Mengembangkan kemoralan adalah melatih perilaku yang baik-baik yang bermanfaat untuk
mengatasi kebencian.
Latihan kemoralan yang paling mendasar ada lima hal yang utama, yaitu; latihan untuk tidak membunuh, latihan untuk tidak mengambil barang yang
tidak diberikan secara sah atau mencuri, latihan untuk tidak melanggar
kesusilaan atau berjinah, latihan untuk tidak berbohong dan latihan untuk tidak
mabuk-mabukan. Seseorang yang
rajin melaksanakan lima latihan kemoralan ini akan mampu mengikis bahkan
melenyapkan kebencian yang timbul dalam batin. Kebencian yang dimaksudkan di
sini tentu saja dalam arti yang seluas-luasnya.
Ketika seseorang mampu melatih diri untuk tidak membunuh,
maka ia sesungguhnya mulai mampu mengurangi kebencian pada obyek yang biasa
dibunuhnya. Misalnya, ia terbiasa membunuh semut yang sering berada di atas
meja makan. Jika diteliti, dasar tindakan ini adalah kebencian terhadap semut
yang telah mengganggu makanannya. Ia menganggap pembunuhan adalah satu-satunya
cara untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal, sesungguhnya pembunuhan hanya
salah satu cara mengatasi masalah. Ia mungkin saja bisa meletakkan sejenis
cairan di kaki meja makan sehingga mencegah semut naik ke meja makan. Kemauan untuk menghindari pembunuhan ini menjadi salah satu upaya
mengurangi kebencian.
Demikian pula dengan latihan tidak mengambil barang yang
tidak diberikan atau mencuri.
Salah satu penyebab timbulnya niat mencuri adalah
ketidakmampuan seseorang untuk melihat kelebihan orang lain. Dalam batinnya
timbul sejenis ‘kebencian' atas keberhasilan atau kelebihan orang lain. Apabila
seseorang mampu mengendalikan diri serta mampu melenyapkan dorongan untuk
mencuri, maka ia sudah setahap mempunyai kemampuan untuk mengatasi ‘kebencian'
yang mencengkeram batinnya.
Latihan untuk tidak berjinah atau melanggar
kesusilaan diperlukan karena perjinahan terjadi ketika pelaku perjinahan tidak
ingin terikat oleh peraturan negara, agama maupun masyarakat. Ia ingin bebas
memuaskan keinginannya. Ia ‘benci' dengan segala peraturan yang membatasi
berbagai hubungan dalam masyarakat. Dengan demikian, ketika seseorang mampu
mengendalikan diri untuk tidak berjinah atau melanggar kesusilaan, maka ia
sudah mulai mampu mengendalikan ‘kebencian' yang timbul dalam batinnya terhadap
berbagai peraturan yang harus dipatuhi sebagai konsekuensi logis hidup bersama
dalam masyarakat. Ia telah sadar bahwa sebagai anggota masyarakat ia tentu
harus terikat untuk mematuhi aturan serta kesepakatan yang ada.
Sedangkan latihan untuk tidak berbohong adalah latihan untuk
mengurangi bahkan melenyapkan ‘kebencian' seseorang pada kebenaran diri yang
mungkin menyakitkan atau memalukannya. Ia tidak ingin mengungkapkan kebenaran
yang mengkondisikan dirinya tampak buruk dihadapan orang lain. Ia ‘benci'
kenyataan buruk atas dirinya ini. Ia lebih baik berbohong daripada mendapatkan
celaan. Dengan mampu berlatih untuk tidak berbohong, seseorang sudah
mulai mampu mengurangi ‘kebencian' terhadap kenyataan buruk yang ada pada
dirinya. Ia mampu menerima kenyataan dan keburukan dirinya sebagaimana adanya.
Terakhir adalah latihan untuk tidak makan serta minum
barang-barang yang memabukkan. Dorongan untuk
mabuk sering timbul karena seseorang ‘membenci' kenyataan pahit yang harus
dialaminya. Ia tidak menyukai penderitaan yang datang dalam hidupnya. Ia ingin
melarikan diri dari kenyataan. Oleh karena itu, mereka yang mampu menahan diri
untuk tidak mabuk-mabukan adalah orang yang mulai mampu mengendalikan
‘kebencian' dari dalam batinnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar