Translate

Selasa, 17 Mei 2022

Berkah Mengulang-ulang Perkataan Buddha

Tahukah Anda ketika kita datang ke vihara melakukan puja-bhakti, dan seandainya kita tidak memahami arti dari paritta-paritta yang kita ucapkan atau kita baca, itu sudah merupakan suatu kekuatan untuk membawa kita keluar dari samsara, karena sifat dari kata-kata Buddha itu bahasa Pali nya : Niyanika, atau mempunyai kemampuan untuk menuntun kita untuk keluar dari samsara, merealisasi Nibbana. Ini adalah salah satu kualitas dari kata-kata Buddha, sesuai yang tertulis dalam Tipitaka. Itulah mengapa 500 kelelawar di dalam gua yang mendengarkan Bihkkhu menghafal Abhidhamma, akhirnya membuat mereka 500 kelelawar tersebut bertemu dan menjadi murid Yang Ariya Sariputta, sehingga bisa keluar dari Samsara. Demikian itulah hebatnya kekuatan kata-kata Buddha.

Itulah mengapa sebagai umat Buddha kita yang berkumpul melakukan puja-bhakti di Vihara atau berkumpul di kelas Pariyati Sasana belajar memahami kitab suci Tipitaka, kitab komentar dan kitab sub komentar memiliki berkat. Yaitu menanam benih-benih karma yang kuat yang akan mempunyai potensi yang kuat untuk menghasilkan buah berupa pencapaian kondisi-kondisi yang memudahkan kita bertemu guru spiritual yang baik, bertemu para bhante (para Phabacitta) yang bisa menuntun kita untuk keluar dari samsara yang merupakan tujuan hidup kita. Oleh karena itu marilah kita berbuat kebajikan yang terarah yang mempunyai kekuatan untuk membawa kita semua keluar dari samsara ini.

Dari salah satu kitab Abhidhamma Pitaka, kitab yang terakhir, kitab Pathana, dari 24 kondisi ada 2 kondisi yang terkait dengan topik tulisan ini. Kedua kondisi tersebut adalah : Upa Niseya Pacaya dan Asewana Pacaya.

Untuk Upa Niseya Pacaya, dimana Pacaya = kondisi, Upa = kuat, Niseya = dukungan, maka Upa Niseya Pacaya berarti satu kondisi yang menjadi topangan yang sangat kuat untuk kemunculan dhamma-dhamma yang lain. Jika kita berbuat sesuatu sehingga tercipta kondisi yang baik, maka kondisi tersebut menjadi topangan munculnya kondisi-kondisi berikutnya yang kondusif bagi kita menuju tercapainya pencerahan. Kita yang melakukan puja-bhakti, yang membaca paritta, mendengarkan kata-kata Buddha, itu menjadi Upa Niseya Pacaya, memiliki kondisi yang sangat kuat buat kemunculan keadaan-keadaan yang kondusif untuk pencerahan kita.

Sedangkan Asewana Pacaya, dimana Pacaya = kondisi, Asewana = pengulangan. Maka Asewana Pacaya artinya adalah adanya kondisi pengulangan. Kalau kita sering mengulang-ulang mendengarkan kata-kata Buddha, maka semakin kita mengulang maka akan semakin kuat pengetahuan dan kebijaksanaan muncul.  Sama dengan ketika dulu kita Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi, ketika kita akan ujian dan ingin menguasai satu mata pelajaran tertentu, kita harus membaca pelajaran tersebut secara berulang-ulang. Tidak cukup hanya satu kali. Ketika kita membaca kedua kali maka pemahaman kita pada mata kuliah tersebut menjadi semakin kuat. Ketika membaca yang ketiga kali maka akan semakin kuat lagi. Semakin kita mengulang-ulang topik yang sama, maka pengetahuan dan kebijaksanaan akan semakin kuat muncul. Nah itu juga yang terjadi ketika kita mempelajari kitab suci.

Jika kita mempelajari kitab suci Tipitaka, kitab komentar dan kitab Sub Komentar berulang-ulang, terjadilah Asewana Pacaya, menjadikan rasa bhakti kita kepada Buddha, Dhamma dan Sangha semakin kuat.

Seandainya di dunia ini ada 1 juta judul buku, maka yang bisa dipastikan akan terus ada adalah satu paket buku yang berjudul Tipitaka, kitab komentar & sub komentar. Selama ajaran Buddha ini eksis kita tidak akan bisa mengelak dari satu paket buku Tipitaka. Secara tradisi diyakini ajaran Buddha ini akan bertahan selama 5.000 tahun, sekarang sudah bertahan hampir 2.600 tahun, maka tinggal 2.400 tahun lagi. Jika 2.000 tahun lagi kita terlahir kembali sebagai manusia, maka pada tahun 4.022 kita akan bertemu lagi dengan kitab Tipitaka yang sama, dan jika selama ini kita tidak pernah belajar Tipitaka maka pada tahun 4.022 kita akan kebingungan mempelajari Tipitaka, sehingga sulit memunculkan pengetahuan & kebijaksanaan karena tidak memiliki Asewana Pacaya, tidak memiliki kondisi pengulangan. Oleh karena itu mari kita setiap minggu melakukan Puja-bhakti atau dengan mengikuti kelas Pariyati Sasana, yang berarti kita menanam kondisi-kondisi yang baik yang akan kondusif untuk pencapaian pencerahan. Itulah mengapa pembabaran kitab suci harus disebarkan seluas-luasnya demi manfaat siapapun yang mendengarkan supaya kelahirannya sebagai manusia pada saat ini yang sulit didapat bisa menjadi bermanfaat. Kita yang merupakan Puthujhana tidak seharusnya menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada, karena sekali lagi memperoleh kehidupan sebagai manusia itu sangat sulit. Ada yang berpikir kehidupannya sibuk sedang mengejar keduniawian demi kebahagiaan. Mereka tidak paham bahwa bagi mereka yang memahami kitab suci itu kualitas kehidupannya juga semakin meningkat, karena membuat mereka mengerti tentang kehidupan ini dengan lebih bagus, sehingga sering mengalami kedamaian. Kedamaian adalah tujuan hidup kita. Kedamaian itu dealing dengan situasi apapun. Tidak bertengkar dengan kebahagiaan dan kesedihan. Kalau ditambah dengan berlatih meditasi misal hingga mencapai magha dan phala, pencerahan terjadi, kilesa terkikis, semakin damai, semakin bahagia.

Demikianlah tulisan ini, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar