Translate

Jumat, 12 April 2019

Tujuan Hidup


Gambar terkaitSemua orang mempunyai tujuan hidup, yaitu bahagia di hidup ini & bahagia selamanya setelah meninggalkan hidup ini.
Kelompok yang satu mempercayai bahwa Yang Maha Kuasa dapat membantunya untuk mencapai tujuan tersebut, terutama dalam hal meraih bahagia selamanya tersebut diatas, yaitu dengan cara mengikuti perintah Yang Maha Kuasa, memujanya, memohon, dan berperilaku baik atau berbuat baik dalam arti luas (banyak cara) yang berpedoman dari perintah-perintah Yang Maha Kuasa. Mengapa demikian? Karena maha kuasa, jadi dengan sangat mudahnya Yang Maha Kuasa dapat mengabulkannya jika berkehendak (membantu mencapai kebahagiaan kekal yang dimaksud). Permasalahannya ada pada manusia, mau atau tidak manusia dengan tekun melakukan pemujaan (penyembahan), permohonan dan berperilaku baik? Darimana mengetahui ada perintah dari Yang Maha Kuasa? Dari buku suci yang diyakini berasal dari Yang Maha Kuasa. “Diyakini” disini bisa diartikan bahwa keyakinan tersebut kurang dipertimbangkan lebih dalam tentang kebenarannya, atau tidak merenungkannya lebih dalam atas kebenaran dari adanya perintah tersebut, yaitu tidak dilakukan pengusutan lebih dalam dengan segala macam cara, termasuk menanyakan kesana-sini di dunia nyata maupun dunia maya kepada ahlinya sampai puas, sampai tidak ada lagi pertanyaan yang dapat ditimbulkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disampaikan dengan harapan bisa mendapatkan jawaban yang sangat memuaskan bagaimana cara Yang Maha Kuasa menurunkan kitab suci yang dimaksud, yang bisa diterima oleh logika yang sehat yang tak terbantahkan lagi.
Kelompok yang lain yakin & tahu persis bahwa Yang Maha Kuasa tidak dapat membantu merealisasi tujuan hidup yang bahagia dimaksud. Kebahagiaan di dunia & kebahagiaan setelah meninggalkan dunia hanya dapat direalisasi oleh manusia yang bersangkutan. Manusia telah memiliki tool atau alat yang diperlukan dengan lengkap. Cara merealisasinya adalah dengan memahami & mempraktekkan dengan baik & benar dari Jalam Mulia Berunsur Delapan (JMB8) yang meliputi Sila, Samadhi (Meditasi) & Panna (Kebijaksanaan), yaitu paraktek mengembangkan kerelaan, kemoralan & konsentrasi (meditasi) dengan baik & benar hingga mencapai tujuan. Bisa juga diartikan sebagai mempraktekkan perilaku tidak serakah, tidak membenci & tidak dungu (tahu mana yang benar / baik dan mana yang salah / tidak baik). Atau bisa juga diartikan tekun melakukan Dana, Sila & Bhavana (Meditasi) dengan baik & benar. Kelompok ini bisa saja menerima jika dikatakan bahwa Yang Maha Kuasa itu adalah Hukum Universal Alam Semesta yang berlaku, yang tidak bisa ditawar-tawar atau dinegosiasi dengan permohonan. Kelompok ini tahu persis bahwa untuk merealisai kebahagiaan yang hakiki selamaya itu utamanya adalah dengan cara menyikapi dengan baik & benar berlakunya Hukum Karma, Hukum Sebab-Akibat atau Hukum Tabur-Tuai, yang mana merupakan salah satu dari lima Hukum Universal Alam Semesta. Yang Maha Kuasa itu yang dalam hal ini bisa juga difahami adalah Hukum Karma, hukum  ini tidak mengeluarkan perintah-perintah, hukum ini bekerja secara otomatis. Sama dengan kelompok yang satu tersebut diatas, bahwa permasalahannya juga ada pada manusia, mau atau tidak manusia mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan dengan tekun, baik & benar? Darimana mengetahui ajaran kesunyataan termasuk Jalan Mulia Berunsur Delapan? Dari kitab suci juga, yang ditulis dari khotbah-khotbah Sang Bhagava (Guru Agung Manusia & Dewa). Sang Bhagava telah menemukannya sendiri ajaran kesunyataan tersebut dari hasil praktek meditasi (Samatha Bhavana & Vipassana Bhavana) dengan tekun & bersungguh-sungguh selama 6 tahun lamanya hingga mencapai penerangan sempurna (Enlightened), tercerahkan atas usahanya sendiri. Jadi kitab suci kaum ini bukan berasal dari Yang Maha Kuasa yang tergambarkan sebagai pribadi / makhluk super maha tinggi, melainkan dari penemuan manusia super (bisa juga dikatakan demikian), yaitu dari Sang Bhagava, yang juga disebut sebagai Guru Agung Manusia & Dewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar