Tulisan ini menyampaikan intisari tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta. Mūlapariyāya Sutta - menceritakan ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Ukkaṭṭhā di Hutan Subhaga di bawah pohon sāla besar. Beliau memanggil para bhikkhu dan kemudian berkata bahwa beliau akan mengajarkan sebuah khotbah kepada Para bhikkhu tentang akar dari segala sesuatu.
Intisari dari ajaran Sang Bhagava yang disampaikan kepada para bhikkhu
tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta -
menurut tulisan ini adalah mengenai penguasaan pemahaman dan pencapaian tertinggi
dari praktik mengakhiri Dua belas mata rantai sebab-musabab yang saling
bergantungan (Paticcasamuppada) mulai dari orang biasa, Arahat sampai dengan
yang disebut Tathagata-2, dimana rincian singkatnya yang dikatakan oleh - Sang
Bhagava adalah sebagai berikut :
Orang biasa :
Orang biasa menganggap [dirinya sebagai] sesuatu, ia menganggap [dirinya]
dalam sesuatu, ia menganggap [dirinya terpisah] dari sesuatu, ia menganggap
sesuatu sebagai ‘milikku,’ ia bersenang dalam sesuatu, karena ia belum
sepenuhnya memahami sesuatu yang dimaksud. Dimana sesuatu tersebut adalah tentang
: tanah, air, api, dan udara yang membentuk Ruppa atau badan jasmani dan
mengenai : makhluk-makhluk, dewa-dewa, Pajāpati, Brahmā, para dewa dengan
Cahaya Gemerlap, para dewa dengan Keagungan Gemilang, para dewa dengan Buah
Besar, raja, landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas,
landasan kekosongan, landasan bukan persepsi juga bukan tanpa-persepsi, yang
terlihat, yang terdengar, yang terindra, yang dikenali, kesatuan, keberagaman,
keseluruhan, dan Nibbāna. Mengapa demikian? Karena seperti yang disebut tadi,
orang biasa itu belum sepenuhnya memahami tentang sesuatu itu : tanah, air, api
dan sebagainya sebagaimana mestinya.
Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi :
Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi seharusnya tidak menganggap [dirinya
sebagai] sesuatu dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Siswa Dalam Latihan
Yang Lebih Tinggi itu sudah dapat memahami sepenuhnya tentang sesuatu, yaitu
tanah, air, api dan seterusnya...
Arahat – 1 :
Arahat – 1 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air,
api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant – 1 telah memahami
sepenuhnya tentang tanah, air, api dan seterusnya...
Arahat – 2 :
Arahat – 2 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air,
api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant-2 telah terbebaskan
dari nafsu melalui hancurnya nafsu.
Arahat – 3 :
Arahat – 3 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air,
api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahat-3 telah terbebaskan
dari kebencian melalui hancurnya kebencian.
Arahat – 4 :
Arahat – 4 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air,
api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant-4 telah terbebaskan
dari delusi melalui hancurnya delusi.
Tathāgata – 1 :
Tathāgata – 1 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air,
api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Beliau telah memahami
sepenuhnya hingga akhir.
Tathāgata – 2 :
Tathāgata – 2 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air,
api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Tathagata-2 telah memahami
bahwa kesenangan adalah akar penderitaan, dan bahwa dengan penjelmaan [sebagai
kondisi] maka ada kelahiran, dan bahwa dengan apapun yang terlahir itu, maka
ada penuaan dan kematian. Oleh karena itu, para bhikkhu, melalui kehancuran,
peluruhan, pelenyapan, penghentian, dan pelepasan ketagihan sepenuhnya, Sang
Tathāgata telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tertinggi.
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu
tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Demikianlah intisari tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar