Translate

Tampilkan postingan dengan label Wawasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawasan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Januari 2024

Rabu, 19 Oktober 2022

Tradisi memberi sesaji – baik atau buruk?

Sesaji itu umumnya diberikan kepada makhluk halus, makhluk yang tidak kasat mata. Tradisi memberi sesaji kepada makhluk halus itu baik, asalkan bukan dari pembunuhan makhluk hidup. Mereka - makhluk halus itu seperti kita, masalahnya mereka itu kurang beruntung – karma-nya menentukan mereka bertumimbal lahir sebagai makhluk halus. Kalau makhluk-makhluk itu diciptakan – maka enak di kita manusia – dan tidak enak di mereka makhluk halus – karena makhluk halus yang dalam hal ini hidup di alam rendah itu menderita. Mereka itu memerlukan bantuan, perlu dikasihani. Ada jenis makhluk halus yang selalu kelaparan dan memerlukan pemberian makanan dari kita, mereka memerlukan asupan - baik itu berupa sesaji ataupun pelimpahan jasa dari kita manusia untuk meringankan penderitaannya. Setelah kematiannya makhluk-makhluk bertumimbal lahir  di alam mana - yang menentukan adalah Hukum Alam berdasarkan perilaku yang bersangkutan di hidup sebelumnya. Jadi yang menentukan kita - kita akan terlahir kembali di alam mana itu yang menentukan adalah kita sendiri - berdasarkan perilaku kita di hidup sebelumnya. Berlaku hukum Karma. Contoh : orang dermawan setelah meninggal mungkin akan terlahir kembali di alam dewa atau kalau terlahir kembali sebagai manusia – maka ada kemungkinan nantinya dia akan menjadi orang kaya. Orang yang meninggal dan kemudian masuk Neraka atau masuk Surga itu artinya adalah terlahir kembali secara spontan di alam kehidupan berikutnya. Dan kalau karma buruk atau karma baiknya sudah habis akan terlahir kembali di alam berikutnya lagi - karena adanya karma baru atau karma yang lain masih ada - sampai yang bersangkutan terlahir kembali sebagai manusia dan berhasil menjadi orang suci hasil tertinggi dari mempraktikkan Vipassana Bhavana, sehingga dia tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun, dia telah padam, telah berhasil merealisasi kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan inderawi lagi.

Makhluk halus itu ada di mana-mana, di jalan, di perempatan, di pohon-pohon, di pinggir-pinggir rumah dan sebagainya. Cuma – kita saja yang tidak bisa melihat, coba tanyakan kepada sang indigo benar atau tidak?

Kalau kita suka memberi sesaji atau limpahan jasa kepada makhluk halus - maka mereka tidak akan menggangu kita. Tidak semua makhluk halus itu jahat, seperti kita manusia, ada yang baik dan ada yang jahat, ada yang bodoh dan ada yang tidak bodoh. Kalau kita tergolong orang yang baik – makhluk halus tidak mampu mengganggu kita.

Sesaji itu bisa ditaruh di banyak tempat, yaitu di tempat-tempat yang dianggap penting, dianggap vital atau dianggap berharga - supaya aman. Sesaji itu banyak macamnya. Kalau di pulau Bali berupa bunga dan masih ditambah minyak wangi... Di Bali - sesaji itu biasanya diletakkan di sanggah (pura yang kecil), di halaman rumah, di perempatan jalan, di depan pintu masuk suatu bangunan, dan di depan toko-toko. Memberi sesaji itu yang penting adalah niatnya, simpatinya, dan kasihnya kepada sesama makhluk adalah baik.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Ada praktik yang baik - yang selalu dilakukan oleh pemeluk agama tertentu, yaitu setelah mereka berbuat baik misalnya berdana, maka jasa baiknya itu dilimpahkan kepada leluhur / sanak saudara - dengan menyebutkan nama - atau kalau untuk semua - maka limpahan jasa itu ditujukan kepada mereka yang memiliki hubungan karma dengan yang bersangkutan. Seperti disebutkan tadi - memberi sesaji atau limpahan jasa kepada makhluk halus itu akan meringankan penderitaan mereka. Dan jasa kita itu tidak akan berpindah kepada mereka, tetapi justru menjadi berlipat karena kita berbuat baik-nya dobel.

Kalau makhluk halus menderita dan memerlukan bantuan manusia – manusia juga ada yang meminta bantuan. Tentu saja yang bisa membantu manusia adalah makhluk yang punya kelebihan dibanding manusia itu sendiri, bukan yang lain. Dukun santhet itu minta bantuannya kepada makhluk yang punya kelebihan juga - tapi makhluk jahat - yang punya pamrih. Kita tidak perlu meminta bantuan, banyak berbuat baik saja, nanti alam semesta yang adil (katakan saja alam semesta adalah “Aplikasi Tuhan") yang bekerja. Doa / harapan terbaik adalah : "Semoga semua makhluk hidup berbahagia". Harapan yang baik adalah perbuatan baik, perbuatan baik yang dilandasi dengan niat baik dan tanpa pamrih itu mendatangkan kebahagiaan. Berbuat baik itu banyak macamnya, silahkan digali sendiri...

Saya ulangi, kalau hukum alam yang bekerja secara otomatis itu mau dipahami sebagai aplikasi Tuhan ya boleh juga, yang penting tidak terlalu salah kalau di cocok-cocokkan... Kalau dalam lingkup kenegaraan - Hukum Karma yang merupakan salah satu dari 5 hukum alam itu dapat diibaratkan sebagai aturan Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Semua keyakinan / agama yang diakui di Indonesia itu semuanya baik dan mengajarkan kebaikan, sehingga yang diharapkan adalah umatnya berkelakuan baik - supaya selamat di dunia dan selamat setelah meninggal dunia, yaitu masuk Surga atau terlahir kembali di alam bahagia. Artinya yang bersangkutan sudah baik dan benar dalam menyikapi berlakunya hukum alam yang bekerja secara otomatis, adil dan pasti – tidak bisa ditawar-tawar. Cara menawarnya adalah dengan banyak berbuat baik. Kalau beragama tapi radikal buruk - bukan radikal baik - itu artinya mereka fanatiknya membuta dan tidak bijak dalam mengartikan suatu ayat tertentu dalam kitab sucinya, atau mereka tanpa sadar sudah dimanfaatkan oleh politisi busuk haus kekuasaan yang tidak faham atau tidak taat dengan ajaran agamanya sendiri. Jika ada suatu ayat yang menganjurkan membunuh atau menyerang orang atau kelompok tertentu - hendaknya dipahami saja sebagai anjuran untuk mengendalikan sifat-sifat buruk orang atau kelompok tertentu. Bukan untuk membunuh atau memerangi orangnya. Kecuali diserang secara fisik ya harus bertahan / melawan. Yang utama – yang jauh lebih penting adalah pengendalian sifat-sifat buruk diri sendiri.

Perihal selamat di dunia dan selamat setelah meninggal dunia yaitu terlahir kembali di alam bahagia itu – sekali lagi saya ulangi - sebagai ilustrasinya adalah kalau didalam sistem kenegaraan maka agar bisa selamat tidak masuk penjara - cukup-lah dengan menyikapi dengan baik dan benar Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Tidak terlalu penting mengusut atau memperdebatkan siapa orangnya yang membuat Kitab Undang-undang itu.

Memberi sesaji akan lebih cocok jika tidak mengganggu kebutuhan keluarga. Misal sesaji berupa makanan dan minuman - apakah keluarga sudah tercukupi kebutuhan makanan dan minuman seperti yang di sesaji kan itu? Manfaat lain dari memberi sesaji adalah melatih untuk melepas dan melepas, tidak melekat kepada makanan, minuman atau barang-barang duniawi lainnya.

Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat. 


Ketuhanan Yang Maha Esa

Tulisan ini berbagi mengenai pemahaman yang berbeda - jika Anda tidak sependapat - silahkan diabaikan saja dan lupakan. Pemahaman tersebut adalah sebagai berikut : Ketuhanan Yang Maha Esa itu berbeda dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dapat dipahami kalau Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan Kata Sifat, sedangkan Tuhan Yang Maha Esa adalah Kata Benda. Menurut tulisan ini yang disebut Tuhan itu sebenarnya tak bisa dinalar, jadi tidak harus dipersepsikan dengan pemahaman tertentu. Buktinya ada banyak pemahaman yang berbeda-beda tentang Tuhan. Tidak bisa persis sama. Umumnya Tuhan dipersepsikan sebagai yang mempunyai kehendak, maha kuasa, menciptakan dan menentukan segalanya termasuk menghukum, mencobai dan memberi pahala. Jika demikian maka tidak bisa disangkal lagi bahwa Tuhan itu seperti manusia, yang memiliki nafsu keinginan. Menurut video ini pemahaman seperti itu adalah pemahaman harafiah - karena pemahaman yang sesungguhnya tidaklah mudah. Selain tidak mudah juga tidak terlalu penting untuk diusut-usut terus karena tidak akan memberikan manfaat, hanya akan mengundang perdebatan yang tiada henti. Pemehaman harafiah mengenai Tuhan itu di jaman dulu mungkin diperlukan untuk mendidik manusia agar memiliki perilaku yang baik, atau memiliki peradaban yang baik.

Persepsi tentang Tuhan itu terkait dengan tujuan hidup manusia. Tujuan hidup manusia itu apa sih? Pastinya semua orang ingin bahagia selamanya bukan? OK sebelum hal ini dibahas, mari kita selesaikan dulu masalah pemahaman mengenai Tuhan tadi hingga dirasa cukup. Menurut tulisan ini - karena Tuhan itu dikatakan kekal - maka yang lebih tepat adalah sebutan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa - yang bukan Kata Benda melainkan Kata Sifat – karena yang disebut dalam kata benda itu tidak kekal. Maka oleh karena itu - yang mendekati kebenaran adalah : oleh karena Ketuhanan Yang Maha Esa maka semuanya ini ada, alam semesta ini ada, hukum yang berlaku menentukan seperti itu. Hukum yang berlaku atau Hukum Alamnya menyatakan bahwa semuanya ini telah ada, alam semesta ini telah ada, dan tak terkatakan kapan alam semesta ini mulai ada karena saking lamanya proses, perjalanan atau kejadian-kejadian yang telah berlalu – telah berlalu lama sekali. Katakanlah Alam Semesta ini keberadaannya tanpa awal dan tanpa akhir. Tidak mengenal adanya Causa Prima. Dengan cara atau dengan pengetahuan apapun awal adanya Alam Semesta ini tidak terlihat - karena saking lamanya. Demikian juga akhir dari Alam Semesta ini juga tidak bisa diketahui. Alam Semesta itu akan hancur – tetapi akan terbentuk kembali dalam waktu yang sangat lama sekali. Proses kehancuran dan juga terbentuknya kembali Alam Semesta itu memerlukan waktu yang sangat lama sekali – tak terhingga lamanya. Yang dapat diketahui atau dapat kita saksikan adalah bahwa alam semesta ini setiap saat mengalami perubahan. Bumi, Tatasurya, dan Galaksi kita ini akan hancur atau kiamat total, tetapi akan terbentuk kembali dengan memerlukan waktu yang sangat lama sekali. Benda-benda atau fenomena itu selalu berubah setiap saat, tidak tetap, tidak kekal, demikian juga dengan Alam Semesta selalu berubah, hancur atau kiamat dan akan terbentuk kembali. Itulah yang dinamakan selalu berubah tanpa awal dan tanpa akhir. Hukum Alam-nya begitu. Kalau ada penciptaan – maka siapakah yang menciptakan si pencipta? Karena sudah Hukum Alam maka semuanya ini ada. Hukum Alam itu Kata Sifat sehingga keberadaannya kekal, artinya Hukum Alam itu kekal. Apakah Hukum Alam adalah Tuhan atau Ketuhanan Yang Maha Esa? Mengenai masalah ini diserahkan kepada persepsi atau pemahaman masing-masing, tidak usah dipersoalkan karena akan mengundang perselisihan.

Ada suatu yang tak berkondisi - yang tidak dilahirkan - yang tidak menjelma - yang tidak tercipta - yang mutlak – yang demikian itu adalah Nirwana atau Nibbana - yaitu kondisi padam - kondisi damai - biasa disebut juga sebagai kondisi bahagia hakiki selamanya. Itulah Nibbana yang menjadi tujuan hidup semua makhluk.

Sekarang kita bahas secara singkat tetang tujuan hidup manusia yang ingin bahagia selamanya. Kebahagiaan inderawi atau kebahagiaan duniawi itu tidak kekal, akan berubah menjadi tidak bahagaia - karena segala sesuatu atau fenomena itu selalu berubah. Jadi kebahagiaan sejati itu datangnya bukan dari luar diri seseorang melainkan dari dalam diri. Kalau kita bisa mengelola nafsu keinginan di jalan tengah - yaitu menjadi seimbang - maka kita tidak akan terpengaruh dengan kondisi apapun di luar diri – artinya kita menjadi bahagia yang dapat bertahan lama atau selalu merasakan kebahagiaan. Makin tinggi kualitas batin kita, maka akan semakin bahagia dan semakin langgeng bahagia kita. Jika kita sudah berhasil memadamkan keinginan yang salah tanpa sisa – itu artinya telah berhasil merealisasi Nibbana - telah berhasil mencapai penerangan sempurna. Pencapaian penerangan sempurna itu merupakan hasil tertinggi dari berlatih meditasi vipassana atau meditasi pandangan terang, telah menjadi seorang Arahat atau orang suci yang sudah tidak mungkin mundur kembali melakukan hal-hal buruk, dan tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun, telah padam, telah merealisasi kebahagiaan kekal.

Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat.


Jumat, 14 Oktober 2022

Sudah Baik dan Pintarkah Anda?

Sebagai seorang pemeluk agama hendaknya kita ini tidak bodoh - mampu mengamalkan ajaran agama sendiri dengan baik sehingga bisa berperilaku baik – agar selamat dan bahagia hidup di dunia yang kita jalani sekarang ini - selamat dan bahagia di kehidupan berikutnya setelah meninggal dunia, di alam yang baru, yaitu masuk Surga atau masuk ke alam bahagia lainnya.

Agama itu banyak sekali, yang diakui di Indonesia ada 6 agama, semua memiliki pemeluknya masing-masing, pemeluknya memiliki karakter masing-masing. Sebenarnya agama itu apa sih? Menurut tulisan ini agama itu diciptakan untuk membimbing umatnya agar selamat dan bahagia hidupnya di dunia ini, dan setelah meninggal dunia bahagia di kehidupan berikutnya di alam yang baru. Surga dan Neraka adalah alam kehidupan baru setelah kematian. Karena agama itu banyak maka sudah barang tentu ajarannya berbeda-beda, sumbernyapun berbeda-beda. Kalau sumbernya hanya satu tentu agama itu hanya ada satu. Disini kita berbicara berdasarkan logika, tidak  terkait dengan ajaran agama tertentu karena akan tidak sesuai dengan ajaran agama lain.

Yang sudah jelas - artinya nyata - agama itu dibawa, disebarkan, atau berasal dari seorang manusia. Para pembawa agama memperoleh ajaran agama yang dibawanya itu berasal dari mana tentunya berbeda-beda. Beberapa pembawa agama menyatakan bahwa agama yang dibawanya berasal dari Tuhan. Yaitu berasal dari firman Tuhan atau berasal dari wahyu Tuhan. Beberapa agama lainnya dapat diketahui bahwa ajaran agama tersebut berasal dari si pembawa agama itu sendiri, merupakan temuan dari hasil pencariannya, dari hasil pemikiran atau mungkin pemikiran banyak orang - kemudian disebar luaskan oleh sang pembawa agama.

Tulisan ini tidak membahas misalnya tentang asal mula agama yang berasal dari satu Tuhan tapi mengapa ajarannya berbeda dan sebagainya, ataupun masalah-masalah sensitif lainnya dari aspek agama-agama yang berbeda. Tulisan ini hanya ingin mengajak pembaca untuk masuk ke pemikiran logis agar kita bisa menempatkan diri dengan baik dalam bermasyarakat demi terciptanya satu bangsa Indonesia yang bersatu, harmonis, kuat, sejahtera, dan maju. Harapannya masalah-masalah yang sensitif yang timbul dari aspek agama-agama yang berbeda bisa berkurang atau menjadi tidak ada.

Tidak bersaudara dalam iman tapi bersaudara dalam kemanusiaan, inilah yang menjadi pedoman kita semua agar hidup di dunia ini kita bisa rukun, saling bantu, hormat-menghormati satu sama lain, dan menghormati keyakinan lain. Kalau suatu agama dipahami sebagai membimbing umatnya agar selamat dan bahagia hidupnya di dunia yang sekarang ini, maka hendaknya kita sebagai umat beragama berperilakulah baik, berperilakulah bijaksana. Tidak serakah, tidak membenci dan tidak bodoh - tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik sehingga tidak kita lakukan.

Semua pemeluk agama yang diakui di Indonesia itu mengakui adanya hukum tabur-tuai, oleh karena itu tulisan ini akan lebih banyak membicarakan mengenai Hukum Tabur-Tuai yang sudah dibenarkan oleh semua pemeluk agama. Hukum tabur-tuai sama dengan hukum sebab-akibat atau hukum karma. Kalau kita ingin selamat dan bahagia masuk di kehidupan berikutnya di alam yang baru setelah kematian, yaitu masuk Surga atau masuk ke alam bahagia lainnya, maka masuk akal kalau dalam hidup ini kita berperilaku baik, bajik dan bijaksana, tidak melanggar tata-krama sehingga tidak melaggar hukum – kita akan selamat, tidak berkelahi dan tidak masuk penjara. Kita akan selamat dan bahagia dalam menjalani hidup di dunia ini. Hidup yang baik yang tidak menyakiti dan atau tidak merugikan orang bahkan tidak menyakiti makhluk lain karena tidak serakah, tidak membenci dan tidak bodoh sebagai sebab atau sebagai benih yang kita tabur - maka wajar sebagai akibatnya setelah kematian kita akan selamat masuk di alam kehidupan berikutnya - di alam kehidupan yang baru – di alam bahagia. Kalau suatu agama menjelaskan bahwa itu belum cukup dan harus mengikuti ketentuan lain dari agama yang dimaksud - silahkan perilaku dilengkapi dengan aturan menurut agama masing-masing. Hidup dengan kebersamaan di dunia ini yang paling penting perilaku baik hendaknya diutamakan.

Kita yang berbeda-beda ini, berbeda agama, suku, budaya dan golongan, sebagai satu bangsa yang sama yaitu bangsa Indonesia - marilah kita semua mengupayakan dapat berperilaku baik, yaitu tidak serakah, tidak membenci dan tidak bodoh. Tidak dapat dimanfaatkan oleh politisi yang haus kekuasaan, yang tidak takut dosa, yang tidak memahami esensi ajaran agamanya sendiri.

Jika semasa hidup ini perilakunya baik - maka kehidupan berikutnya akan berada di alam yang baik. Jika perilakunya lebih baik lagi - maka kehidupan berikutnya akan berada di alam yang lebih baik lagi. Demikian seterusnya hingga menjadi manusia suci tanpa dosa - sehingga kondisi berikutnya setelah kematian tidak bertumimbal lahir di alam kehidupan manapun - yang artinya telah padam, telah merealisasi kebahagiaan sejati kekal selamanya, bukan kebahagiaan inderawi lagi. Kebahagiaan inderawi di alam manusia tidak kekal, selalu berubah. Perubahan itu menimbulkan ketidakpuasan, menimbulkan dukkha atau penderitaan. Kondisi yang membahagiakan yang tidak berubahpun akan mendatangkan penderitaan karena yang menikmatinya menjadi bosan, kali ini yang berubah adalah perasaan bahagianya. Kebahagiaan di alam-alam yang lebih tinggi dari alam manusia juga tidak kekal - akan berubah juga. Segala bentukan, benda-benda, perasaan, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran, dan segala fenomena yang ada setiap saat berubah. Ini adalah hukum alam yang tidak bisa dirubah. Oleh karena itu mau atau tidak mau – kalau mau survive dan bahagia - kita harus menyesuaikan diri – yaitu menyikapi dengan baik dan benar berlakunya hukum alam.

Oleh karena semuanya selalu berubah maka yang namanya roh atau jiwa yang kekal itu tidak ada – karena selalu berubah. Kalau mau merealisasi kebahagiaan sejati - maka penyebab dukkha harus dipotong, harus dipadamkan. Kalau sebabnya padam maka akibatnyapun padam. Roh, jiwa, atau kesadarannya sudah menjadi bijaksana. Badan jasmani atau orangnya menjadi orang suci, kilesa atau kotoran bantinnya sudah berhasil dihancur-lemburkan tanpa sisa. Berhasil merealisasi Nibbana yang menjadi tujuan semua makhluk hidup, tidak bertumimbal lahir kembali di alam kehidupan manapun, telah merealisasi kebahagiaan sejati. Manusia suci yang istilah umumnya tanpa dosa itu ada, sudah banyak sekali yang berhasil mencapainya, yaitu telah berhasil menapaki Jalan Mulia Berunsur Delapan dengan sukses, telah merealisasi hasil tertinggi dari Vipassana Bhavana.

Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat.

Selasa, 11 Oktober 2022

BOLEHKAH MENINGGALKAN KELUARGA BARU UNTUK MENJADI BHIKKHU?

Bolehkah meninggalkan keluarga baru untuk menjadi Bhikkhu? Pertanyaan ini lumayan singkat namun sulit untuk dijawab. Jawabannya tentu lumayan panjang, dan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang harus disampaikan. Pertanyaan tadi harus singkat karena merupakan judul sebuah tulisan. Nanti yang lumayan panjang adalah jawabannya. Saya sebagai orang yang masih awam akan mencoba mengurai permasalahan ini menurut pemikiran atau menurut pendapat pribadi saya. jika sekiranya nanti paparan ini dinilai salah - atau kurang tepat - silakan mengkoreksi nya - atau memberikan saran dan komentar - agar pembaca tulisan ini memperoleh pencerahan yang lebih banyak lagi. Jika anda bersedia mengkoreksi atau memberikan saran dan komentar anda - sebelumnya saya menyampaikan banyak terima kasih. 
Keluarga baru disini tentunya bukan keluarga yang baru saja dibentuk - atau baru saja menjalani pernikahan - tetapi katakanlah keluarga yang sudah memiliki satu atau dua orang anak - kemudian sang ayah pamit pergi - setelah sebelumnya tentu telah mendapat restu dari sang istri - untuk pergi menjalani Jalan Dhamma - menjalani kehidupan sebagai seorang Bhikkhu. 
Jalan hidup yang hampir sama telah ditempuh oleh guru Agung Buddha Gotama - tentu beda cerita - kalau Guru Agung melakukan itu karena pada waktu itu ajaran Dhamma sudah tidak ada lagi di bumi ini - sudah ditinggal mati oleh para pemeluknya - dan sudah tidak ada lagi pemeluk baru. Tentu kepunahan dari ajaran Dhamma sampai guru Agung terlahir di dunia ini sekitar 2600 tahun yang lalu itu - adalah waktu yang sangat lama sekali - hingga tanda-tanda peninggalan bahwa pernah ada ajaran Dhamma di dunia ini sebelumnya pun sudah tidak ada lagi tanda-tandanya - sudah hilang semua. Jadi dengan kondisi yang seperti itu alampun menentukan atau tepatnya menyaksikan sudah tiba saatnya terlahir di dunia ini seorang calon Buddha - yaitu Sang Bodhisatta - telah lahir ke dunia ini untuk menjadi Buddha - telah lahir Siddharta Gotama di taman lumbini - di kaki gunung Himalaya - India bagian Utara - pada tahun 623 sebelum masehi - di bawah pohon Sala - yang tiba-tiba berbunga pada saat bukan musimnya berbunga - tapi berbunga demi menyambut kedatangan seorang calon Buddha - yang mana bayi Siddharta Gotama langsung bisa berjalan tujuh langkah ke arah utara - dan tanah bekas yang diinjakinya tumbuh bunga teratai. 
Tahun-tahun berikutnya setelah Siddharta gotama menikah - dan memiliki seorang anak yang diberi nama Raulla - singkat cerita setelah Siddharta Gotama melihat kejadian-kejadian yang membuat beliau tidak bisa tenang - mengapa harus ada seorang yang sakit, yang kondisinya tua, yang mati, dan melihat seorang petapa - maka dengan tekad untuk mencari jawab mengapa semua itu bisa terjadi - dan bagaimana solusinya, maka diputuskanlah untuk meninggalkan keluarga tercinta : istri dan anak - pergi mencari solusinya dengan menempuh hidup sebagai Petapa. 
Hal tersebut bisa terjadi - pertama karena Sidharta adalah anak seorang raja - jika keluarga ditinggalkan tidak akan sengsara karena kekayaan telah menjadi bagian dari keluarga besar. Hal tersebut bisa terjadi karena hukum alam yang bekerja, karena ketentuan alam, karena ajaran Dhamma sudah punah. Siddharta Gotama sudah waktunya untuk menemukan kembali ajaran Dhamma yang telah punah - yang kemudian Sidharta menjadi Buddha. Jalan Karma Sidharta lah yang membuat Sidharta Gotama pergi meninggalkan keluarga untuk hidup sebagai Pertapa - atau sebagai seorang Rahib untuk menemukan kembali ajaran Dhamma yang telah lama punah. Jadi kepergian Sidharta ini untuk menjadi petapa menguntungkan - atau menjadi berkah buat seluruh umat manusia - termasuk keluarganya sendiri - bukan merugikan dan menyengsarakan keluarga - yang mana akhirnya memang anak – istri - dan ayahnya Raja Suddhodana semuanya telah berhasil menjadi seorang Aranhanta - merealisasi Nibbana - yaitu merealisasi suatu kebahagiaan yang sejati - yang menjadi tujuan akhir dari semua kehidupan semua makhluk - adalah berkat ajaran Dhamma yang telah ditemukan kembali oleh Buddha Gotama Sang Guru Agung manusia dan Dewa. 
Sekarang kembali ke pokok persoalan - untuk sekarang ini dimana ajaran Dhamma masih ada - masih dapat kita pelajari - maka meninggalkan keluarga untuk menjadi seorang rahib itu memerlukan banyak pertimbangan - dan banyak persyaratan. Persyaratan persyaratan tersebut kalau menurut saya adalah sebagai berikut : 
1. Apakah sudah dipertimbangkan masak-masak sehingga yang bersangkutan akan mampu meninggalkan keluarga selamanya - dalam arti tidak hidup bersama lagi - dan mampu menjalani hidup sebagai seorang Bhikkhu - dimana harus mampu melepas kemelekatan - melepas rasa sedih dan rasa rindu kepada keluarga. 
2. Apakah istri secara ikhlas mengizinkan. 
3. Apakah biaya hidup anak istri bisa tercukupi - hingga istri meninggal dunia - dan hingga anak-anak berhasil meraih pendidikan yang memadai - dan memperoleh pekerjaan yang layak - misalnya dengan cara istri telah diberi warisan usaha yang baik, dan yang memadai, atau istri telah memiliki suami baru - terlebih suami yang kaya. 
Saya kira tiga syarat itulah yang paling penting harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memutuskan meninggalkan keluarga untuk menjadi seorang Rahib. Soal anak-anak yang tidak mengijinkan ayahnya menjadi seorang Rahib dan yang rindu ayah, itu kan sifatnya hanya sementara, dengan berjalannya waktu mereka akan berhasil mengatasinya demi bakti seorang anak kepada seorang ayah, dan buat seorang ayah adalah demi mendidik anak-anak sejak dini untuk mampu melepas kemelekatan. Lagian sewaktu-waktu anak-anak dan mantan istri masih boleh ketemu kan dengan ayah dan mantan suami? 
Yang harus menjadi perhatian buat seorang rahib itu adalah tidak boleh larut dalam kebahagiaan dan kesedihan inderawi saat bertemu dan berpisah dengan anak-anak dan mantan istri. Saya setuju dengan pendapat bahwa tidak harus menjadi seorang rahib untuk bisa menapaki Jalan Dhamma - bisa saja diambil jalan yang juga baik - yaitu Jalan Tengah - yaitu misalnya tidak menjadi seorang Rahib tapi menjadi Romo - membangun wihara, mengurusi umat - supaya tiga pihak yaitu yang bersangkutan, istri dan anak-anak tidak kecewa dan tidak dikecewakan. Ini juga merupakan solusi - terutama jika masih ragu - apakah warisan usaha yang akan diberikan kepada keluarga akan dapat berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga dengan cukup - dan dapat bertahan lama. 
Demikianlah paparan singkat mengenai : Bolehkah Meninggalkan Keluarga Baru Untuk Menjadi Bhikkhu? Semoga tulisan ini bermanfaat, bila berkenan silahkan memberikan koreksi, saran dan komentar Anda. Terima kasih.

SEKELUMIT PERCAKAPAN MENARIK

Percakapan tersebut dimulai dari si A yang berkata demikian : Orang bodoh itu ternyata memiliki peran penting juga ya di dunia ini. Dibutuhkan oleh orang lain. Contoh : "kaum radikalis salah" - dimanfaatkan oleh elit politik untuk kepentingan pribadi dan golongan. Waspadalah.! jangan sampai kaum "radikal salah" tersebut dipelihara dan dilestarikan.!

Si B menimpali : Kalau itu menyangkut agama, sebetulnya agama bukan untuk membodoh-bodohin orang, tapi sebaliknya... hhh...

Disambut oleh si C : Bila tidak ada orang bodoh, pastilah dunia ini sangat sepi...

Kembali si A berkomentar : Hanya saja janganlah kita ini menjadi bagian dari orang-orang bodoh yang dimaksud. Biarlah yang lain saja.

Akhirnya percakapan tersebut ditutup oleh si D sebagai berikut : Betul, betul, betul, setuju sekali... Bodoh itu tidak berarti tidak memiliki berlembar-lembar ijazah hingga ijazah doktor. Tapi nalarnya saja yang tertutup oleh kepercayaan yang salah yang dijejalkan oleh guru dan atau orang tua hingga otaknya seolah tercuci sedemikian rupa. Sejak kecil didoktrin terus-menerus, tidak dibebaskan untuk bertanya secara kritis. Contoh yang pernah terjadi adalah – dulu – kasus Dimas Kanjeng, yang mampu menggandakan uang - dipercayai oleh seseorang yang berpendidikan PhD, pastilah karena sejak kecil beliau itu dijejali oleh keyakinan dengan pemahaman yang salah, salah tapi tidak boleh dibantah. Kini sudah tiba saatnya anak-anak itu dibebaskan untuk bertanya apapun, dan jawablah sesuai kitab tapi yang logis - agar jika terjadi diskusi – maka diskusinya baik, bebas tapi damai. Mengamalkan ajaran agama apapun yang dipercayainya - yang diakui oleh negara itu - sangat diperbolehkan, yang tidak boleh adalah jika amalannya itu menyakiti dan atau memojokkan orang lain atau menyakiti hati orang yang berbeda keyakinan. Keyakinan yang berbeda itu dapat terjadi karena masing-masing orang itu memiliki jodohnya masing-masing yang bisa saja berbeda.

Demikianlah tulisan ini, semoga bermanfaat. 


Diskusi Menarik (3)


Diskusi atau penyampaian pemahaman dalam video ini dimulai dengan pernyampaian si A sebagai berikut : SEMUA BENDA DAN SEGALA SESUATU PASTI ADA ORANG YANG MENCIPTAKAN ATAU MEMBUATNYA. DEMIKIAN JUGA ALAM SEMESTA YANG AGUNG DAN MULIA ITU JUGA PASTI ADA "PENCIPTANYA", YAITU TUHAN ALLAH YANG "MAHA KUASA", YANG TANPA "AWAL DAN AKHIR " DAN EKSISTENSINYA "DARI KEKAL SAMPAI KEKAL" KEBENARAN INI SANGAT JELAS TERTULIS DIDALAM ALKITAB YANG DIILHAMKAN / DIWAHYUKAN OLEH ALLAH SENDIRI. DAN "KEPASTIAN KESELAMATAN" BAGI SEMUA ORANG YANG BERIMAN KEPADA TUHAN ALLAH YESUS KRISTUS ITU JUGA DIJANJIKAN DAN DIJAMIN OLEH DIA. TERJADI ATAU BERAWALNYA ALAM SEMESTA JUGA SANGAT JELAS TERCANTUM DIDALAM ALKITAB YAITU DICIPTAKAN OLEH TUHAN ALLAH DAN AKAN DIMUSNAHKAN OLEH TUHAN JUGA PADA HARI KIAMAT - YAITU PADA WAKTU KEDATANGAN TUHAN YESUS KELAK. KARENA ITU - SEMOGA SEMUA ORANG BISA DENGAN RENDAH HATI UNTUK PERCAYA DAN BERIBADAH KEPADA DIA - TUHAN YANG MAHA KUASA - MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG - MAHA ADIL DAN MAHA HIDUP ITU - SUPAYA BISA SUNGGUH- SUNGGUH MEMPEROLEH KESELAMATAN, PENGHARAPAN, KEBAHAGIAAN DAN HIDUP KEKAL YANG DIJANJIKAN DAN DIJAMIN OLEH TUHAN ALLAH YESUS KRISTUS ITU.

Kemudian si B menyampaikan pandangannya pula sebagai berikut : Anda menyampaikan pemahaman Anda dengan huruf kapital, tidak apa-apa, saya anggap itu untuk memudahkan saja karena tidak harus pindah-pindah huruf kecil dan besar. Saya tidak sependapat dengan pemahaman Anda. Sebenarnya saya bisa mengabaikan pemahaman Anda itu dan melupakannya. Tapi baiklah mungkin ada baiknya juga kita sedikit memberikan pandangan masing-masing dan mungkin teman lain juga tertarik dengan diskusi ini. Saya sangat menghormati keyakinan Anda, silahkan dijalani & semoga Anda berbahagia.

Agama itu banyak, demikian juga Kitab Suci itu banyak. Masing-masing orang punya jodohnya masing-masing. Punya pilihan - mau memilih agama yang mana untuk dipeluk, toh sudah diakui oleh negara 6 agama. Yang penting mereka mampu bersosialisasi dengan baik dengan yang beragama lain. Mampu berbuat baik, mampu saling membantu jika yang lain mengalami kesulitan dan lain sebagainya. Jika kita tidak bersaudara dalam iman – kita tetap bersaudara dalam kemanusiaan.

Setiap benda ada yang menciptakan, pada banyak contoh OK. Alam semesta yang terdiri dari milyaran galaksi – jadi berapa banyak tatasurya dan berapa banyak planet dan bumi? Kita hanya berada dalam satu bumi yang dapat diibaratkan setitik debu, masih banyak sekali bumi yang lain. Kalau Alam Semesta yang tanpa batas ini diciptakan - lalu pertanyaannya siapa yang menciptakan si pencipta? Kalau sang pencipta itu tanpa awal tanpa akhir - saya lebih sependapat jika Alam Semesta yang tanpa batas ini adalah juga tanpa awal dan tanpa akhir - meskipun selalu bergerak dan selalu berubah sesuai dengan hukumnya - yaitu Hukum Alam. Alam semesta ini ada - terjadinya bukan karena hanya satu sebab - melainkan karena banyak sekali sebab dan juga karena kondisi yang mendukung. Kalau kondisinya tidak mendukung - sesuatu itu tidak bisa terjadi. Contoh : kalau Anda memanen padi itu harus ada yang menanam padi, harus ada tanah, harus ada pengairan, harus ada cuaca atau iklim yang baik, tidak diserang tikus, harus ada yang merawat, yang merawat harus punya tenaga, punya kemauan, harus makan dan minum dan lain sebagainya. Jadi tidak ada Causa Prima - artinya tidak ada sebab yang tunggal, banyak sebabnya hingga sesuatu itu terjadi. Tidak terlalu penting buat saya Alam Semesta itu diciptakan atau tidak, sebab-sebabnya apa dengan kondisi yang bagaimana sehingga Alam Semesta itu ada, dan lain sebagainya - tidak penting buat saya. Yang terpenting adalah menyikapi dengan baik dan benar berlakunya Hukum Alam, kalau mau disebut Hukum Tuhan juga boleh. Dimana salah satu dari Hukum Alam itu adalah Hukum Sebab-Akibat, Hukum Tabur-Tuai atau Hukum Karma yang sebaiknya disikapi dengan baik dan benar supaya selamat di dunia dan selamat setelah meninggal dunia.

Saya tidak sependapat kalau Tuhan itu mempunyai hajat menciptakan Alam Semesta, dan memusnahkannya kembali pada hari kiamat. Untuk apa Tuhan memiliki hajat seperti itu? Supaya memiliki pekerjaan? Tuhan menginginkan manusia untuk beribadah kepadaNya, Tuhan kok memiliki keinginan yang remeh-temeh begitu? Maha penyayang ; mengapa ada orang bisa masuk Neraka? Apalagi kalau masuk nerakanya kekal itu kan sadis - tidak berperikemanusiaan. Dengan maha kasih, maha tahu, maha kuasa - bukakah beliau bisa menyelamatkan seluruh umat manusia masuk ke Surga? Katanya Tuhan menjamin, lalu dimana jaminannya? Tuhan tidak seperti itu, seperti manusia saja sifatnya. Dan menciptakan produk gagal karena ada yang masuk neraka. Kalau masuk neraka karena tidak menuruti perintah, kenapa Tuhan bermain gambling begitu? Bukankah beliau maha tahu? Hukum Alam itu maha kuasa juga, siapa yang bisa mengubah Hukum Alam yang salah satunya adalah Hukum Tabur-Tuai, Hukum Sebab-Akibat atau Hukum Karma yang maha adil itu? Supaya kita selamat di dunia dan selamat di alam berikutnya setelah meninggal dunia - maka kita harus menyikapi dengan baik dan benar berlakunya Hukum Karma atau Hukum Tuhan juga boleh - itu saja....

Sekali lagi saya menghormati keyakinan Anda dan juga keyakinan agama lain yang diakui di Indonesia. Masing-masing orang mempunyai jodoh agama masing-masing, silahkan dianut dan diamalkan dengan baik. Diskusi atau penyampaian pandangan ini supaya kita mampu memiliki toleransi, memaklumi keyakinan lain, dan juga kita bisa memiliki pengetahuan yang luas, itu saja... Mari kita semua hidup rukun, saling menghormati, bantu-membantu satu sama lain. Berbeda-beda itu indah. Indonesia bisa bersahabat dengan negara manapun karena Indonesia memiliki warna dan potensi yang lengkap.

Si C menimpali kedua pandangan tadi sebagai berikut :

Betul saya setuju dengan argumen ibu. Kalau memang Tuhan itu maha penyayang seperti yang disampaikan oleh bapak A itu, coba terangkan kenapa masih banyak orang menderita. Katanya penyayang dan tidak pilih kasih - kenyataannya di dunia seperti apa? Kalau memang Tuhan Yesus bisa membantu ; mengapa masih ada orang yang menderita. Jadi kesimpulannya kita hidup di dunia jangan saling merasa hebat dalam agama yang dianut. Ibarat kita beli mobil, saya suka-nya mobil Pajero, tapi orang lain tidak suka, suka-nya Fortuner, jadi masing-masing orang mempunyai kecocokan masing-masing dalam memilih agama. Tidak saling merasa hebat dan benar. Tolong Anda renungkan.

Si A tetap menyampaikan pandangannya sendiri dengan tetap mempergunakan huruf kapital sebagai berikut : PADA WAKTU TUHAN ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA DAN LAIN LAIN, SEBENARNYA SEMUANYA BAIK-BAIK DAN "TANPA CACAT CELA" APAPUN. NAMUN SAYANG SEKALI MEREKA ITU TIDAK TAHU BERSYUKUR - MALAHAN MELANGGAR PERINTAH TUHAN DAN BERDOSA KEPADA TUHAN - ITULAH ASAL MULA KEJATUHAN MANUSIA YANG MENGAKIBATKAN BANYAK CACAT CELA DAN HAL HAL YANG NEGATIF. BAHKAN KESUSAHAN, KEJAHATAN DAN KEMATIAN BAGI UMAT MANUSIA. DAN BUKAN KARENA TUHAN YANG MENGINGINKAN SEMUA HAL ITU TERJADI.

Si B menanggapi demikian : OK saya rasa sudah jelas pemikiran dan pemahaman kita masing-masing. Silahkan saudara A teguh dengan keyakinan yang dipilih dan silahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari saudara yang disertai dengan banyak berbuat baik, tidak serakah dan tidak membenci. Semoga saudara A memperoleh keselamtan, kebahagaiaan dan hidup kekal yang dijanjikan dan dijamin oleh Tuhan Yesus.

Kemudian dengan mantapnya si A melanjutkan tanggapannya sebagai berikut : TERIMA KASIH ATAS UCAPAN BERKAT YANG ANDA SAMPAIKAN KEPADA SAYA! SEMOGA ANDA JUGA DIBERIKAN OLEH TUHAN YESUS KESELAMATAN, DAMAI, KEBAHAGIAAN DAN HIDUP KEKAL YANG MULIA KELAK DIDALAM SORGA! SANGAT SENANG BERTEMAN DAN BERDISKUSI DENGAN ANDA SEORANG INTELEKTUAL DAN BERPENGETAHUAN SECARA LOGIS DAN RASIONIL TENTANG HAL-HAL YANG MUNGKIN BISA BERMANFAAT JUGA BAGI TEMAN TEMAN YANG LAIN SEPERTI YANG ANDA KATAKAN DALAM KOMENTAR TADI!

Si B maklum dengan pemikiran dan pemahaman si A dengan tidak melanjutkan diskusi. Diskusi selesai...

Demikianlah catatan diskusi yang berjudul : Diskusi Menarik (3) ini - Semoga bermanfaat.


Diskusi Menarik (2)

Badu memulai pembicaraan dengan menyampaikan sabda Tuhan Yesus yang tertulis dalam Matius 18 ayat 2 sebagai berikut : Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitu Aku ada di tengah-tengah mereka. Kemudian Badu melanjutkan perkataannya sebagai berikut : kita yakin Tuhan Yesus menginginkan banyak orang berkumpul atau beribadah kepada Dia dalam namaNya dan jiwa yang diselamatkan bisa makin bertambah di dalam Gereja! Namun biarpun sedikit orang di dalam Gereja yang berkumpul – tetapi yang penting ialah jemaat bisa dengan sungguh-sungguh – dan dengan segenap hati percaya – bersandar dan mengasihi Tuhan, maka Tuhan juga akan berkenan dan memberkati. Tentu jemaat juga harus lebih rajin dan semangat mengabarkan Injil.

Polan menjawab : Bukankah Tuhan Yesus itu maha kuasa yg berarti segala sesuatu is OK, No Problem buat Tuhan, dan juga Tuhan maha kasih bukan? Tapi mengapa pula untuk menyelamatkan manusia menurut pemahaman Anda Tuhan Yesus mensyaratkan manusia harus berkumpul dan beribadah di dalam namaNya? - bersandar dan mengasihi Tuhan? Ooo... Tuhan punya hajat / memiliki keinginan yang remeh-temeh? Saya ulangi : maha kasih tapi memiliki syarat - dimana untuk bisa selamat manusia harus berkumpul beribadah atas namaNya, bersandar dan mengasihi Tuhan. Bukankah Tuhan maha kuasa, artinya apapun yang beliau inginkan langsung bisa terwujud, termasuk untuk menyelamatkan manusia - ya selamatkan saja tidak usah pakai syarat - memiliki keinginan - mempermainkan hingga menyiksa manusia ciptaanya sendiri? Itu kesimpulan dari pemahaman Anda - saya tidak menganggap Tuhan seperti itu. Menurut Anda Tuhan itu mirip manusia? - punya hajat dan punya iseng. Dimana Tuhan akan memberkati manusia dengan syarat dikasihi - seperti orang dagang saja. Saya rasa Anda salah dalam mempersepsikan Tuhan, bisa berdosa mempersepsikan Tuhan seperti manusia! Akan lebih fair kalau Tuhan itu adalah yang mutlak, sehingga kita ini yang tidak mutlak bisa menjadi mutlak juga (abadi) dengan syarat bisa menghancur-leburkan hawa nafsu tanpa sisa. Pemahaman Matius 18 ayat 12 Anda itu barangkali salah... bukan secara harafiah begitu pemahamannya... Maaf ya brother kalau komentar saya ini tidak menyenangkan Anda, saya hanya ingin berkomentar tidak ada maksud lain...

Badu berkata lagi : Betul, Matius 18 ayat 12 bukan tafsir secara harafiah, jawabnya bisa dihubungkan dengan Matius 18 ayat 11 : karena anak manusia yaitu Yesus Kristus datang untuk menyelamatkan umat manusia yang hilang. Semoga Anda juga bisa diselamatkan dan diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus!

Polan berkata : OK jika demikian itu tanggapan Anda - saya menghargainya, semoga Anda senantiasa berbahagia dan mampu banyak berbuat kebajikan.

Demikianlah Diskusi Menarik ini - Semoga bermanfaat 

Diskusi Menarik (1)


Badu memulai pembicaraan dengan mengutip surat Amsal nomor 22 ayat 2 yang bunyinya sebagai berikut : “Orang kaya dan orang miskin bertemu di dunia ini, dan mereka dijadikan oleh Tuhan”.

Oleh karena itu, orang kaya tidak boleh sombong, tetapi harus dengan rendah hati bersyukur dan menyembah Tuhan, karena Tuhan memiliki otoritas untuk memberi penghargaan dan mengambil kembali!

Tetapi jika Anda menjadi miskin, jangan salahkan orang lain. Jika Anda memiliki makanan dan pakaian, Anda harus puas. Kedamaian dan kesehatan adalah berkat. Ini juga merupakan anugerah dan berkat yang diberikan oleh Tuhan. Anda harus bersyukur kepada Tuhan dan percaya kepada-Nya!

 

Polan berkomentar : Mengapa Tuhan tidak adil? Jika saya punya pilihan, saya akan memilih untuk dilahirkan dalam keluarga kaya.

 

Badu menanggapi : Bukan Tuhan yang tidak adil! Mungkin banyak orang seperti Anda akan memilih untuk lahir di keluarga kaya, tetapi fakta memberitahu kita bahwa banyak orang kaya sebenarnya gelisah, tidak bahagia, kosong, tidak puas dan terganggu! Seperti kata pepatah: "Hati manusia tidak cukup, ular menelan gajah." Karena itu, "Aman dan sehat adalah berkah", kaya atau tidak bukan yang terpenting. Lebih penting lagi, ketika kita masih hidup, kita dapat percaya kepada Kristus, sehingga kita memiliki "pengharapan di kehidupan ini dan harapan di kehidupan selanjutnya" dan dapat memperoleh kehidupan kekal dan kebahagiaan yang Tuhan berikan kepada kita di surga. Hidup ini adalah yang paling berarti dan berharga!

 

Polan berkomentar : Saya tidak bisa menerima argumen anda. Yang anda sampaikan itu adalah jika semuanya sudah terjadi, dimana kita sudah dilahirkan kemudian menjadi seperti kita yang sekarang ini. Yang menjadi pertanyaan saya itu adalah pertanyaan yang selalu muncul dalam benak orang banyak, dan pasti selalu muncul - sebelum jawaban yang sulit untuk dibantah diterima oleh yang bersangkutan. Yang dipertanyakan adalah sebelum semuanya terjadi. Alasan apa yang melatar belakangi mengapa kita ini ada yang dilahirkan dalam keluarga kaya, dalam keluarga miskin, lahir dalam kondisi jasmani yang baik, wajah cantik, ganteng, berkulit putih, berkulit hitam, terlahir dengan kondisi cacat, dan lain sebagainya. Pasti ada alasan yang benar yang sulit untuk disanggah. Kalau hal tersebut merupakan kehendak Tuhan harus ada keadilan disana, bukan tanpa sebab, bukan tanpa alasan yang tidak bisa diterima oleh akal yang baik. Mohon maaf saya meyakini kebenaran Hukum Sebab-Akibat. Ada baiknya anda juga mempelajari keyakinan yang lain, keyakinan atas "kesunyataan" yang ada. Tanggapan anda diatas sudah saya duga seperti itu.

Orang kaya yang gelisah, tidak bahagia, kosong, tidak puas dan terganggu – itu adalah orang kaya yang belum piawai bagaimana mengelola pikiran / batinnya secara benar. Dia harus belajar tentang “Dhamma” atau hukum alam yang berlaku dan bagaimana cara menyikapinya dengan baik dan benar. Kaya atau tidak memang bukan yang terpenting, akan tetapi jika memiliki pilihan – pilihlah menjadi orang kaya karena akan lebih mudah berbuat bajik – contoh : banyak-banyaklah berdana kepada orang yang membutuhkan bantuan, misalnya memberi uang kepada orang miskin – supaya di kehidupan berikutnya lebih baik lagi karena hukum sebab-akibat itu nyata. Saya sependapat dengan pernyataan Anda bahwa hidup ini adalah yang paling berarti dan berharga, tepatnya hidup sebagai manusia adalah yang paling berharga dibanding misalnya hidup sebagai binatang ataupun sebagai setan.

 

Badu menanggapai : Maaf, ijinkan saya untuk merespon sekedar hal yang saya rasa penting untuk anda mengerti. Mengenai "perbedaan-perbedaan" yang terjadi dalam kondisi kelahiran, kehidupan, pengalaman dan sebagainya bagi manusia didalam dunia ini, menurut catatan Alkitab, pada mulanya ketika Tuhan Allah menciptakan alam semesta dan segala isinya semuanya itu memang baik adanya, dan manusia pertama yaitu suami isteri Adam dan Hawa sebenarnya juga adalah manusia yang tanpa dosa, tanpa cacat cela apapun dan bisa menikmati hidup yang penuh kebahagiaan dan kemuliaan, tanpa kekurangan dan kesusahan apapun didalam Taman Eden yang Tuhan tempatkan mereka disana! Namun sangatlah sayang, karena kemudian mereka melanggar perintah Tuhan Allah dan berdosa kepada Tuhan, maka itulah "sebabnya yang mengakibatkan" mereka, termasuk semua keturunannya kehilangan keadaan semula yang sangat bernilai itu, sehingga akhirnya harus lahir, hidup serta mengalami berbagai masalah, kekurangan, cacat dan tercela, kesusahan, penderitaan bahkan kematian! Tetapi syukur kepada Tuhan yang tetap mengasihi manusia, sehingga turunlah Yesus Kristus dari sorga dan rela menderita dan mati diatas kayu, supaya manusia yang mau percaya dan menerima keselamatan-Nya itu masih diberikan kesempatan untuk mendapatkan keselamatan, hidup yang damai, bahagia, penuh pengharapan, kebahagiaan dan hidup yang kekal disorga kelak! Itulah sekedar respon saya terhadap argumen yang anda sampaikan, mudah mudahan bisa bermanfaat bagi anda dan diberkati oleh Tuhan!

 

Polan berkomentar : Taman Eden itu posisinya dimana? Dan saya tidak sependapat kalau orang tua yang melanggar perintah Tuhan Allah dan berdosa kepada Tuhan, maka anak-anaknya apalagi semua keturunannya harus lahir, dan hidup dengan berbagai masalah, seperti kekurangan, cacat cela, kesusahan, dan penderitaan? Kalau yang berdosa adalah orang tua – mengapa pula keturunannya harus terseret ikut menderita? Itu tidak adil. Karena hukum alam yang salah satunya adalah hukum sebab & akibat itu murni - bekerja secara adil. OK - untuk sementara saya cukupkan sampai disini dulu. Ketahuilah bahwa sekarang ini hampir semua persoalan ataupun pertanyaan dapat ditemukan solusi dan jawabannya yang benar di media-media yang ada, yang sudah tersedia banyak sekali. Tapi harus ingat jangan kita lupa menggunakan akal sehat kita - supaya tidak salah mengerti dan tidak terprovokasi oleh berita-berita atau jawaban yang salah yang masih bisa dibantah.

 

Demikianlah Diskusi Menarik (1) ini - Semoga bermanfaat.

Senin, 11 Juli 2022

PEMAHAMAN YANG BERBEDA

Tulisan ini memberitahukan adanya pemahaman suatu ajaran yang berbeda yang tidak banyak diketahui oleh orang. Jika anda tidak sependapat dengan pemahaman yang disampaikan berikut ini - maka jadikanlah ini sebagai penambah pengetahuan Anda saja, bahwa ada kaum lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda.

Pengetahuan atau ajaran tersebut bersikap realistis, tidak mempercayai mitos penciptaan, seperti misalnya; alam semesta yang muncul dari telur kosmik, atau semesta yang diciptakan oleh sosok super seorang pria tua dengan jenggot putihnya yang panjang. Apabila dikatakan bahwa pribadi super yang maha kuasa, atau ‘perancang terpandai’ yang menciptakan semesta, maka menimbulkan pertanyaan yang sangat jelas tentang siapa yang kemudian menciptakan atau ‘merancang’ pribadi super tersebut? Dan apabila pribadi super tersebut selalu ada, lalu bukankah lebih dapat dipercayai yang sebaliknya, bahwa semestalah yang selalu ada, dan yang selalu berubah? Terbentuk lalu hancur, kemudian terbentuk lagi dan hancur kembali. Tidak dapat diketahui lagi kapan mulai terbentuknya. Karena saking lamanya. Dapatlah dikatakan bahwa semesta ini tanpa awal dan tanpa akhir – seperti garis lingkaran yang tidak memiliki titik awal dan titik akhir. Sama halnya dengan jagad raya ini yang tidak dapat diketahui batas-batasnya. Oleh karena itu dikatakan tanpa batas. Tidak ada gunanya mengetahui hal-hal tersebut. Spekulatif. Tidak bermanfaat. Tidak membawa kepada pencerahan.

Ajaran yang disebut tadi tidak mengajarkan tentang pribadi super maha kuasa dan maha tahu, dengan alasan apapun mengijinkan ciptaannya sendiri untuk disiksa di neraka selama-lamanya. Apabila pribadi super maha kuasa tersebut mengetahui sebelumnya bahwa banyak dari ciptaannya ditakdirkan terbakar di api neraka selama-lamanya, lalu mengapa masih saja menciptakan begitu banyak penderitaan dan bencana di dunia ini? Yaitu bencana alam dan kecelakaan yang menimbulkan penderitaan, berupa bencana banjir, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan yang meluas, kecelakaan-kecelakaan lalu lintas, kecelakaan penerbangan dan lain-lain. Sulit untuk mempercayai bahwa pribadi super maha tinggi yang penuh cinta kasih dan pemaaf ternyata juga bersikap pencemburu, pendendam, tidak adil, tak kenal ampun, sadis, dan menciptakan banyak bencana. Namun ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini memiliki jawabannya. Ajaran tersebut mengingatkan kita untuk tidak memperhatikan spekulasi-spekulasi seperti pribadi maha kuasa dan sebagainya. Berhubung spekulasi-spekulasi itu pada akhirnya seperti dikatakan tadi - tidak bermanfaat. Seperti cerita tentang seseorang yang terpanah dengan panah beracun, yang tidak ingin mencabut panahnya sebelum dia mengetahui siapa yang menembakkan panah tersebut, mengapa dia dipanah, dan racun jenis apa yang ada di panah tersebut. Sangat berbeda halnya dengan seorang dokter yang paham benar dengan tugasnya yang kemudian mencabut panah beracun tersebut dan mengobati lukanya demi keselamatan jiwa seseorang - dengan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut yang bukan pada waktunya. Cerita tentang seseorang yang terpanah ini menunjukkan kepada kita cara membebaskan diri dari penderitaan dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan spekulatif. Oleh sebab itu, pemahaman atas ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini mengingatkan; kita harus lebih memikirkan dan fokus terhadap apa yang penting, yakni praktek mengindahkan Kesunyataan (Kebenaran) yang tidak spekulatif.

Ajaran yang dimaksud tidak mengancam siapapun dengan hukuman Neraka selama-lamanya. Ancaman tersebut mungkin saja dibutuhkan di jaman kuno untuk menjaga keberadaban manusia, dan juga dilakukan bersamaan dengan janji imbalan Surga. Pendekatan ini juga dilakukan dalam menarik orang-orang untuk bergabung dengan kelompok keyakinan tertentu, dengan ancaman hukuman yang abadi dan pemberian pahala.

Ajaran dimaksud tidak menerima konsep tentang pribadi super pencemburu yang menghukumi ciptaannya sendiri hanya karena mereka memilih keyakinan yang berbeda. Ketahuilah bahwa secara praktis, yaitu kenyataan yang terjadi di dunia ini, bahwa semua bangsa yang beradab menghormati dan menjamin kebebasan berpikir dan praktek agama, seperti yang diabadikan dalam piagam PBB Pasal-18. Dan lebih jauh lagi penyiksaan itu dilarang oleh semua bangsa yang beradab di muka bumi. Jadi bagaimana mungkin pribadi tertentu yang sewajarnya, menciptakan kita semua, bisa jadi kurang beradab? Maka itu, pembawa ajaran yang dimaksud dalam video ini menemukan ancaman siksaan selama-lamanya di neraka cukup sulit untuk dipercaya.

Sebagai contoh, siapakah yang akan mengirimkan atau mengijinkan makhluk lain dibakar dalam api neraka selama-lamanya? Ambillah korek api biasa. Nyalakan di telapak tangan anda. Dapatkah anda menahan rasa sakit hanya untuk beberapa detik saja?  Dapatkah anda menyalakan korek api tersebut di telapak tangan seseorang hanya untuk satu menit saja dan mengamati orang itu berteriak-teriak kesakitan? Dapatkah anda melakukan hal itu pada seseorang untuk selama-lamanya? Kekejaman tersebut di luar bayangan kita.

Lebih jauh lagi, jika dalam kuasa - anda yang bisa menghentikan penderitaan yang amat sangat dan tanpa akhir itu, tidakkah akan anda lakukan? Akankah pribadi sehat dan rasional tidak melakukannya? Tidak akan pernah ada pembenaran untuk kekejaman yang tak kenal ampun untuk alasan dan keadaan apapun yang memungkinkan.

Ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini tidak pernah menggunakan ancaman apapun, atau mencoba untuk memaksa siapapun untuk menerimanya. Ajaran tersebut menerima kebebasan berpikir, dan mengenali bahwa tidak semua orang dapat menerima yang dibabarkan, dan orang-orang mengalami kemajuan secara berbeda-beda, dan akan memilih jalur yang berbeda untuk diri mereka sendiri. Pembawa ajaran ini lebih menyenangi untuk menjelaskan ajarannya dengan cara yang logis dan masuk akal, dan mengingingkan orang-orang untuk memahami dan menyadari Kesunyataan (Kebenaran) yang ada untuk diri mereka sendiri tanpa rasa takut akan hukuman yang bisa menimpanya. Ajaran dimaksud bukanlah ajaran mengenai ancaman atau imbalan, melainkan mengenai pengetahuan dan pemahaman. Dalam hal ketuhanan tertulis : “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang” yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Sehingga dalam hal ini, Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang tanpa pribadi (Anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun. Tetapi dengan adanya yang Mutlak, yang tidak berkondisi (Asamkhata), maka manusia yang berkondisi (Samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (Samsara) dengan cara bermeditasi.

Sekali lagi, jika anda tidak sependapat dengan pemahaman yang sudah disampaikan di tulisan ini - maka jadikanlah ini sebagai penambah pengetahuan Anda saja, bahwa ada kaum lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda.

Demikianlah tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat.

Kamis, 23 Juni 2022

Pencapaian Jhana Seorang Bhikkhu

Bolehkah seorang bhikkhu menceritakan pengalaman meditasinya dan atau mengaku sampai ke tingkat berapa pencapaian jhananya? Atas masalah ini ada beberapa tanggapan, pertanyaan dan pernyataan yang telah tercatat, antara lain sebagai berikut :

1.   Seorang bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana nya, hal itu melanggar Pacittiya dan mengarah pada penghidupan salah.

2.   Boleh tapi cuma kepada sesama Sangha. Kalau kepada umat awam itu dilarang oleh Vinaya. Ke sesama anggota Sangha pun biasanya hanya ke guru dan teman praktik atau otoritas Sangha. Menceritakan pencapaian kepada umat hanya akan menghambat kemajuan spiritual bhikkhu, dan malah mengembangkan kesombongan, serta mengundang banyak masalah bagi bhikkhu itu sendiri.

3.   Menceritakan mengenai pencapaian Jhana boleh. Tapi kalau mengaku tidak boleh. Bhikkhu akan menjawab apabila ditanya, itupun ada aturannya.

4.   Kepada anupasampanna, yang belum ditahbiskan, kepada perumahtangga dan Samanera, seorang bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana maupun kesaktiannya meskipun itu benar, apalagi jika itu bohong. Jika seorang bhikkhu berbohong tentang pencapaian khusus tersebut, ia melanggar Parajika, dan perlu lepas jubah.

5.     Bagaimana kalau yang mencapai Jhana itu seorang awam? Apa boleh memberi tahu pencapaiannya? Ada yang menjawab : Bebas, terserah dia. Seseorang tidak dibenarkan menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menceritakan pencapaiannya. Lihat saja di Tipitaka berapa banyak yang mencapai tingkatan Jhana dan menyatakannya. Jika tujuannya untuk memotivasi orang lain itu boleh asalkan jangan timbul kesombongan. Walau demikian tentu banyak juga yang sembarangan bicara, menganggap diri terlalu tinggi, tidak mencapai tingkatan Jhana tapi mengira mencapainya.

6.    Di aturan Parajika nomor 4 bisa memiliki penafsiran berbeda. Apabila seorang bhikkhu yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa menyatakan bahwa ia memiliki kesaktian atau kesucian yang sebenarnya tidak dimilikinya dengan mengatakan : “Saya tahu ini, saya lihat ini” dan setelah itu pada kesempatan lain baik diperiksa atau tidak, terjatuh dalam kesalahan dan ingin membersihkan diri lalu berkata : “Teman, tidak tahu saya katakan ‘Saya tahu’; tidak melihat, saya katakan ‘Saya melihat’; apa yang saya akan katakan adalah berlebihan dan salah, maka kecuali hal itu karena salah perkiraan, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha.

7.   Di aturan Mussavada Vagga nomor 8, apabila seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang umat awam tentang kemampuan gaib yang dimilikinya, maka ia melanggar peraturan pacittiya, melanggar sila ke 4. Jika ia sebenarnya tidak memiliki kemampuan itu - tidak ada sangkut pautnya dengan Patimokkha. Tidak ada sanksi dari Sangha.

8.    Peraturan Parajika nomor 4, melarang seorang Bhikkhu mengutarakan secara tidak benar bahwa ia telah mencapai kekuatan supranormal tertentu, yakni pencapaian meditasi penyerapan Jhana, yang mana adalah pencapaian kekuatan adi duniawi, ataupun pencapaian salah satu tingkat Ariya, yang mana ada unsur berbohong, membual mengenai pencapaian. Pacittiya adalah peraturan yang membutuhkan pengakuan. Di aturan Pacittiya pada Mussavada Vagga nomor 8, seorang bhikkhu dilarang berbicara tentang pencapaian supranormal dirinya kepada seseorang yang belum di-upasampadā penuh. Mengenai pengakuan pengalaman meditasi tentunya memiliki batas-batas tertentu yang dapat disampaikan kepada umat yang belajar meditasi. Kalau gurunya tidak punya pengalaman meditasi, bagaimana bisa menjelaskan teori kepada murid-muridnya? Kalau muridnya mengalami rintangan bagaimana sang guru dapat memberikan petunjuk cara mengatasinya? Kalau lebih dari itu bhikkhu akan berhati-hati mengungkapkannya.

9.    Ada yang menyatakan sebagai berikut : berhentilah menilai perbuatan orang lain. Boleh dan tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana itu relatif, berdasarkan niat dan tujuannya. Masing-masing sudah mewarisi karma dari perbuatannya. Jika maksud dari bercerita pengalaman meditasi itu adalah supaya pendengar terinspirasi, tertarik untuk bermeditasi atau agar memiliki pengetahuan, maka cara, teknik atau tips bermeditasi yang diuraikan itu tentu hal yang baik. Sementara jika ceritanya adalah memamerkan kebolehannya karena dorongan ego, maka kelak akan ada konsekuensinya.  

10. Ada juga yang bilang begini : Sebagai Umat Awam sebaiknya jangan menggunjingkan Anggota Sanggha. Karma Buruk Tanggung Sendiri.

11.  Ada juga yang berpendapat begini : mungkin bukan soal boleh atau tidak boleh. Akan tetapi ketika ada umat atau ada seseorang yang bertanya, mungkin akan di jawab sesuai pengalaman bila itu bisa menbantu si penanya menghadapi rintangan. Namun yang menjadi catatan adalah, biasanya yang bersangkutan bercerita seolah olah itu pengalaman orang lain, maksudnya untuk menghindari kata saya, bahwa sudah pada tahap pencapaian Jhana dan seterusnya. Jadi rasanya ketika seseorang mencapai tingkatan sammadhi, mencapai tingkatan Jhana atau tingkat kesucian, beliau tidak akan mengklaim dan mengumumkan bahwa aku telah mencapai ini dan itu. Tidak mengatakan secara langsung, melainkan menunjukkan tindak tanduk sebagaimana adanya sesuai faktor-faktor dalam tingkatan itu. Menceritakan itu boleh saja asalkan bermanfaat untuk orang lain dalam upayanya merealisasi pembebasan.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai masalah Pencapaian Jhana oleh Seorang Bhikkhu. Semoga bermanfaat.