Translate

Kamis, 23 Juni 2022

Pencapaian Jhana Seorang Bhikkhu

Bolehkah seorang bhikkhu menceritakan pengalaman meditasinya dan atau mengaku sampai ke tingkat berapa pencapaian jhananya? Atas masalah ini ada beberapa tanggapan, pertanyaan dan pernyataan yang telah tercatat, antara lain sebagai berikut :

1.   Seorang bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana nya, hal itu melanggar Pacittiya dan mengarah pada penghidupan salah.

2.   Boleh tapi cuma kepada sesama Sangha. Kalau kepada umat awam itu dilarang oleh Vinaya. Ke sesama anggota Sangha pun biasanya hanya ke guru dan teman praktik atau otoritas Sangha. Menceritakan pencapaian kepada umat hanya akan menghambat kemajuan spiritual bhikkhu, dan malah mengembangkan kesombongan, serta mengundang banyak masalah bagi bhikkhu itu sendiri.

3.   Menceritakan mengenai pencapaian Jhana boleh. Tapi kalau mengaku tidak boleh. Bhikkhu akan menjawab apabila ditanya, itupun ada aturannya.

4.   Kepada anupasampanna, yang belum ditahbiskan, kepada perumahtangga dan Samanera, seorang bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana maupun kesaktiannya meskipun itu benar, apalagi jika itu bohong. Jika seorang bhikkhu berbohong tentang pencapaian khusus tersebut, ia melanggar Parajika, dan perlu lepas jubah.

5.     Bagaimana kalau yang mencapai Jhana itu seorang awam? Apa boleh memberi tahu pencapaiannya? Ada yang menjawab : Bebas, terserah dia. Seseorang tidak dibenarkan menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menceritakan pencapaiannya. Lihat saja di Tipitaka berapa banyak yang mencapai tingkatan Jhana dan menyatakannya. Jika tujuannya untuk memotivasi orang lain itu boleh asalkan jangan timbul kesombongan. Walau demikian tentu banyak juga yang sembarangan bicara, menganggap diri terlalu tinggi, tidak mencapai tingkatan Jhana tapi mengira mencapainya.

6.    Di aturan Parajika nomor 4 bisa memiliki penafsiran berbeda. Apabila seorang bhikkhu yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa menyatakan bahwa ia memiliki kesaktian atau kesucian yang sebenarnya tidak dimilikinya dengan mengatakan : “Saya tahu ini, saya lihat ini” dan setelah itu pada kesempatan lain baik diperiksa atau tidak, terjatuh dalam kesalahan dan ingin membersihkan diri lalu berkata : “Teman, tidak tahu saya katakan ‘Saya tahu’; tidak melihat, saya katakan ‘Saya melihat’; apa yang saya akan katakan adalah berlebihan dan salah, maka kecuali hal itu karena salah perkiraan, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha.

7.   Di aturan Mussavada Vagga nomor 8, apabila seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang umat awam tentang kemampuan gaib yang dimilikinya, maka ia melanggar peraturan pacittiya, melanggar sila ke 4. Jika ia sebenarnya tidak memiliki kemampuan itu - tidak ada sangkut pautnya dengan Patimokkha. Tidak ada sanksi dari Sangha.

8.    Peraturan Parajika nomor 4, melarang seorang Bhikkhu mengutarakan secara tidak benar bahwa ia telah mencapai kekuatan supranormal tertentu, yakni pencapaian meditasi penyerapan Jhana, yang mana adalah pencapaian kekuatan adi duniawi, ataupun pencapaian salah satu tingkat Ariya, yang mana ada unsur berbohong, membual mengenai pencapaian. Pacittiya adalah peraturan yang membutuhkan pengakuan. Di aturan Pacittiya pada Mussavada Vagga nomor 8, seorang bhikkhu dilarang berbicara tentang pencapaian supranormal dirinya kepada seseorang yang belum di-upasampadā penuh. Mengenai pengakuan pengalaman meditasi tentunya memiliki batas-batas tertentu yang dapat disampaikan kepada umat yang belajar meditasi. Kalau gurunya tidak punya pengalaman meditasi, bagaimana bisa menjelaskan teori kepada murid-muridnya? Kalau muridnya mengalami rintangan bagaimana sang guru dapat memberikan petunjuk cara mengatasinya? Kalau lebih dari itu bhikkhu akan berhati-hati mengungkapkannya.

9.    Ada yang menyatakan sebagai berikut : berhentilah menilai perbuatan orang lain. Boleh dan tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana itu relatif, berdasarkan niat dan tujuannya. Masing-masing sudah mewarisi karma dari perbuatannya. Jika maksud dari bercerita pengalaman meditasi itu adalah supaya pendengar terinspirasi, tertarik untuk bermeditasi atau agar memiliki pengetahuan, maka cara, teknik atau tips bermeditasi yang diuraikan itu tentu hal yang baik. Sementara jika ceritanya adalah memamerkan kebolehannya karena dorongan ego, maka kelak akan ada konsekuensinya.  

10. Ada juga yang bilang begini : Sebagai Umat Awam sebaiknya jangan menggunjingkan Anggota Sanggha. Karma Buruk Tanggung Sendiri.

11.  Ada juga yang berpendapat begini : mungkin bukan soal boleh atau tidak boleh. Akan tetapi ketika ada umat atau ada seseorang yang bertanya, mungkin akan di jawab sesuai pengalaman bila itu bisa menbantu si penanya menghadapi rintangan. Namun yang menjadi catatan adalah, biasanya yang bersangkutan bercerita seolah olah itu pengalaman orang lain, maksudnya untuk menghindari kata saya, bahwa sudah pada tahap pencapaian Jhana dan seterusnya. Jadi rasanya ketika seseorang mencapai tingkatan sammadhi, mencapai tingkatan Jhana atau tingkat kesucian, beliau tidak akan mengklaim dan mengumumkan bahwa aku telah mencapai ini dan itu. Tidak mengatakan secara langsung, melainkan menunjukkan tindak tanduk sebagaimana adanya sesuai faktor-faktor dalam tingkatan itu. Menceritakan itu boleh saja asalkan bermanfaat untuk orang lain dalam upayanya merealisasi pembebasan.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai masalah Pencapaian Jhana oleh Seorang Bhikkhu. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar