Tulisan ini menyampaikan perihal Pewaris dalam Dhamma dalam Majjhima Nikaya 3 : Dhammadāyāda Sutta – yang sulit dipahami karena memerlukan pemikiran dan perenungan yang berulang. Tulisan ini menyingkat Dhammadāyāda Sutta agar mudah dimengerti dengan tidak mengubah arti meskipun masih memerlukan perhatian penuh yang berulang.
Dhammadāyāda Sutta – menceritakan - pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang
menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta - Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā
memanggil para bhikkhu dan berkata kepada mereka yang jika disingkat adalah
sebagai berikut :
Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam
benda-benda materi. Demi belas kasihKu kepada kalian Aku berpikir : Bagaimanakah
agar para siswaKu dapat menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam
benda-benda materi? Jika kalian menjadi pewarisKu dalam benda-benda materi,
maka kalian dan Aku akan dicela sebagai berikut : Para siswa Sang Guru hidup
sebagai pewaris dalam benda-benda materi Sang Guru, bukan sebagai pewaris dalam
Dhamma.
Jika kalian menjadi pewarisKu dalam Dhamma, maka kalian dan Aku tidak
akan dicela [sebagaimana akan dikatakan] : Para siswa Sang Guru hidup sebagai
pewaris dalam Dhamma, bukan sebagai pewaris dalam benda-benda materi Sang Guru.
Oleh karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu
dalam benda-benda materi.
Sekarang, para bhikkhu, misalkan Aku telah makan, menolak makanan
tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup, telah memakan apa yang
Kubutuhkan, dan ada makanan tersisa dan akan dibuang. Kemudian dua orang
bhikkhu tiba, lapar dan lemah, dan Aku berkata kepada mereka : Para bhikkhu, Aku
telah makan, menolak makanan tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup,
telah memakan apa yang Kubutuhkan, tetapi masih ada makanan tersisa dan akan
dibuang. Makanlah jika kalian menginginkan; jika kalian tidak memakannya maka
Aku akan membuangnya ke mana tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air
di mana tidak ada kehidupan.
Kemudian seorang bhikkhu berpikir : Sang Bhagavā telah makan apa yang
Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan
dibuang; jika kami tidak memakannya maka Sang Bhagavā akan membuangnya ke mana
tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air di mana tidak ada kehidupan.
Tetapi telah dikatakan oleh Sang Bhagavā : Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam
Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi. Tetapi makanan ini adalah
salah satu benda materi. Bagaimana jika seandainya tanpa memakan makanan ini
aku melewatkan malam dan hari ini dalam keadaan lapar dan lemah. Dan tanpa
memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu dalam keadaan lapar dan
lemah.
Kemudian bhikkhu ke dua berpikir : Sang Bhagavā telah makan apa yang
Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan
dibuang. Bagaimana jika aku memakan makanan ini dan melewatkan malam dan hari
ini tanpa merasa lapar dan lemah. Dan setelah memakan makanan itu ia melewatkan
malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah. Sekarang walaupun bhikkhu itu
dengan memakan makanan itu melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan
lemah, namun bhikkhu pertama lebih terhormat dan dipuji olehKu. Mengapakah?
Karena hal itu dalam waktu lama akan berdampak pada keinginannya yang sedikit,
kepuasan, pemurnian, mudah disokong, dan membangkitkan kegigihannya. Oleh
karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam
benda-benda materi.
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal
tersebut, Yang Sempurna bangkit dari dudukNya dan masuk ke kediamanNya. Segera
setelah Beliau pergi, Yang Mulia Sāriputta memanggil para bhikkhu dan berkata
sebagai berikut :
Teman-teman, dalam cara bagaimanakah para siswa Sang Guru yang hidup
terasing tidak berlatih dalam keterasingan? Dan dalam cara bagaimanakah para
siswa Sang Guru yang hidup terasing berlatih dalam keterasingan?
Para bhikkhu berkata sebagai berikut :
Sesungguhnya, teman, kami datang dari jauh untuk mempelajari makna
pernyataan ini dari Yang Mulia Sāriputta. Baik sekali jika Yang Mulia Sāriputta
sudi menjelaskan makna pernyataan ini. Setelah mendengarkannya darinya para
bhikkhu akan mengingatnya.
Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut :
Teman-teman, dalam cara bagaimanakah para siswa Sang Guru yang hidup
terasing tidak berlatih dalam keterasingan? Disini para siswa Sang Guru tidak
meninggalkan apa yang Sang Guru beritahukan kepada mereka untuk ditinggalkan;
mereka hidup dalam kemewahan dan lalai, pemimpin dalam kemunduran, lengah dalam
keterasingan.
Dalam hal ini para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para
bhikkhu junior dicela untuk tiga alasan. Pertama : sebagai para siswa Sang Guru
yang hidup terasing mereka tidak berlatih dalam keterasingan. Kedua : mereka
tidak meninggalkan apa yang Sang Guru katakan kepada mereka untuk ditinggalkan.
Ketiga : mereka hidup dalam kemewahan dan lalai, pemimpin dalam kemunduran,
lengah dalam keterasingan.
Dalam cara ini inilah para siswa Sang Guru yang hidup terasing tidak
berlatih dalam keterasingan.
“Dalam cara bagaimanakah, teman-teman, para siswa Sang Guru yang hidup
terasing berlatih dalam keterasingan? Disini para siswa Sang Guru meninggalkan
apa yang Sang Guru katakan kepada mereka untuk ditinggalkan; mereka tidak hidup
dalam kemewahan dan tidak lalai, mereka tekun menghindari kemunduran, dan
adalah pemimpin dalam keterasingan.
“Dalam hal ini para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para
bhikkhu junior dipuji untuk tiga alasan. Pertama : sebagai para siswa Sang Guru
yang hidup terasing mereka berlatih dalam keterasingan. Kedua : mereka
meninggalkan apa yang Sang Guru katakan kepada mereka untuk ditinggalkan.
Ketiga : mereka tidak hidup dalam kemewahan dan tidak lalai; mereka tekun
menghindari kemunduran, dan adalah pemimpin dalam keterasingan.
Dalam cara inilah para siswa Sang Guru yang hidup terasing berlatih dalam
keterasingan.
“Teman-teman, kejahatan di sini adalah keserakahan dan kebencian.
Terdapat Jalan Tengah untuk meninggalkan keserakahan dan kebencian,
menghasilkan penglihatan dan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian,
menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna. Dan apakah
Jalan Tengah itu? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar,
kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar,
perhatian benar, dan konsentrasi benar. Ini adalah Jalan Tengah yang
menghasilkan penglihatan dan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian,
menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna.
Teman-teman, kejahatan di sini adalah kemarahan dan kekesalan, sikap
meremehkan dan congkak, iri hati dan kekikiran, kecurangan dan penipuan, sifat
keras kepala dan persaingan, keangkuhan dan kesombongan, kepongahan dan
kelalaian. Terdapat Jalan Tengah untuk meninggalkan kepongahan dan kelalaian,
menghasilkan penglihatan, menghasilkan pengetahuan, yang menuntun menuju
kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Dan
apakah Jalan Tengah itu? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan
benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha
benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Ini adalah Jalan Tengah yang
menghasilkan penglihatan, menghasilkan pengetahuan, yang menuntun menuju
kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna.
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Sāriputta. Para bhikkhu
puas dan gembira mendengarnya.
Demikianlah Tulisan ini yang menyampaikan tentang Dhammadāyāda Sutta yang
dipersingkat agar mudah dimengerti dengan tidak mengubah arti. Semoga
bermanfaat.