - pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta - Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu dan berkata banyak kepada mereka yang jika disingkat adalah sebagai berikut :

 

“Para Bhikkhu, Aku katakan bahwa hancurnya noda-noda adalah untuk seorang yang mengetahui dan melihat perhatian bijaksana dan perhatian tidak bijaksana. Ketika seseorang memperhatikan dengan tidak bijaksana, noda-noda yang belum muncul menjadi muncul dan noda-noda yang telah muncul menjadi bertambah. Ketika seseorang memperhatikan dengan bijaksana, noda-noda yang belum muncul tidak akan muncul dan noda-noda yang telah muncul ditinggalkan.

 

“Para bhikkhu, ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melihat, dengan mengendalikan, dengan menggunakan, dengan menahankan, dengan menghindari, dengan melenyapkan, dan dengan mengembangkan.

 

“Apakah noda-noda, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan melihat?

Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia, yang tidak menghargai manusia sejati, yang tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma, dia tidak memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan, dan memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan.

 

Ketika ia memperhatikan hal-hal yang tidak layak untuk diperhatikan, maka noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan  noda-noda ketidak-tahuan yang belum muncul menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan  noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul menjadi bertambah.

 

Ketika ia memperhatikan hal-hal yang layak untuk diperhatikan, maka noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan  noda-noda ketidak-tahuan yang belum muncul tidak menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan  noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul ditinggalkan.

 

“Seorang biasa yang tidak terpelajar memperhatikan dengan tidak bijaksana : ‘Apakah aku ada di masa lampau? Apakah aku tidak ada di masa lampau? Apakah aku di masa lampau? Bagaimanakah aku di masa lampau? Setelah menjadi apa, kemudian menjadi apakah aku di masa lampau? Apakah aku akan ada di masa depan? Apakah aku akan tidak ada di masa depan? Akan menjadi apakah aku di masa depan? Akan bagaimanakah aku di masa depan? Setelah menjadi apa, kemudian menjadi apakah aku di masa depan?’ Atau kalau tidak seperti itu, ia kebingungan sehubungan dengan masa sekarang : ‘Apakah aku ada? Apakah aku tidak ada? Apakah aku? Bagaimanakah aku? Dari manakah makhluk ini datang? Ke manakah makhluk ini akan pergi?’

 

“Ketika ia memperhatikan dengan tidak bijaksana tersebut, satu dari enam pandangan muncul dalam dirinya. Yaitu pandangan ‘ada diri bagiku’ , atau pandangan ‘tidak ada diri bagiku’ , atau pandangan ‘aku melihat diri dengan diri’ , atau pandangan ‘aku melihat bukan-diri dengan diri’ , atau pandangan ‘aku melihat diri dengan bukan-diri’ - muncul dalam dirinya sebagai benar dan kokoh; atau kalau tidak seperti itu, ia memiliki beberapa pandangan sebagai berikut : ‘adalah diriku ini yang berbicara dan merasakan dan mengalami di sana-sini akibat dari perbuatan baik dan buruk; tetapi diriku ini adalah kekal, tetap ada, abadi, tidak tunduk pada perubahan, dan akan bertahan selamanya.’ Pandangan spekulatif ini, para bhikkhu, disebut rimba pandangan, belantara pandangan, pemutar-balikan pandangan, kebingungan pandangan, belenggu pandangan. Karena terbelenggu oleh belenggu-belenggu pandangan, maka seorang biasa yang tidak terpelajar tidak terbebas dari kelahiran, penuaan, dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan; ia tidak terbebas dari penderitaan.

 

“Para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar dengan baik, yang menghargai para mulia dan terampil, yang menghargai manusia sejati, yang terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, memahami hal-hal yang layak diperhatikan dan memahami hal-hal yang tidak layak diperhatikan. Oleh karena itu, ia tidak memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan dan ia memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan.

 

Ketika ia memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan, maka noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan noda-noda ketidak-tahuan yang belum muncul menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul menjadi bertambah. Ini adalah hal-hal yang tidak layak diperhatikan, yang tidak ia perhatikan.

 

Ketika ia memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan, maka noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan noda-noda ketidak-tahuan yang belum muncul tidak menjadi muncul dalam dirinya, dan noda-noda keinginan indria, noda-noda penjelmaan, dan noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul ditinggalkan. Ini adalah hal-hal yang layak diperhatikan, yang ia perhatikan.

 

“Ia memperhatikan dengan bijaksana : ‘Ini adalah penderitaan’; ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Ketika ia memperhatikan dengan bijaksana seperti itu, tiga belenggu ditinggalkan dalam dirinya : pandangan akan diri, keragu-raguan, dan keterikatan pada ritual dan upacara. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melihat.

 

“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan mengendalikan?

Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, berdiam dengan indria mata terkendali, indria telinga terkendali, indria hidung terkendali, indria lidah terkendali, indria badan terkendali, indria pikiran terkendali, maka tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul. Noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria mata tidak terkendali, indria telinga tidak terkendali, indria hidung tidak terkendali, indria lidah tidak terkendali, indria badan tidak terkendali, indria pikiran tidak terkendali. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengendalikan.

 

“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan menggunakan?

Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, menggunakan jubah hanya untuk perlindungan dari dingin, dari panas, dari kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan binatang-binatang melata, dan hanya bertujuan untuk menutupi bagian tubuh yang pribadi.

 

“Merenungkan dengan bijaksana, ia menggunakan dana makanan bukan untuk kenikmatan, bukan untuk kemabukan, bukan demi kecantikan dan kemenarikan fisik, tetapi hanya untuk ketahanan dan kelangsungan badan ini, untuk mengakhiri ketidaknyamanan, dan untuk mendukung kehidupan suci, dengan pertimbangan : ‘Dengan demikian aku akan mengakhiri perasaan sebelumnya tanpa memunculkan perasaan baru dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan dapat hidup dengan nyaman.’

 

“Merenungkan dengan bijaksana, ia menggunakan tempat tinggal hanya untuk perlindungan dari dingin, dari panas, dari kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan binatang-binatang melata, dan hanya bertujuan untuk menangkis bahaya iklim dan untuk menikmati latihan.

 

“Merenungkan dengan bijaksana, ia menggunakan obat-obatan hanya untuk perlindungan dari penyakit yang telah muncul dan demi kesehatan.

 

Noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak menggunakan benda-benda kebutuhan seperti tersebut. Sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang menggunakan benda-benda kebutuhan seperti tersebut. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menggunakan.

 

“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan menahankan?

Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, menahan dingin dan panas, lapar dan haus, kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan binatang-binatang melata; ia menahankan kata-kata kasar dan tidak ramah, dan perasaan jasmani yang timbul yang menyakitkan, menyiksa, tajam, menusuk, tidak menyenangkan, menyusahkan, dan mengancam kehidupan. Noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak menahankan hal-hal tersebut, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang menahankan hal-hal tersebut. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menahankan.

 

“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan menghindari?

Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, menghindari gajah liar, kuda liar, sapi liar, anjing liar, ular, tunggul pohon, semak berduri, jurang, ngarai, lubang kakus, dan saluran pembuangan. Merenungkan dengan bijaksana, ia menghindari duduk di tempat yang tidak sesuai, menghindari bepergian ke tempat yang tidak sesuai, dan menghindari bergaul dengan teman-teman yang tidak baik, karena jika ia melakukan hal itu maka teman-teman bijaksana dalam kehidupan suci akan mencurigainya berperilaku buruk. Noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak menghindari hal-hal tersebut, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang menghindari hal-hal tersebut. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menghindari.

 

“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan melenyapkan?

Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, tidak menolerir pikiran keinginan indria yang muncul; pikiran bermusuhan yang muncul; pikiran kejam yang muncul; dan kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat; ia meninggalkannya, melenyapkannya, mengusirnya, dan membasminya. Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak melenyapkan pikiran-pikiran tersebut, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang melenyapkannya. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melenyapkan.

 

“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan mengembangkan?

Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, mengembangkan faktor pencerahan perhatian, mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi, mengembangkan faktor pencerahan kegigihan, mengembangkan faktor pencerahan sukacita, mengembangkan faktor pencerahan ketenangan, mengembangkan faktor pencerahan konsentrasi, dan mengembangkan faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak mengembangkan faktor-faktor pencerahan tersebut, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang mengembangkannya. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengembangkan.

 

Kesimpulan

“Para bhikkhu, ketika noda-noda oleh seorang bhikkhu telah ditinggalkan dengan melihat, dengan mengendalikan, dengan menggunakan, dengan menahankan, dengan menghindari, dengan melenyapkan, dan telah ditinggalkan dengan mengembangkan – maka ia disebut seorang bhikkhu yang berdiam dengan terkendali oleh pengendalian segala noda. Ia telah memotong ketagihan, melepaskan belenggu-belenggu, dan dengan sepenuhnya menembus keangkuhan, ia telah mewujudkan akhir dari penderitaan.”

 

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

 

Demikianlah intisari tentang : “Segala Noda” dari Majjhima Nikaya-2 : Sabbāsava Sutta. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar