Translate

Minggu, 10 April 2022

Batok Kelapa

Biasanya nafsu keinginan dipahami sebagai kotoran batin, padahal keinginan yang baik itu diperlukan untuk melakukan hal-hal baik. Oleh karena itu maka keinginan baik hendaklah tidak disertai dengan nafsu yang menggebu, melainkan tetap mengedepankan jalan tengah. 

Kita ambil contoh percakapan sebagai berikut :

Ketika Anda membeli kelapa muda di pasar dan pada saat membawanya pulang, seseorang bertanya : Mengapa Anda membeli kelapa?

Anda menjawab : Saya ingin memakannya.

Dia bertanya lagi : Apakah Anda ingin memakan batoknya juga?

Anda menjawab : Tentu saja tidak!

Kemudian dia berkata demikian : Saya tidak mengerti. Jika Anda tidak ingin memakan batoknya, mengapa Anda membelinya?

Persoalan diatas dapatlah diterangkan sebagai berikut :

Jika kita berlatih, maka pastilah terlebih dahulu  dimulai dari keinginan untuk berlatih. Jika kita tidak memiliki nafsu keinginan, kita tidak akan bisa berlatih. Merenungkan persoalan tersebut diatas dapat membangkitkan kebijaksanaan.

Apakah Anda juga akan memakan batoknya?

Batok dan sabutnya diperlukan untuk membungkus buah kelapa itu.

Setelah Anda meminum air dan memakan buah kelapa mudanya, batok dan sabutnya Anda buang saja bukan?

Latihan kita juga seperti itu. Kita tidak akan memakan batoknya, tetapi belum waktunya untuk membuang batok itu. Kita mempertahankannya dahulu, sebagaimana kita lakukan terhadap nafsu keinginan. Begitulah cara kita berlatih.

Jika ada seseorang yang ingin menuduh kita memakan batok kelapa, itu urusan mereka. Kita hanya perlu sadar atas apa yang kita lakukan. Bahwa keinginan baik itu bukan tidak perlu kita miliki, keinginan baik itu perlu kita manage dengan baik. Disini kita tidak bicara tentang keinginan yang tidak baik, karena kita selalu berusaha menjauhi keinginan yang tidak baik.

Keinginan baik yang menggebu-gebu itu adalah penderitaan. Supaya tidak ada penderitaan maka perlu diambil jalan tengah. Kalau kita memiliki keinginan yang baik, lakukan dalam tindakan yang semangatnya dalam kategori wajar. Kalau semangatnya berlebihan maka akan mengundang hawa nafsu, nafsu tidak baik. Hawa nafsu itu penderitaan.

Demikianlah uraian tentang keinginan yang berjudul Batok Kelapa. Semoga bermanfaat.

Kamis, 07 April 2022

Mengapa Meditasi Menempati Urutan Ketiga Dari Sepuluh Karma Baik?

Berikut ini sekedar mengemukakan pendapat tentang meditasi Buddhis, mengapa meditasi menempati urutan ketiga dari 10 karma baik. Tentu ada alasannya. Tapi sebelum lanjut terlebih dahulu akan disinggung sedikit mengenai meditasi itu sendiri. 

Meditasi itu adalah pemusatan pikiran terhadap obyek, adalah mengamati obyek misalnya mengamati keluar masuknya nafas di ujung kedua lubang hidung tanpa berharap memperoleh sesuatu yang terlalu jauh, kecuali berupaya untuk mampu menjadi tenang, dan pikiran yang terpusat tidak kemana-mana. Kalau pikiran terlepas dan memikirkan hal lain maka harus segera dikembalikan lagi ke pengamatan keluar masuknya nafas. Dengan hanya memusatkan pikiran mengamati obyek meditasi tanpa berharap sesuatu yang besar diperoleh, maka secara otomatis meditasi itu melatih batin untuk menjadi tenang dan sabar.

Jika dirinci lagi yang lebih luas, maka meditasi itu adalah pembudayaan mental, yaitu pengembangan batin secara luas, yang bertujuan untuk membersihkan pikiran dari ketidakmurnian dan gangguan-gangguan, seperti nafsu keinginan, kebencian, niat buruk, kemalasan, kecemasan, kegelisahan, keragu-raguan, serta untuk mengembangkan kualitas-kualitas seperti konsentrasi, kesadaran yang kuat, kecerdasan, kekuatan kemauan, kemampuan analitis yang tajam, kesukacitaan, ketenangseimbangan serta pada puncaknya pencapaian kebijaksanaan tertinggi yang menembus hakikat sejati kenyataan, dan merealisaikan kesunyataan mutlak (Nibbana).

Dari uraian singkat tentang meditasi tadi jelas bahwa meditasi itu dilatih atau dipraktekkan dalam upaya pengembangan diri,  untuk kepentingan sendiri, bukan untuk orang lain. Namun dalam arti yang lebih luas sebenarnya nanti pada gilirannya akan bermanfaat pula buat orang lain, karena dengan seringnya berlatih meditasi maka kualitas batin akan meningkat, menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi lebih bajik dan bijaksana. Pribadi yang baik ini tentunya dapat memberikan aura atau pengaruh baik saat bersosialisasi dengan orang lain, misalnya dengan sahabat atau mungkin dengan bawahan. Bersosialisasi dengan orang baik dan bijaksana akan membuat hati menjadi tenang, sejuk dan merasakan kedamaian. Belum lagi kalau orang baik tersebut mampu melakukan dengan baik 9 karma baik yang lain. 

Posisi urutan ketiga dari 10 karma baik dari meditasi tersebut kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut : 

Urutan pertama adalah "Gemar beramal dan bermurah hati". Mengapa mnempati urutan pertama? Karena perbuatan ini langsung dapat membantu orang lain, membantu badan atau organisasi, sehingga yang mendapat bantuan bebannya langsung menjadi ringan.

Urutan kedua adalah "Hidup bersusila". Mengapa menempati urutan kedua? Karena dengan hidup bersusila selain yang bersangkutan bisa menjadi contoh bagi orang lain, juga yang bersangkutan tidak mengganggu atau menyusahkan orang lain. Perilaku seperti ini baik sekali dan dibutuhkan oleh orang lain. Jika perilaku ini manfaatnya berada dibawah urutan pertama tadi, itu benar karena tidak langsung membantu pihak lain, sehingga pihak lain langsung memperoleh nilai tambah. 

Melakukan meditasi, dalam hal ini menempati urutan ketiga, karena mediasi utamanya bermanfaat bagi diri sendiri terlebih dahulu sebelum pada gilirannya nanti akan bermanfaat pula buat orang lain.

Urutan keempat adalah "Selalu berendah hati dan hormat". Mengapa menempati urutan keempat? Karena meski hal tersebut baik untuk orang lain, tetapi jika tidak dilakukanpun tidak merugikan orang lain. Oleh karena itu rendah hati dan hormat ini manfaatnya ada dibawah manfaat bermeditasi. 

Urutan kelima adalah "Berbakti". Mengapa menempati urutan kelima? Karena seseorang itu lebih menyukai jika orang lain itu rendah hati dan menghormati orang lain yang merupakan urutan keempat, dibandingkan orang lain yang berbakti kepadanya, misal baktinya para bawahan kepadanya, karena hal tersebut menimbulkan hutang budi. Kecuali jika yang berbakti itu adalah anak sendiri dan cucu-cucu misalnya, akan tetapi tetap saja yang bersangkutan lebih menyukai jika anak atau cucu ini rendah hati, hormat, tidak selalu mengusik melainkan tetap mengahargai orang tua dan kakek nenek mereka.

Urutan keenam adalah "Cenderung untuk membagi kebahagiaan kepada orang lain". Mengapa menempati urutan keenam? Karena meskipun kecenderungan tersebut adalah sikap yang baik, dan akan lebih baik lagi jika dipraktekan menjadi tindakan nyata yaitu berbagi. Namun sikap cenderung ini kualitasnya masih dibawah perilaku nyata seperti rendah hati dan hormat, yang merupakan urutan kelima.

Urutan ketujuh adalah "Bersimpati terhadap kebahagiaan orang lain". Mengapa menempati urutan ketujuh? Karena meskipun bersimpati itu adalah sikap yang baik, tetapi bukan merupakan suatu tindakan, misalnya tindakan berbagi yang didahului dengan memiliki kecenderungan untuk berbagi kebahagiaan yang merupakan urutan keenam. 

Urutan kedelapan adalah "Sering mendengarkan Dhamma". Mengapa menempati urutan kedelapan? Karena mendengarkan Dhamma itu hanya bermanfaat untuk diri pribadi, belum tertuju kepada orang lain, seperti misalnya bersimpati terhadap kebahagiaan orang lain yang merupakan urutan ketujuh. Sebagai tambahan, mendengarkan Dhamma itu serupa dengan berlatih meditasi. Dimana mendengarkan Dhamma adalah merupakan cikal bakal dari gemar berlatih meditasi.

Urutan kesembilan adalah "Gemar menyebarkan Dharma". Mengapa menempati urutan kesembilan? Karena untuk mampu menyebarkan Dhamma itu harus menguasai pengetahuan Dhamma itu sendiri, yang didahului dengan sering mendengarkan Dhamma yang merupakan urutan kedelapan.

Urutan kesepuluh adalah "Meluruskan pandangan orang lain yang keliru". Mengapa menempati urutan kesepuluh? Karena meluruskan pandangan orang lain yang keliru itu memerlukan pemahaman yang cukup tentang Dhamma terlebih dahulu, sehingga mampu menyebarkan Dhamma yang merupakan urutan kesembilan.

Sampai disini dapat disimpulkan bahwa ternyata karma baik itu bukan saja perbuatan baik yang dilakukan terhadap pihak lain, tetapi juga perbuatan baik yang berguna bagi diri sendiri, contohnya adalah meditasi. Terlebih meditasi adalah satu-satunya jalan untuk merealisasi Nibbana.

Dari uraian tadi juga dapat sedikit menambah bukti bahwa ajaran Dhamma itu memang sempurna adanya, ucapan Tathagata selalu benar, sangat runtut dan rapi, pokoknya sempurna, sesempurna beliau yang telah merealisasi penerangan sempurna itu sendiri. 

Sebagai tambahan, telepas dari tujuan utama dari meditasi yang adalah pengembangan batin seperti yang sudah disebutkan pertama tadi, maka meditasi juga mempunyai manfaat untuk kehidupan manusia di jaman modern ini. Kebisingan, stress dan ketegangan sebagai ciri dari era sekarang yang dapat menimbulkan banyak kerugian melalui berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung, penyakit lambung, ketegangan saraf dan susah tidur. Kebanyakan penyakit ini disebakan oleh kecemasan, ketegangan syaraf, tekanan ekonomi dan kegelisahan emosi. Selain itu ritme hidup yang cepat, membuat energi manusia modern terperah habis, sehingga menimbulkan kelelahan fisik dan rohani, manusia menjadi mudah tersinggung, konsentrasi melemah, efisiensi menurun, dan perselisihan menjadi sering terjadi. Salah satu cara ampuh untuk mengatasi hal ini adalah dengan meditasi.

Demikianla uraian mengenai meditasi yang menempati urutan ketiga dari sepuluh karma baik. Semoga bermanfaat.

Kupas Tuntas Agama

Di mana-mana di dunia ini termasuk di Indonesia perselisihan agama itu terjadi. Agama menjelma menjadi seseuatu yang sangat sensitif, berbahaya, mengerikan & sangat menakutkan. Mestinya tidak demikian, justru harus sebaliknya, memberikan kedamaian dan kesejukan. Jika masalah tersebut tabu untuk dicarikan solusi secara benar dan tuntas, kapan masalah tersebut bisa selesai? Solusi tepat untuk menuntaskan masalah kesensitifan agama itu kalau menurut saya adalah dengan cara buka-bukaan, yaitu bertanya sepuasnya dan dijawab dengan baik tanpa disertai oleh rasa benci & nafsu amarah. Hal ini secara teori dan mestinya bisa dilakukan oleh pemuka-pemuka agama, yang dalam hal ini sudah dipastikan terlebih dahulu telah memiliki karakter yang arif & bijaksana. 

Tidak ada agama yang sesat. Yang ada adalah ketidak cocokan agama. Dan karena agama itu berasal dari katanya, kata orang, kata orang tua, kata guru dan kata kitab suci, maka agama itu disebut sebagai keyakinan atau kepercayaan. 

Kenyatannya yang disebut Tuhan itu diam saja bukan? Sebab kalau Tuhan atau tepatnya Yang Maha Kuasa itu tidak diam, bisa  berkomunikasi, maka pamor Tuhan akan jatuh dan ketahuan rahasia dapurnya. Manusia akan menganggap Tuhan sebagai makhluk dan teman meskipun maha kuasa. Akhirnya akan tidak ada manusia yang jatuh ke Neraka, karena dengan kemaha kuasaan Tuhan itu, manusia tahu persis apa yang harus dilakukannya. Kalau sekarang ini manusia rasanya hanya berilusi, berilusi telah bertemu Tuhan, padahal mungkin hanya bertemu dengan makhluk dewa atau makhluk Brahma saja meskipun hal seperti itu kemungkinannya sangat kecil sekali, karena sangat susah, harus memiliki kemampuan batin yang sangat tinggi, yang suci. Manusia merasa doanya telah dijawab oleh Tuhan. Padahal itu terkait dengan hukum tabur-tuai, hukum sebab-akibat atau hukum karma. Manusia telah mempersepsikan Tuhan atau Yang Maha Kuasa itu macam-macam, sebab kitab suci yang ada juga macam-macam. Oleh karena itu, nyata bahwa manusia mempunyai otak untuk berpikir, gunakanlah otak atau pikiran itu dengan sangat baik sehingga tidak bingung dengan ada banyaknya kitab suci, mana yang benar, tapi semuanya baik, yang tidak baik adalah kelakuan pemeluknya. Selain otak, manusia juga memiliki mulut dan telinga yang bisa digunakan untuk bertanya, mendengar dan berpikir, lalu apa lagi?

Indonesia secara teori dan mestinya bisa membudayakan acara bertanya dan dijawab dengan baik dan sabar terkait dengan adanya 6 agama yang diakui. Bisa juga mempelajari agama lain secara mendalam kalau baru tahu kulit-kulitnya saja, karena kulit yang dilihatnya belum tentu dapat menggambarkan isi dalam yang sebenarnya. Jangan cuma persepsi sendiri tentang ajaran agama lain, kemudian sengaja menistakannya. Ayo rakyat yang bersatu dan supaya persatuan itu kokoh adakan budaya buka-bukaan, adakan budaya bertanya sepuasnya dan dijawab sebaik dan segamblang mungkin tanpa disertai oleh rasa benci dan nafsu amarah. Pertanyaan yang belum mampu dijawab saat itu bisa dijawab di waktu lain setelah memperoleh jawaban, termasuk jawaban yang berasal dari bantuan teman seprofesi atau teman sejawat. Adakan acara tanya jawab sampai puas secara ikhlas dan tulus, bukan didasari kebencian, untuk mencari tahu seluk beluk agama lain. Carilah pemahaman tentang agama lain secara mendalam, supaya tahu persis ajaran agama lain yang dipeluk oleh sesama kita sebagai sesama warga negara Indonesia. Supaya akhirnya tahu seluk beluk agama lain dan tahu seluk beluk mengapa teman sesama itu memeluk agama tersebut. Supaya akhirnya kita bisa maklum dengan pilihan-pilihan sesama kita, tidak membencinya, tidak mencela, tidak menista ataupun mempengaruhinya, biarkan mereka bebas merdeka menjalankan perintah agamanya dengan baik dan benar yang dapat menciptakan suasana yang sejuk dan damai. 

Tanya jawab agama sebaiknya dibudayakan, misalnya dilakukan di suatu acara Televisi yang dilakukan oleh pemuka-pemuka agama yang ahli dalam teori dan praktek agama. Seperti acara mimbar agama di televisi itu, tapi ini dilakukan oleh 2 agama yang berbeda. Satu team yang satu khusus bertanya kepada team kedua soal ajaran agama yang dipeluk oleh team kedua. Satu team misalnya terdiri dari 3 orang. Pemuka-pemuka agamanya adalah pemuka agama yang ahli, yang telah menguasai dengan baik seluk beluk agamanya, yang menguasai dengan baik ajaran agamanya teori & prkatek. Tanya jawab agama di acara televisi tersebut bisa ditonton oleh jutaan orang. Hal ini juga dimaksudkan untuk pendidikan kepada masyarakat banyak. Tapi harus dapat memberi contoh tanya jawab yang baik, sabar, berbobot, gamblang serta mencerahkan. Share atau dokumentasikan juga acara tanya jawab agama tersebut di kanal youtube. Saya ulangi, kelompok pertama melulu bertanya tentang ajaran agama yang dipeluk oleh kelompok kedua. Kelompok kedua melulu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kelompok pertama. Dilain waktu setelah tidak ada pertanyaan-pertanyaan lagi dari kelompok pertama, maka kelompok kedua gantian bertanya tentang ajaran agama yang dipeluk oleh kelompok pertama. Dalam bertanya dan menjawab, kalau ada anggota team yang tidak sabar maka moderator harus mengelimirnya dan diganti dengan orang lain yang sudah disiapkan. Kalau di kubu yang sama sampai ada 3 kali penggantian, maka yang keempat dengan terpaksa acara tanya jawab harus dihentikan dan dilanjutkan di waktu yang sudah ditentukan berikutnya. Masyarakat pastinya akan menikmati acara tersebut, masyarakat bisa menilai dan memahami apa yang sudah dipertanyakan dan dijawab. Sehingga tidak ada lagi yang bilang bahwa di salib itu ada jin kafir dan segala macam. Di lain waktu dilakukan lagi diskusi tanya jawab dengan agama yang berbeda lagi, sampai semua 6 agama bisa berkontribusi dalam acara bertanya dan dijawab tersebut. Kalau ada agama yang tidak bersedia berdiskusi karena merasa tidak ada kepentingannya, merasa tidak mempunyai masalah apapun dengan agama lain meski sudah dinista misalnya, tapi ini demi pencerahan kepada rakyat Indonesia, jadi mesti bersedia berkontribusi dalam acara bertanya dan dijawab tersebut. Sehingga pada gilirannya nanti akan terwujud kerukunan yang hakiki, yaitu hilangnya perseteruan antar agama, karena masing-masing kaum bisa memaklumi dan menerima dengan baik keberadaan agama lain yang diyakini dan dipeluk oleh kaum lain.

Sekarang ini ada perselisihan agama karena masing-masing membenarkan ajaran agama sendiri, yang lain salah dan perlu dibuat benar, atau dihilangkan saja. Mereka itu melihat sesuatu itu dengan memakai kacamata berwarna milik masing-masing yang berbeda-beda warna, mestinya tidak memakai kacamata, agar yang dilihat adalah hal-hal yang sebenarnya, apa adanya, tidak termarjinalisasikan oleh warna-warna tertentu. 

BATIN MANUSIA

Sumber : The essense of Buddha Abhidhamma oleh Dr. Mehm Tim Mon. 

Para ahli filsafat biasanya merujuk pada batin dan materi sebagai dua prinsip dasar dari dunia kehidupan. Tetapi mereka tidak berhasil membuat keputusan bersama tentang apakah batin itu. 

Para ahli psikologi memulai pekerjaan mereka dengan menelusuri sifat batin. Dan ketika mereka tidak dapat merinci dan mengkarakterisasi batin, mereka beralih menelusuri perilaku binatang dan manusia. Sehingga psikologi menjadi pembelajaran tingkah laku dari ilmu pengetahuan tentang batin.

Saat ini ilmu pengetahuan belum memiliki alat yang mampu mendeteksi batin. Sehingga para ilmuwan cenderung menolak keberadaan batin, dan menganggap bahwa otaklah yang berfungsi sebagai batin. Akan tetapi teori itu tidak dapat menjelaskan atas fenomena khusus dari batin yang disebut telepati, kewaskitaan atau kemampuan mengindera dengan kekuatan batin, pencerapan ekstra sensorik, psikokinesis, eksperimen kemampuan diluar jasmani, kehidupan setelah kematian, dan sebagainya, yang mana saat ini ilmu pengetahuan tidak bisa membantah. Disamping otak, penyelidikan telah membuktikan bahwa, meskipun otak berfungsi bagaikan superkomputer, ia masih memerlukan agen luar untuk menjalankannya, seperti halnya sebuah komputer yang biasanya masih butuh diprogram oleh manusia.

Abhidhamma mendeskripsikan batin sebagai kombinasi dari kesadaran (Citta) dan faktor-faktor mental (Cetasika). Ada 52 faktor mental yang mana beberapa dapat mencemari batin, beberapa dapat memurnikan batin dan beberapa bersifat netral.

Jumlah keseluruhan dan kemungkinan kombinasi antara kesadaran dan faktor-faktor mental adalah 121. Kombinasi ini merupakan variasi keadaan batin. Mereka menjelaskan secara lengkap mengapa batin kadang-kadang buruk dan kadang-kadang baik, kadang-kadang sedih, kadang-kadang gembira, kadang-kadang jahat, kadang-kadang mulia dan sebagainya.

Didalam aspek pelatihan dari ajaranNya, Sang Budha menjelaskan beberapa cara untuk pengembangan konsentrasi mental  (Samadhi). Ketika faktor-faktor mental yang tidak bajik seperti keserakahan (Lobha), kemarahan (Dosa), kerisauan (Uddhacca), penyesalan (Kukkucca), keragu-raguan (Vicikiccha), kemalasan dan kelambanan (Thina-Middha) diredam untuk tidak muncul didalam batin, sehingga batin dalam keadaan tidak galau, sangat damai dan tenang. Ini adalah keadaan dari konsentrasi mendekati atau konsentrasi akses (upacara-samadhi), artinya ia dekat dengan penyerapan (Jhana).

Pada keadaan konsentrasi akses, oleh karena kotoran batin tidak hadir didalam batin, ia menikmati ketenangan dan kedamaian yang tidak tertandingi oleh kesenangan indriya. Kebahagiaan yang lebih tinggi dinikmati ketika ia dapat mencapai tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dari pada konsentrasi Jhana. Didalam keadaan Jhana, batin berdiam terfokus dan menancap pada subjek meditasi selama berjam-jam.

Setelah mengembangkan empat Rupa Jhana dan empat Arupa Jhana, ia dapat menuju langkah selanjutnya untuk mengembangkan pengetahuan supranatural (Abhinna). Ada lima kemampuan supranatural (Lokiya) :

1, Kemampuan surgawi (Iddhi -vidha). 2, Telinga surgawi (Dibba-sota). 3, Mata surgawi (Dibba-cakkhu). 4, Kemampuan menembus pikiran orang lain (Ceto-pariya-nana) dan 5, dapat mengingat kehidupan-kehidupan lampau (Pubbe-nivasanussati).

Kemampuan-kemampuan supranatural ini jauh melampaui kemampuan telepati, kewaskitaan, psikokinesis, dan sebagainya. Dengan kemampuan surgawi (Iddhi-vidha Abhinna) seseorang dapat menembus tembok dan gunung tanpa rintangan, menyelam kedalam bumi, berjalan diatas permukaan air dan terbang di angkasa. Dengan mata surgawi seseorang dapat melihat alam yang menyedihkan dan juga alam surga dari para dewa dan brahma dan makhluk yang mati dan terlahir kembali di 31 alam kehidupan sesuai dengan karma atau tindakan yang disertai niat mereka masing-masing. Dengan Ceto-pariya-nana, seseorang dapat melihat batin orang lain dan mengetahui apa yang mereka pikirkan.

Pencapaian dari kekuatan supranatural ini bukanlah tujuan dari agama Buddha. Kemampuan penembusan batin yang ditemani oleh konsentrasi akses atau konsentrasi Jhana digunakan untuk menyelidiki muncul dan lenyapnya mentalitas (kesadaran dan konkurennya) dan materialitas (materi hakiki) didalam jasmani. Mentalitas dan materialitas ini tidak tampak meskipun dibawah mikroskop elektron tetapi mereka dapat dilihat melalui mata batin yang terkonsentrasi.

Melalui meditasi pada tiga karakteristik umum dari mentalitas dan materialitas yakni ketidakkekalan (Anicca), penderitaan (Dukkha) dan bukan diri (Anatta), dan juga hubungan sebab antara mentalitas dan materialitas, seseorang yang mengikuti Jalan Ariya Berunsur Delapan cepat atau lambat akan mencapai Magga dan Phala (Kesadaran Jalan dan Buah) yang pertama. Kemudian ia akan menjadi pemenang arus (orang suci) yang dapat menikmati kebahagiaan yang unik dari Nibbana selama mungkin dan dijamin sepenuhnya tidak akan pernah terlahir kembali di alam menyedihkan lagi.

Pemenang arus (Sotapanna) dapat menikmati kedamaian yang sangat luar biasa dari Nibbana ketika diinginkannya. Jika ia melanjutkan dengan meditasi Vipassana (meditasi pandangan terang), ia akan merealisasi ketiga kebijaksanaan jalan dan tiga kebijaksanaan buah yang lebih tinggi dan tentu saja akan menjadi seorang Arahat (seorang yang sempurna) dalam kehidupan ini. Meskipun tidak melanjutkan meditasi Vipassana, pemenang arus secara otomatis selanjutnya akan menjadi seorang Arahat sesuai dengan halauannya.

Didalam diri seorang Arahat semua kotoran batin telah secara lengkap tercabut dan dihancurkan. Oleh karena kotoran batin ini menjadi sebab utama dari semua penderitaan, mereka secara total dihancurkan, berarti kebahagiaan yang tinggi dan kedamaian abadi bagi seorang Arahat.

Maka melalui pemurnian batin dari semua kotoran batin yang mengakibatkan penderitaan dan merendahkan seseorang, ia dapat menjadi Arahat diantara orang-orang suci di dunia para manusia dan dewa, dan ia dapat menikmati kedamaian tertinggi Nibbana untuk selamanya.

Jadi untuk menjadi seorang Arahat adalah merupakan tujuan yang benar dari para manusia dan para dewa, dan tujuan yang tertinggi dalam kehidupan ini yang hanya dapat dicapai melalui analisa yang benar dan pengertian yang benar tentang batin dan materi seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha didalam Abhidhamma.

Ini seharusnya ditekankan disini, bahwa apapun yang telah Buddha ajarkan kepada kita melalui kemahatahuan dan pengalamanNya, dapat dicoba dan diverifikasi oleh setiap orang yang piawai melalui pengalaman mereka sendiri.

Demikianlah uraian mengenai batin ini, semoga bermanfaat. 

Kedamaian Abadi, Apakah Itu ???

Tulisan ini mempublikasikan sebagian dari pengetahuan Dhamma sebagai berikut :
Dhamma mengajarkan atau tepatnya memberitahu kepada kita bahwa tujuan akhir dari kehidupan manusia, bahkan kehidupan semua makhluk itu adalah kebebasan abadi, bebas dari segala penderitaan, kedamaian yang abadi. Dhamma juga memberitahukan bahwa semua yang ada ini atau semua fenomena itu tidaklah kekal. Segala sesuatu itu selalu berubah, berubahnya setiap saat. Perubahan terutama yang terjadi pada benda padat itu sangat kecil sekali sehingga mata kita tidak mampu menyaksikannya langsung. 
Perubahan itu menimbulkan penderitaan. Sesuatu yang membahagiakan akan berubah menjadi sesuatu yang menyakitkan, yang menyengsarakan. Demikian pula sebaliknya. Perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menjadi tua, sakit, meninggal dunia dan kemudian terlahir kembali di alam lain. Namun bisa juga terlahir di alam manusia kembali tergantung dari perilaku semasa hidup sebelumnya. 
Perbuatan baik dan perbuatan baik yang benar di tingkat-tingkat berikutnya bisa menyebabkan terlahir di alam-alam bahagia atau alam-alam yang tinggi, yaitu di alam manusia, di 6 alam dewa, atau 6 alam surga, di 16 alam brahma berbentuk, atau terlahir kembali di 4 alam brahma yang tanpa bentuk. Sedangkan perbuatan buruk dan sangat buruk bisa menyebabkan terlahir kembali di 4 alam kemerosotan, yaitu alam neraka, alam setan, alam raksasa dan alam binatang. Sehingga sebagaimana yang sudah disebutkan tadi bahwa tujuan akhir dari rentetan kehidupan kita itu adalah kebebasan abadi, yaitu kedamaian abadi, bebas dari segala penderitaan, tidak terlahir kembali di alam manapun. Artinya telah padam, telah mencapai penerangan sempurna, telah merealisasi Nibbana. 
Kedamaian abadi atau Nibbana akan terealisasi apabila batin kita telah menjadi murni, tidak ada lagi kilesa yaitu tidak ada lagi kotoran batin. Kilesa telah berhasil di hancur-leburkan tanpa sisa. Untuk merealisasi Nibbana harus menyikapi dengan baik dan benar berlakunya hukum karma, yaitu harus banyak berbuat baik, berbuat baik yang lengkap dan benar. Caranya adalah dengan menapaki jalan Dhamma, yaitu terjun langsung menapaki Jalan Mulia Berunsur Delapan secara baik, benar, bersungguh-sungguh dan berkesinambungan melalui banyak sekali kehidupan di banyak alam kehidupan. Dan pastinya telah mempraktekkan secara terus-menerus Vipassana Bhavana hingga berhasil mencapai hasil yang tertinggi dari praktek Vipassana Bhavana yaitu mencapai penerangan sempurna, dimana Vipassana Bhavana termasuk unsur ke 8 dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu : Konsentrasi Benar.
Terkait dengan ajaran Dhamma, Atisha seorang guru spiritual Dhamma yang lahir pada tahun 980 di tempat yang saat ini bernama negara Bangladesh yang sebelum berangkat ke Tibet telah belajar selama 11 tahun di tanah kerajaan Sriwijaya Sumatra Indonesia, dalam menjawab pertanyaan dari muridnya beliau mengatakan sebagai berikut :  
Kepandaian tertinggi adalah membuang keakuan.
Kemuliaan tertinggi adalah menguasai pikiran sendiri.
Kebajikan tertinggi adalah memiliki keinginan untuk menolong makhluk lain.
Sila tertinggi adalah menjaga kewaspadaan terus menerus.
Obat tertinggi adalah menyadari ketidaknyataan segala sesuatu (Anatta).
Kebebasan tertinggi adalah tak terpengaruh oleh hal-hal duniawi.
Pencapaian tertinggi adalah mengurangi dan mengubah setiap keinginan.
Pemberian tertinggi terdapat dalam tanpa kemelekatan.
Latihan batin tertinggi adalah pikiran yang tenang.
Kesabaran tertinggi adalah kerendahan hati.
Usaha tertinggi adalah melepaskan keterikatan pada setiap kegiatan.
Meditasi tertinggi adalah pikiran tanpa keinginan.
Kebijaksanaan tertinggi adalah tidak melekat pada apa pun yang tampak.
Ketika meninggalkan bagian barat provinsi Nari, Atisha memberikan nasehat berikut kepada sekelompok siswanya, "Kawan, hingga engkau mencapai penerangan, seorang Guru sangat diperlukan, dengan demikian ikutilah Guru yang suci. Hingga engkau sungguh-sungguh menyadari kehampaan, engkau harus mendengarkan ajaran, untuk itu dengarkan dengan sungguh-sungguh ajaran dari Guru. Hanya memahami Dhamma tidak cukup untuk mencapai penerangan, engkau harus langsung mempraktekkannya. Jauhilah setiap tempat yang merugikan latihanmu, selalu tinggal di tempat yang membawa kebaikan. Kemewahan adalah hal yang merugikan sebelum engkau mencapai batin yang tenang, untuk itu tinggallah di tempat yang terpencil. Tinggalkan teman-teman yang menambah keterikatanmu pada keinginan, percayalah pada teman yang membuatmu meningkatkan perbuatan baik. Ingatlah hal ini di dalam pikiran. Tiada habisnya hal-hal yang harus dilakukan, untuk itu, maka batasilah kegiatanmu. Buktikan kebaikanmu siang dan malam, dan selalu dengan kewaspadaan".
Demikianlah uraian perihal Kedamaian Abadi. Semoga bermanfaat.

Kamis, 31 Maret 2022

Fanatisme Bijaksana, apakah itu ???

Kita berbicara tentang fanatisme, itu biasanya menyangkut kepercayaan atas suatu agama. Percayanya penuh dan bulat tak tergoyahkan. Mengapa fanatik? Karena agama adalah kepercayaan, kebenaran ajaran agama pada umumnya hanya bisa diyakini. Dan karena agama-agama itu tidak sama, maka masing-masing agama itu ada kelebihan dan ada kekurangannya, ini logis jadi sulit untuk disanggah. Masing-masing agama itu memiliki bagian-bagian ajarannya yang baik dan benar. Dan secara keseluruhan atau jika disimpulkan atau jika ditarik benang merahnya maka semua agama yang ada di Indonesia ini mengajarkan kebaikan. Namun jangan salah, pemeluk agama yang tidak bijaksana, yang tidak mengedepankan akal sehat, dia bisa terjebak dalam kesesatan bertindak, atau keblinger dalam menjalankan ajaran agamanya. Sehingga agama yang mengajarkan kebaikan hasilnya adalah pemeluk-pemeluk agama yang berperangai buruk terhadap pemeluk agama lain. Mereka menjalankan ajaran agamanya secara salah. Mereka tidak berpedoman kepada benang merah ajaran agamanya. Hal tersebut bisa terjadi karena fanatik sempit atau fanatik buta.

Logikanya, ajaran agama yang 100% benarpun dengan berjalannya waktu yang ribuan tahun lamanya maka bisa saja menjadi bias, bisa terbelah menjadi beberapa sekte, beberapa aliran, dalam agama yang sama ada berbagai organisasi, atau dari agama yang sama memiliki tradisi yang berbeda-beda. 

Apakah bagian-bagian dan semua bagian dari ajaran suatu agama itu bisa dibuktikan kesunyataanya bagaimana? Bisa, tapi karena harus melalui cara-cara khusus yang lumayan sulit, memerlukan upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan, maka setiap waktu di dunia ini sangat sedikit yang berhasil membuktikannya. Pada akhirnya semua manusia bahkan semua makhluk akan berhasil membuktikan kesunyataan yang ada dan berhasil merealisasi tujuan akhir dari rentetan kehidupannya yang berulang-ulang di berbagai alam kehidupan di 26 hingga 31 alam kehidupan, baik itu alam penderitaan maupun alam kebahagiaan, hal tersebut bisa terjadi sangat tergantung dari perilaku di kehidupan sekarang dan di kehidupan sebelumnya, karena berlaku hukum karma, hukum tabur-tuai atau hukum sebab-akibat. Sampai dengan saat ini sudah sangat banyak yang berhasil merealisasi tujuan akhir dari rentetan kehidupannya tersebut. Semua makhluk termasuk manusia pernah menjalani sebagai bermacam-macam makhluk hidup dari makhluk hantu, iblis, binatang, manusia, makhluk dewa, makhluk brahma dan lain-lain sebagainya. Rentetan kehidupan sebelum berhasil merealisasi tujuan akhir itu memerlukan waktu yang nyaris tak terhingga lamanya. Surga dan Neraka itu adalah alam kehidupan. Alam Surga adalah alam dewa yang merupakan alam kebahagiaan, ada 6 tingkat, sedangkan alam Neraka yang terdiri dari 16 tingkat itu merupakan alam penderitaan. Neraka Avici adalah alam penderitaan yang paling mengerikan. Kecuali alam binatang dan alam manusia maka alam-alam lainnya ada beberapa tingkat atau beberapa macam.

Kalau kita ini diciptakan, maka tidak fair kalau ada yang masuk Neraka selamanya tanpa akhir. Kalau kita ini dan makhluk lainnya itu ada karena hukum alam menentukan bahwa semua harus ada, maka jika semua makhluk itu pada akhirnya akan berhasil merealisasi kebahagiaan hakiki, padam dan tidak akan terlahir lagi di alam manapun maka itu adalah fair.

Kembali kita ke persoalan Fanatisme Bijaksana, fanatik itu perlu tapi harus bijaksana. Tidak boleh fanatik dengan mengajak paksa orang lain untuk memeluk agama yang kita peluk. Tidak boleh main hakim sendiri menghukum orang lain yang bertindak tidak sesuai dengan ajaran agama kita. Tidak boleh menyalah-nyalahkan ajaran agama lain. Fanatik sempit atau fanatik buta menyembabkan benci kepada pemeluk agama lain dan berperilaku buruk. Membicarakan kebenaran agama sendiri hendaknya dilakukan secara internal. Jika ada orang lain atau kelompok lain yang mendengarnya dan kemudian membenci, marah atau tidak setuju itu adalah salah sendiri. Oleh karena itulah maka setiap pemeluk agama hendaknya berpedoman kepada benang merah ajaran agamanya, sehingga mampu berbudi pekerti baik, bertatakrama dan sopan santun agar tidak memicu kerusuhan.

Kenyataan bahwa seseorang meyakini kebenaran suatu agama dan memeluknya, itu adalah karena jodoh, dan tidak jodoh dengan agama lain. Jangan digugat atau dipersoalkan. Di kehidupan berikutnya jika berhasil hidup sebagai manusia kembali, dia bisa saja memeluk agama yang lain, yaitu agama yang merupakan jodoh berikutnya. Itu saja, harap hal ini dimaklumi dengan sebaik-baiknya. Mari kita hormati agama lain, mari kita hormati para pemeluk agama lain. Mari kita bergotong royong, saling bantu-membantu satu sama lain. Mari kita rukun, mari kita wujudkan kebersamaan dan bekerjasama demi Indonesia maju.

Berdana dengan Tujuan Tertinggi

Sumber : Bhante Sri Pannavaro Mahathera.

Seorang penganut Buddhisme bertanya demikian, kalau kita gemar berdana dapat membuahkan suara merdu, kemolekan, kecantikan, kesehatan, kekuasaan, banyak pengikut, kebahagiaan di alam dewa, apakah itu benar Bhante? Bhante menjawab : "Benar Saudara, benar sekali."

Tetapi apakah sejahtera itu kekal, apakah suara merdu itu selamanya, apakah kecantikan itu untuk selamanya, apakah kekuasaan itu untuk selamanya, apakah sehat itu untuk selamanya saudara? Tidak.

Sekalipun Anda banyak berbuat baik, dan memetik akibat yang baik pula yang disebut kebahagiaan, apakah kebahagiaan itu kekal? Orang baik pun akan mengalami perubahan, menjadi tua, sakit dan akhirnya kematian menjemput, sudahkah Anda siap menghadapi semua perubahan itu?

Untuk siap itu, berdanalah dengan tujuan tertinggi, tidak sekedar berdana untuk kesejahteraan, supaya rejekinya lancar, badan sehat. Tidak sekedar itu. Ada tujuan berdana yang lebih tinggi, yaitu : Saya berdana untuk mengurangi kotoran-kotoran batin, karena kotoran-kotoran itu lah yang membuat kita menderita, serakah, iri hati, marah, jengkel, benci, dendam. Lalu bagaimana dengan kesejahteraan, kesehatan apakah itu otomatis kita dapat ? ya, otomatis, tidak usah dipikirkan.

Ada satu statement di media sosial yang menjebak kita.Menarik sekali. Dan diyakini bagi mereka yang tidak mengenal ajaran guru agung kita dengan baik, maka akan termakan. Statement itu berbunyi demikian :

Kalau Saudara berdana 4 hal, dan ada maunya 4, maka 4 dibagi 4 dapatnya 1.

Kalau Saudara berdana 4 hal, dan ada maunya 2, maka dapatnya 2.

Kalau Saudara berdana 4 hal, dan ada maunya 1, maka dapatnya 4.

Kalau saudara berdana 4 hal, dan tidak ada maunya sama sekali, yaitu berdana secara tulus, maka dapatnya tidak terbatas.

Jadi, kalau tidak hati-hati, kalau tidak biasa belajar Dhamma, maka akan termakan oleh rumus itu, karena itu adalah bentuk keserakahan tanpa batas. Lalu bagaimana berdana yang baik Bhante? apalagi saya sudah mendengar soal rumus tersebut, begitu saya berdana Bhante mengatakan keserakahannya tanpa batas.

Jawabnya adalah : berdanalah dengan kesadaran, jadi kalau ada maunya apapun yang muncul dalam pikiran kita ketika berdana, maka sadarilah kemauan itu, disadari, disadari, diketahui, diketahui, dengan Sati, dengan perhatian penuh (awareness). Kalau kesadaran muncul, maka kebaikan itu menjadi murni, yang ada hanya tujuan bahwa : Saya berdana untuk membersihkan batin, tidak ada embel-embel yang lain.

Pikiran itu punya kebiasaan mencari dan mendapatkan, mencari dan mendapatkan. Kalau Aku menerima, Aku senang, kalau Aku melepas Aku menderita, sehingga ketika kita belajar melepas, kita kemudian akan berpikir : Aku nanti dapat apa? Itulah habit pikiran kita. Tidak pernah pikiran kita mendapatkan pendidikan, mendapatkan latihan untuk melepas, namun pada saat kita melepas, kita akan mulai bahagia. Dan kalau kita sudah mampu setiap saat selalu melepas, maka kita sudah berhasil memiliki kebahagiaan yang sejati.

Mengenai betapa pentingnya memberikan pendidikan bagi pikiran kita, yaitu latihan untuk melepas, dapatlah diberikan sedikit ilustrasi, saat kita mengucapkan : Semoga semua makhluk berbahagia, kalau kita lihat secara filosofis kapan itu semua makhluk dapat berbahagia? Itu tidak real, itu tidak akan tercapai sampai kapanpun. Benar itu tidak akan tercapai, namun dengan mengucapkan "Semoga semua makhluk berbahagia", maka itu sangat mendidik pada pikiran kita, menurunkan ego, tidak ada kebencian, tidak ada keserakahan.

Ketika kita berdana, hal itu bermanfaat bagi yang menerima, bagi yang menderita, bagi yang terkena bencana, tetapi manfaat yang paling besar adalah bagi orang yang berdana kalau dia memberi dengan pengertian yang benar, berdana dengan tujuan yang tertinggi, yaitu dengan kesadaran bahwa : Saya berdana untuk mengikis kotoran batin. Oleh karena itu maka, berdanalah dengan kesadaran, berdanalah dengan tujuan yang tertinggi, itu adalah berdana yang baik.

Demikianlah uraian video ini, semoga bermanfaat.