Semua orang mempunyai
tujuan hidup, yaitu bahagia di hidup ini & bahagia selamanya setelah
meninggalkan hidup ini.
Kelompok yang
satu mempercayai bahwa Yang Maha Kuasa dapat membantunya untuk mencapai tujuan
tersebut, terutama dalam hal meraih bahagia selamanya tersebut diatas, yaitu dengan
cara mengikuti perintah Yang Maha Kuasa, memujanya, memohon, dan berperilaku
baik atau berbuat baik dalam arti luas (banyak cara) yang berpedoman dari perintah-perintah
Yang Maha Kuasa. Mengapa demikian? Karena maha kuasa, jadi dengan sangat
mudahnya Yang Maha Kuasa dapat mengabulkannya jika berkehendak (membantu
mencapai kebahagiaan kekal yang dimaksud). Permasalahannya ada pada manusia,
mau atau tidak manusia dengan tekun melakukan pemujaan (penyembahan),
permohonan dan berperilaku baik? Darimana mengetahui ada perintah dari Yang
Maha Kuasa? Dari buku suci yang diyakini berasal dari Yang Maha Kuasa.
“Diyakini” disini bisa diartikan bahwa keyakinan tersebut kurang dipertimbangkan
lebih dalam tentang kebenarannya, atau tidak merenungkannya lebih dalam atas kebenaran dari adanya perintah
tersebut, yaitu tidak dilakukan pengusutan lebih dalam dengan segala macam cara,
termasuk menanyakan kesana-sini di dunia nyata maupun dunia maya kepada ahlinya
sampai puas, sampai tidak ada lagi pertanyaan yang dapat ditimbulkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disampaikan dengan harapan bisa mendapatkan jawaban yang sangat memuaskan bagaimana cara Yang Maha Kuasa
menurunkan kitab suci yang dimaksud, yang bisa diterima oleh logika yang sehat yang
tak terbantahkan lagi.
Kelompok yang
lain yakin & tahu persis bahwa Yang Maha Kuasa tidak dapat membantu merealisasi
tujuan hidup yang bahagia dimaksud. Kebahagiaan di dunia & kebahagiaan
setelah meninggalkan dunia hanya dapat direalisasi oleh manusia yang
bersangkutan. Manusia telah memiliki tool atau alat yang diperlukan dengan
lengkap. Cara merealisasinya adalah dengan memahami & mempraktekkan dengan
baik & benar dari Jalam Mulia Berunsur Delapan (JMB8) yang meliputi Sila,
Samadhi (Meditasi) & Panna (Kebijaksanaan), yaitu paraktek mengembangkan
kerelaan, kemoralan & konsentrasi (meditasi) dengan baik & benar hingga
mencapai tujuan. Bisa juga diartikan sebagai mempraktekkan perilaku tidak
serakah, tidak membenci & tidak dungu (tahu mana yang benar / baik dan mana
yang salah / tidak baik). Atau bisa juga diartikan tekun melakukan Dana, Sila
& Bhavana (Meditasi) dengan baik & benar. Kelompok ini bisa saja menerima jika dikatakan bahwa Yang Maha Kuasa itu adalah Hukum Universal Alam Semesta yang berlaku, yang tidak bisa ditawar-tawar atau
dinegosiasi dengan permohonan. Kelompok ini tahu persis bahwa untuk merealisai kebahagiaan yang hakiki selamaya itu
utamanya adalah dengan cara menyikapi dengan baik & benar berlakunya Hukum
Karma, Hukum Sebab-Akibat atau Hukum Tabur-Tuai, yang mana merupakan salah satu
dari lima Hukum Universal Alam Semesta. Yang Maha Kuasa itu yang dalam hal ini bisa
juga difahami adalah Hukum Karma, hukum ini tidak mengeluarkan perintah-perintah, hukum ini bekerja secara otomatis. Sama dengan kelompok yang satu tersebut diatas, bahwa permasalahannya
juga ada pada manusia, mau atau tidak manusia mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan dengan tekun, baik & benar? Darimana
mengetahui ajaran kesunyataan termasuk Jalan Mulia Berunsur Delapan? Dari kitab suci juga, yang ditulis
dari khotbah-khotbah Sang Bhagava (Guru Agung Manusia & Dewa). Sang
Bhagava telah menemukannya sendiri ajaran kesunyataan tersebut dari hasil praktek meditasi (Samatha Bhavana & Vipassana Bhavana) dengan tekun & bersungguh-sungguh selama
6 tahun lamanya hingga mencapai penerangan sempurna (Enlightened), tercerahkan
atas usahanya sendiri. Jadi kitab suci kaum ini bukan berasal dari Yang Maha
Kuasa yang tergambarkan sebagai pribadi / makhluk super maha tinggi, melainkan dari penemuan
manusia super (bisa juga dikatakan demikian), yaitu dari Sang Bhagava, yang
juga disebut sebagai Guru Agung Manusia & Dewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar