Tulisan ini dibuat
terinspirasi dari adanya komentar-komentar pada unggahan video YouTube di
Facebook – video dengan judul : Pencapaian Jhana Seorang Bhikkhu. Komentar datang
dari si A dan si C yang ditanggapi oleh si B si pembuat video, sebagai berikut
:
A : Kapan umat
Budha bisa lepas dari karma-karma tiada henti? menunggu berapa ribu tahun?
berapa kali manusia pindah ke alam kehidupan? berapa kali reinkarnasi? Susah
betul ajaran Siddharta!
B : Kapan nya
itu memang lama! tidak ribuan tahun lagi bahkan sampai tak terhingga lamanya.
Kalau kenyataanya seperti itu apa yang bisa kita lakukan? Tapi memang banyak
sekali yang sudah berhasil. Anda bisa memilih ajaran yang anda yakini
kebenarannya, yang cocok buat anda, yang jodoh dengan anda, itu adalah sesuai
dengan karma anda. Itu tidak ada masalah. Pertanyaan anda seolah memojokkan
saya. Sebelum sempurna semua orang masih belajar. Anda bisa mencari jawab dari
penasaran anda itu di Laptop Anda sendiri.
A : Jadi Arahat?
Bagaimana dengan yang berkeluarga? Apakah orang tidak boleh menikah? Kalau
mesti jadi Arahat manusia akan punah tidak ada keturunan.
B : Di jaman
Sang Buddha banyak perumah tangga yang bisa meralisasi Nibbana, dan Anda tidak
harus mempercayai itu. Tidak ada yang memaksa untuk percaya. Buddhisme hanya
menunjukkan jalan, tidak ada unsur pemaksaan. Hukum alam memperlihatkan tidak
mungkin proses atau perubahan itu berhenti, sehingga perumah tangga tetap
banyak. Tetap banyak juga bhikkhu, bhikhuni dan lain-lain. Anda juga tidak
harus mempercayai kebenaran dari tanggapan saya ini. Tidak menjadi masalah,
silahkan saja, bebas. Untuk mengetahui sesuatu itu benar atau salah ada ilmu
dan cara yang tepat yang harus dipelajari dan dipratikkan meski mungkin
memerlukan waktu yang lama untuk pembuktiannya.
C : Hahaha...
mengapa tidak sekalian dibalik saja pertanyaannya. Kalau semua jadi pemuka
agama : ustad, pastor, bhikkhu – lalu yang bekerja di sawah siapa? Mending
bertanyalah sesuatu yang bersifat realistis dari pada fantasi. Bertanya dengan
pertanyaan fantasi itu mencerminkan apa yang ada di pikiranmu. Jangan terlalu
banyak melamun saudara.
B : Dia itu
merasa "paling benar" dengan hobby menyalahkan keyakinan dan Saddha
orang lain. Kalau penasaran bisa kan mencari tahu sendiri jawabnya di
media-media massa yang ada yang banyak sekali, sehingga tidak perlu menyalahkan
pendapat atau anutan orang lain. Itu tidak baik karena agama apa,pun itu
mengajarkan kebaikan yang katanya a = tidak & gama = kacau.
C : Yang
beginian tebar pertanyaan-pertanyaan tidak beritikad baik, sebaiknya di-remove
saja, dia dimana-mana menghina Buddhisme dengan kedok bertanya polos, lihat
saja foto-fotonya.
B : Tidak perlu
di remove karena itu bermusuhan, biarkan saja. Kalau dibiarkan tidak mungkin
tidak ada capeknya. Orang Islam bilang ambil hikmahnya. Jadi, masalah seperti
ini bisa kita jadikan sarana untuk melatih kesabaran sampai kita merasa sudah
cukup, dan komentar berikutnya tidak perlu ditanggapi lagi karena bisa
mencelakakan kita sendiri yang bisa terpancing menjadi marah.
Bapak, Ibu dan
Saudara, itulah komentar-komentar dan tanggapan yang ada di Facebook. Apa kesan
anda setelah membaca tulisan ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar