Upaya menangkap dalam kekeruhan sangatlah melelahkan.
Seorang bijak hanya akan dengan waspada merendam tangannya di bawah air keruh,
Menanti ikanlah yang menabrak tangannya.”
Dengan memahami ini, kita dapat mempelajari bahwa, Jhana yang dikatakan sebagai tingkat pencapaian dalam meditasi sebenarnya justru tidak dapat dicapai, melainkan hanya mungkin tercapai.
Kata “tercapai”, berarti usaha yang dilakukan berdasarkan keikhlasan dan kestabilan batin, menekankan proses.
Bila sibuk mengejar ikan dalam wadah tersebut, justru kondisi akan semakin keruh dan menghabiskan banyak tenaga tanpa hasil.
Bila bersabar dan dengan tenang merendam tangan dalam air, menunggu dalam kewaspadaan, ketika ikan menyentuh tangan, segera menangkapnya dengan cekatan, akan jauh lebih menghemat tenaga, dan justru membuahkan hasil.
Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.
Ada yang bertanya, mengapa banyak yang belajar meditasi tidak dapat memperoleh “hasil”?
Banyak penyebab yang terlihat berbeda namun sebenarnya bersumber sama, lumpur batin.
Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.
Apakah Samatha saja cukup? Seperti yang diajarkan Guru Agung Sakyamuni, tiga langkah menuju kebijaksanaan adalah Sila, Samadhi, dan Panna.
Dengan demikian, terpahami bahwa, upaya terpenting pertama dalam pengendapan lumpur batin, adalah menjaga sila.
Semakin sila terjaga dan termurnikan, semakin batin terjaga dan termurnikan.
Semakin halus sila dijaga, semakin halus batin terkonsentrasi.
Samatha adalah pengendap lumpur-lumpur halus dalam batin,
Vipassana adalah kelanjutan upaya setelah batin terjernihkan.
Ketika upaya dilanjutkan tanpa henti, tanpa ketergesa-gesaan,
Jhana terbit sealami fajar menyingsing di ufuk timur.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar