Tiratana bahasa Pali artinya adalah Tiga Permata, berlindung kepada Tiratana berarti berlindung kepada Tiga Permata. Tiga Permata itu adalah Buddha, Dhamma dan Sangha.
Buddha dulunya
adalah seorang pangeran bernama Siddharta Gautama dari kerajaan kecil di kota
Kapilavastu Jambudipa di kaki gunung Himalaya Timur laut India. Pangeran
Siddharta lahir pada tahun 623 sebelum masehi
yang kemudian meninggalkan istana memasuki hutan bermeditasi mencari
solusi untuk mengatasi derita kehidupan umat manusia. Solusi yang beliau
peroleh berupa pencerahan sempurna menjadi Buddha yang berhasil beliau raih
tepat di bulan purnama sidhi tepat di usia beliau yang ke 35 tahun setelah menjalani
pertapaan di bawah pohon Bodhi selama 6 tahun. Solusi yang berhasil beliau
ungkap dan temukan sendiri itu adalah kesunyataan rahasia alam yang kemudian
beliau ajarkan kepada murid-muridnya. Ajaran tersebut disebut Dhamma. Sang
Buddha parinibbana tepat di bulan purnama sidhi di usia 80 tahun.
Dhamma adalah
ajaran Buddha yang didalamnya meliputi cara untuk melenyapkan penderitaan yang
senantiasa dialami oleh umat manusia guna meraih kedamaian abadi merealisasi
Nibbana.
Sangha adalah
pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu, pewaris dan pelestari ajaran Buddha
yang sejati.
Kembali ke
topik, berlindung kepada Tiratana itu dasarnya adalah karena adanya kemauan
untuk berlindung kepada Tiratana disertai dengan Pengertian yang benar dan
Perasaan yang mantap tiada keraguan.
Yang pertama
adalah Berlindung kepada Buddha. Secara singkat dan sederhana dapatlah
diuraikan sebagai berikut :
Sang Buddha
adalah guru Dhamma yang agung, junjungan tertinggi yang telah parinibbana.
Berlindung kepada Buddha bukan berarti berlindung kepada sosok Buddha Gautama,
kepada para Buddha atau kepada ruppang Buddha dari gangguan fisik dan psykis.
Sang Buddha telah parinibbana, sudah tidak ada lagi di dunia ini. Akan tetapi
beliau telah mewariskan ajaran Dhamma kepada kita semua, bahkan kepada semua
makhluk. Kata-kata yang pernah beliau ucapkan yang tertulis di Tipitaka itu
jika kita baca mengandung kekuatan buat keselamatan dan kemajuan perjalanan
hidup kita menuju ke lenyapnya dukkha. Kalau kita membaca paritta dengan penuh
perhatian dan penuh penghayatan maka akan dapat membantu memurnikan batin kita,
batin dan perangai kita dapat menjadi lebih baik. Oleh karena itu paritta
selalu dibaca atau diucapkan pada setiap ada penyelenggaraan acara. Paritta
dapat memberikan kontribusi positif bagi yang mengucapkan maupun bagi yang
mendengarkannya dengan baik. Berlindung kepada Buddha itu bukan berlindung
kepada pihak luar, melainkan terlindungi oleh perbuatan sendiri, karena
masing-masing kita memiliki benih-benih kebuddhaan, maka berlindung kepada
Buddha itu memungkinkan kita bisa merealisasi kesucian tertinggi terbebas dari
dukkha. Kita menjadi pulau bagi diri kita sendiri dengan cara meneladani
sifat-sifat luhur sang Buddha, meneladani sifat-sifat yang maha bajik dan maha
bijaksana Sang Buddha. Jadi, berusaha dengan sungguh-sungguh meneladani
sifat-sifat luhur sang Buddha yang maha bajik dan maha bijaksana itulah yang
dimaksud dengan berlindung kepada Buddha.
Yang kedua
adalah berlindung kepada Dhamma. Secara singkat dan sederhana dapatlah diuraikan
sebagai berikut :
Dhamma adalah
kesunyataan atau kebenaran yang ada di setiap kondisi dan di setiap waktu.
Dhamma atau ibaratnya segenggam daun yang kita pelajari, kita pahami dan kita
praktikkan dengan baik dan benar itu antara lain adalah mengenai Empat
Kebenaran Mulia. Mengenai Anicca, Dukkha dan Anatta. Mengenai Hukum Karma.
Mengenai Paticcasamuppada atau Duabelas Mata Rantai Sebab–Musabab Yang Saling
Bergantungan. Mengenai 31 Alam Kehidupan. Mengenai Dana, Sila dan Samadhi.
Mengenai Sila, Samadhi dan Panna. Mengenai Uphosata. Mengenai Jalan Mulia
Berunsur Delapan. Mengenai Pencerahan. Mengenai Nibbana, dan lain-lain.
Semuanya tercakup dalam Tipitaka.
Berlindung
kepada Dhamma itu artinya memahami ajaran Dhamma dan menpraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik, benar, tekun dan berkesinambungan. Bukan berlindung secara harafiah kepada Dhamma, atau asal kita mengucapkan aku
berlindung kepada Dhamma lalu secara serta merta Dhamma akan melindungi kita
dari ancaman fisik dan psykis. Tidak seperti itu. Kalau kita berperilaku
selaras dengan ajaran Dhamma yang telah dibabarkan secara sempurna oleh guru
agung kita Sang Buddha, dimana dalam hal ini kita menjalani Pariyatti, Patipatti dan Pativedha maka artinya kita telah berlindung kepada Dhamma.
Berlindung
kepada Dhamma dengan baik itu artinya jika kita telah memahami dan
mempraktikkan ajaran Dhamma Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari dengan baik
dan benar.
Yang ketiga
adalah berlindung kepada Sangha. Secara singkat dan sederhana dapatlah
diuraikan sebagai berikut :
Sangha yang
dimaksud adalah Ariya Sangha. Ariya Sangha adalah pesamuan atau persaudaraan
para Bhikkhu yang telah mencapai
tingkat-tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat. Ariya
Sangha adalah pengawal dan pelindung Dhamma, mengajarkan Dhamma kepada orang
lain untuk ikut melaksanakannya sehingga mencapai Nibbana. Dalam mempraktikkan
Dhamma secara baik, benar, dan efektif sesuai dengan kondisi kita, kita
membutuhkan bantuan Sangha yang telah mengenal jalan pembebasan.
Berlindung
kepada Sangha bermakna menghormati Sangha sebagai pewaris dan pelestari ajaran
Buddha yang sejati. Kita meneladaninya sebagai panutan praktek Dhamma dalam
kehidupan sehari-hari.
Kepada Sammuti
Sangha, yaitu Persaudaraan para Bhikkhu biasa yang belum mencapai
tingkat-tingkat kesucian, kita harus menghormatinya, karena para beliau ini
mengemban amanat Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang hidupnya berada di
jalan Dhamma.
Jadi sekali lagi
berlindung kepada Sangha itu artinya kita menghormat kepada Sangha sebagai
pewaris dan pelestari ajaran Buddha yang sejati, dan dalam kehidupan
sehari-hari kita meneladaninya sebagai panutan dan pembimbing praktek Dhamma
menuju pencapaian Nibbana.
Perlindungan
menuju pencapaian Nibbana ini adalah perlindungan terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar