Translate

Kamis, 05 Mei 2022

Umat Buddha menyembah patung ???

Dalam peribadatan di Vihara, umat Buddha sering melakukan gerakan bersujud sebagaimana yang dilakukan oleh umat Islam di mesjid. Bedanya umat Islam di seluruh dunia sujudnya diarahkan ke satu titik yaitu titik dimana Ka’bah berada. Di Vihara, Umat Buddha sujudnya diarahkan ke Buddha Ruppang. Jadi sujudnya umat Buddha itu arahnya tidak ke satu titik tertentu misal ke barat, ke timur dan lain sebagainya, melainkan seperti para peserta upacara bendera yang menghormat kepada bendera merah putih, tidak harus menghadap ke arah tertentu, tetapi ke arah bendera merah putih yang sudah dikibarkan sebagai lambang negara Indonesia yang layak untuk dihormati, dicintai dan dibanggakan.

Tadi dikatakan umat Islam bersujud menyebah Allah Subhanahu wa ta'ala dengan arah dimana Ka’bah berada. Kalau sholat nya di tempat dimana Ka’bah berada, maka mereka tidak menyembah ke arah tertentu, melainkan ke arah Ka’bah di depan mereka, sehingga seolah-olah mereka menyembah Ka’bah itu sendiri, padahal tidak, mereka itu menyembah Allah Subhanahu wa ta'ala. Ka’bah hanya sebagai acuan satu tujuan yaitu menyembah kepada yang satu yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala. Demikian pula halnya dengan umat Buddha, mereka tidak menyembah Buddha Rupang, mereka itu bersujud sebagai manifestasi dari penghormatan, memuji dan menjunjung tinggi keluhuran sifat-sifat Sang Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, merealisasi Nibbana, merealisasi kedamaian abadi dan telah parrinibbana. Mereka menghormat, memuji dan menjunjung tinggi keluhuran sifat-sifat Sang Buddha yang tiada bandingannya seraya berjanji kepada diri sendiri untuk bertekad meneladani sifat-sifat luhur Sang Buddha dalam upayanya merelisasi Nibbana. Penghormatan yang mendalam dan tulus tidaklah cukup dengan melakukan gerakan tangan menghormat, tetapi dengan melakukan gerakan bersujud, bukan berarti menyembah.

Sang Buddha telah parinibbana, sudah tidak ada lagi di dunia ini, akan tetapi beliau telah mewariskan ajaran Dhamma kepada umat manusia. Kata-kata beliau yang terangkum dalam paritta-paritta suci itu jika dibaca dan dipahami dengan benar dengan penuh penghayatan itu bersifat Niyanika, yaitu mempunyai kemampuan untuk menuntun kita keluar dari samsara, memurnikan batin merealisasi Nibbana.

Menghormat, memuji dan menjunjung tinggi keluhuran sifat-sifat Sang Buddha secara tulus itu dapat diartikan sebagai berlindung kepada Buddha. Terlindungi oleh perbuatan sendiri, karena masing-masing kita memiliki benih-benih kebudhaan, memungkinkan kita bisa merealisasi kesucian tertinggi terbebas dari Samsara, terbebas dari dukkha. Kita menjadi pulau bagi diri kita sendiri dengan cara meneladani sifat-sifat luhur sang Buddha, meneladani sifat-sifat yang maha bajik dan maha bijaksana Sang Buddha.

Demikianlah penjelasan tentang bersujudnya umat Buddha di hadapan Buddha Rupang, semoga bermanfaat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar