Translate

Selasa, 06 Oktober 2020

Jika Nudisme dikaitkan dengan spiritual

Sebenarnya kaum nudis yang juga disebut kaum naturisme itu tidak serta merta suka hidup tanpa busana. Ada langkah-langkah yang dilakukan sebelum akhirnya menjadi kaum nudis.  Menurut kaum nudis ada beberapa keuntungan menjalani hidup sebagai seorang nudis, antara lain adalah kenikmatan merasakan hangatnya mentari di sekujur tubuh, tidak perlu mengkhawatirkan garis kecoklatan, berbaring telanjang di pantai, atau di bawah pohon, dan percaya diri bahwa kaum nudis itu lebih sehat.

Banyak orang yang sudah siap mempraktekkan nudisme tetapi tidak tahu dimana tempat untuk memulainya. Menurut mereka, semua orang terlahir telanjang dan itu adalah bentuk dasar dari diri seseorang.

Kaum Nudis paham bahwa telanjang tidak selamanya berkaitan dengan masalah selangkangan. Yaitu orang-orang melakukan hubungan seks sambil telanjang, dan telanjang itu tidak mesti dalam konteks seksual.

Bagi kebanyakan naturis, semua itu adalah soal bebas dan natural, bukan untuk mesum. Menjadi seorang naturis bukan mengenai aktifitas seks di depan publik.

Kelompok Nudis Indonesia sebenarnya juga sudah lama ada; awalnya jumlah anggota sedikit. Mungkin sekarang sudah bertambah banyak. Di Jakarta, awalnya kelompok Nudis Indonesia hanya berjumlah puluhan orang, yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Kini, mungkin sudah mencapai ratusan orang.

Wartawan BBC mewancarai Aditya, salah seorang yang menyapa diri sebagai 'Nudis Indonesia,’ dan menjadi anggota sejak tahun 2007. Saat wawancara, Aditya tidak mengenakan pakaian; menurutnya, "Saya menjadi anggota sejak 2007, setelah mendapat informasi melalui Internet, saat membacanya, saya merasa sepertinya hal ini adalah jalan hidup saya."

Tampilan polos seperti itu, dimaknai sebagai 'penyatuan diri dengan alam' dan bentuk kebebasan aktualisasi diri. Pada konteks itu, karena sudah terbiasa, tak ada lagi rasa sungkan dan malu; semuanya biasa-biasa saja.

Seorang sosiolog, ketika diminta pendapatnya mengenai perkembangan Kelompok Nudis Indonesia; ia menyatakan sebagai 'trend kekininian' yang bersifat melawan pakem keterikatan.

Kelompok Nudis Indonesia memang telah ada dan berkembang, namun sulit untuk mendeksi 'siapa-siapa mereka;' sebab harus melalui hubungan yang dekat, dan rekomendasi anggota, atau sesama anggota Kelompok Nudis. Atau karena pertimbangan tertentu, mereka lah yang mengajak kita.

Kaum nudis itu ada di hampir semua negara dengan macam-macam latar belakangnya sehingga terbentuklah kaum nudis di negara-negara tersebut. Negara yang memiliki kaum Nudis, diantaranya adalah Turki, Ceko, Irlandia, Perancis, Spanyol, Italia, Kroasia, Inggris, Yunani, Portugal, Kanada, Brazil, Amerika Serikat termasuk Hawaii, Australia, Jerman dan lain-lain. Ada banyak pantai di dunia ini bagi kaum Nudis, yaitu antara lain adalah : pantai Playa de los Muertos Spanyol, Spiaggia Italia, Kordovan Kroasia, Valalta Kroasia, Wild Pear Inggris, Red Beach Yunani, Paradise Beach Yunani, Adegas Portugal, Wreck Beach Kanada, Praia do Pinho Brazil, Little Beac Hawaii, Lady Bay Beac Australia, Black’s Beach California, Cap d’Agde Beach Perancis.

Cap d'Adengane adalah salah satu kota dengan Penduduk Kaum Nudis. Entah apa yang ada dipikiran pemerintah Prancis ketika berencana mengembangkan potensi wisata dari kota tersebut. Kini, kota pelabuhan yang terletak di selatan Prancis tersebut telah beranjak menjadi kawasan paling bebas di dunia. Soalnya, wisatawan akan menjumpai pemandangan yang tidak biasa. Ragam fasilitas kota seperti restoran, toko, salon, hotel, mini market, bar, bank, hingga kantor pos di Cap d'Adengane akan dilayani oleh pegawai tanpa busana. Bahkan aturan serupa dapat berlaku pada seluruh penduduk kota dan wisatawan.

Anggapan tidak wajar akan disematkan pada mereka yang memilih berpakaian lengkap. Maka tidak heran jika toko yang menjual pakaian tidak begitu diminati pembeli.

Walau dipenuhi dengan orang telanjang, tidak kemudian membuat perilaku bersifat asusila menjadi legal. Segala tindakan asusila akan diganjar dengan sanksi tegas berupa hukuman penjara serta denda sebesar Rp 288 juta.

Namun, belakangan ketegangan di Cap d'Agde meningkat lantaran hadir dua pemahaman berbeda antara kaum nudis tradisional dengan para pendatang yang disebut libertines.

Kaum nudis tradisional yang mayoritas diisi oleh penduduk asli menganggap bahwa kebiasan telanjang tanpa pakaian merupakan bagian dari penyatuan dengan alam. Sementara para kaum libertines gemar melakukan seks bebas bahkan di tempat umum. Bahkan mereka kerap bertukar pasangan seks atau swingers.

Hal tersebut membuat kaum nudis tradisional merasa terganggu dan beberapa kali melakukan serangan fisik. Mereka menganggap bahwa perilaku para libertines berdampak buruk pada pendidikan anak dan remaja.

Adapun sejarah mengenai kenapa Cap d'Agde menjadi rumah bagi kaum nudis berawal pasca Perang Dunia II. Ketika itu, keluarga Oltra yang memiliki lahan di dekat garis pantai meresmikan peraturan bebas telanjang bagi para wisatawan. Tujuannya tentu agar dapat menarik banyak wisatawan dan keuntungan.

Namun baru pada tahun 1970, pemerintah Prancis mulai memanfaatkan potensi tersebut dengan memperbolehkan wisatawan untuk telanjang yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah. Alasannya, karena dulu Cap d'Agde merupakan daerah yang sangat miskin. 

Selain itu ada lagi, adalah Pantai FKK. FKK merupakan singkatan dari freikörperkultur dalam bahasa Jerman, yang mengacu pada gerakan nudisme. FKK adalah istilah untuk pantai-pantai di Jerman, di mana orang harus bertelanjang bulat di sana. Peraturan untuk tidak mengenakan pakaian apapun di pantai FKK berlaku bagi setiap pengunjungnya. Petugas yang berpatroli di sekeliling pantai bekerja untuk memastikan kondisi tersebut. Pengunjung pantai yang melanggar akan mendapat teguran petugas dan diberi pilihan untuk menanggalkan pakaian atau meninggalkan pantai. Pantai FKK yang pertama kali dibuka di Jerman adalah pantai Kampen di pulau Sylt, pulau yang terletak di utara Jerman, pada tahun 1920.

Kaum nudis di Jerman juga mempunyai anggapan bahwa nudisme atau naturisme tidak ada hubungannya dengan seksualitas. Dalam hal ini kaum nudis memiliki aturan di antara sesama mereka untuk tidak mengambil gambar tanpa izin dan melakukan aktivitas seksual di depan umum. Selain di beberapa pantai di Jerman, tanda "FKK" juga diberikan pemerintah di lokasi publik lain seperti di beberapa kebun, taman, serta area sekitar sungai.

Demikianlah tadi sekilas tentang nudis atau naturisme, yang tujuannya adalah menyatu dengan alam, atau hidup secara alamiah, bukan untuk tujuan sex bebas atau free sex.

Nudis itu jika dikaitkan dengan agama, sudah barang tentu tidak dibenarkan, tidak ada agama yang mengijinkan orang tanpa busana bisa bebas berkeliaran, kecuali ketika tanpa busana itu beradanya di ruang privat atau di ruang pribadi seperti di kamar mandi atau di kamar tidur.  Oleh karena itu yang bisa dikaitkan adalah Nudis dengan spiritual.

Jika Nudis dikaitkan dengan spiritual, maka yang perlu dibahas adalah tentang perilaku, karena spiritual itu sendiri adalah persoalan perilaku. Perilaku spiritualis yang baik dan benar, yang menjadi pokok bahasan disini adalah perilaku yang dapat memupuk batin menjadi bersih, atau dapat juga dikatakan sebagai perilaku yang sedikit demi sedikit bisa mengikis kekotoran batin hingga akhirnya batin menjadi bersih. Bukan spiritual seperti yang dipahami oleh banyak orang, yaitu yang identik dengan majic, identik dengan ilmu hitam maupun ilmu putih, yang biasanya menggunakan bantuan makhluk halus.

Kaum Nudis jika dikaitkan dengan spiritual, sepanjang kaum nudis itu sendiri mempunyai budaya perilaku yang tidak menyimpang dari azas-azas budi pekerti yang baik, maka tidak ada masalah, sehingga yang membedakan hanyalah melekatnya budaya tanpa busana itu saja. Bagi kaum Nudis orang yang berpakaian itu justru terlihat aneh dan tidak biasa, jadi dalam persoalan ini bedakan antara budaya tanpa busana dengan perilaku kejahatan, atau perilaku sex bebas, yang tentu saja sangat bertentangan dengan ajaran spiritual yang dimaksudkan disini. Yaitu spiritual yang baik dan benar, yang mepertimbangkan banyak hal, termasuk perlunya memakai busana, yang tidak ekstrim seperti kaum Jainisme yang para rahibnya juga tidak memakai busana, sehingga gak ada bedanya dengan kaum nudis. Hal ini bisa terjadi karena saking ekstrimnya para rahib Jainisme meninggalkan keduniawian, termasuk meninggalkan harta benda.

Akan tetapi spiritualis yang baik dan benar itu menempuh jalan tengah, tidak ekstrim, dengan kata lain kondisinya seimbang. Sehingga para rahib praktisi spiritual yang benar itu tidak tanpa busana, tetapi juga tidak memakai busana yang bagus-bagus dan mewah, melainkan memakai busana seperlunya saja, yang sangat sederhana yaitu berupa jubah yang tidak dijahit. Karena mereka juga berjuang untuk mampu meninggalkan keduniawian dengan sempurna, dengan cara yang tidak ekstrim yaitu mengambil jalan tengah, seimbang tidak ekstrim dan juga tidak longgar, demi tercapainya kebahagiaan yang sejati yang bukan kebahagiaan inderawi.

Praktisi spiritual yang baik dan benar yang telah mencapai tingkat lanjut yang biasanya adalah para rahib, mereka itu mempunyai batin yang seimbang, yang tidak terpengaruh oleh kabahagiaan dan kesedihan duniawi melalui pancaindera dan pikiran. Kebahagiaan dan kesedihan duniawi tidak mempengaruhi batin mereka, kedua-duanya dirasakan sebagai hal yang biasa, yang wajar. Yang mereka miliki adalah ketenangan dan kebahagiaan yang sebenarnya, tidak ada yang dirasa berat, semuanya terasa ringan.

Kembali ke masalah nudis dan spiritual. Rasanya kaum Nudis itu tidak mengenal spiritual yang benar. Karena spiritualis yang benar itu mempertimbangkan banyak hal demi kebaikan universal, termasuk perlunya berbusana, meskipun mungkin busananya sederhana, termasuk busana yang sangat sederhana berupa jubah tanpa jahitan yang dikenakan oleh para rahib dari golongan spiritualis yang benar, yang berjuang meninggalkan keduniawian demi tercapainya kebahagiaan yang sejati, bukan kebahagiaan semu, kebahgiaan inderawi atau kebahagiaan duniawi belaka.

Seputar agama dan pengamalannya

Di dunia ini ada sekitar 4.200 agama, dan ada 6 agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Ada juga agama Yahudi dan agama Tao namun kedua agama ini belum resmi diakui oleh Indonesia. Dan ada juga aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dianut  oleh sebagian rakyat Indonesia. Selain itu ada banyak juga agama warisan nenek moyang suku-suku di Indonesia yang masih dijalankan oleh suku-suku yang bersangkutan. Biasa disebut sebagai budaya lokal atau merupakan kearifan lokal. Contoh dari agama warisan nenek moyang tersebut adalah :

1. Kejawen adalah agama yang dianut oleh masyarakat Jawa sejak lama.

2. Sunda Wiwitan, dianut oleh sekelompok masyarakat Sunda sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia.

3. Buhun, agama asli Sunda yang sudah ada sejak dahulu kala. Agama ini sering disebut dengan Jati Sunda dan belum bercampur dengan ajaran agama utama.

4. Madrais, adalah sebuah agama yang sering disebut dengan Agama Jawa Sunda. Agama ini banyak dipeluk oleh orang di kawasan Kuningan, Jawa Barat.

5. Marapu, adalah sebuah agama asli Pulau Sumba.

6. Kaharingan, adalah salah satu agama asli Indonesia yang berasal dari suku Dayak di Kalimantan.

7. Ugamo Malim, adalah agama asli dari Suku Batak di kawasan Toba.

8. Tolotang, adalah agama yang dianut di kawasan Kabupaten Sinderen Rappang, Sulawesi Selatan.

Sedangkan 6 agama yang diakui di Indonesia itu semuanya impor. Impor atau bukan impor bukanlah merupakan jaminan kualitas atau kebenaran suatu agama. Agama adalah jalan yang ditawarkan oleh si pembawa agama sebagai jalan yang diyakini kebenarannya menuju ke keselamatan manusia setelah mati. Tertulis diatas, agama itu ditawarkan oleh si pembawa agama dan bukan diturunkan oleh Tuhan, karena agama itu banyak, seperti yang tertulis diatas. Karena masing-masing pemeluk agama meyakini bahwa agamanyalah yang benar, yang lain salah, maka tidak mungkin Tuhan menurunkan agama benar dan agama salah. Lagipula tidak ada bukti yang valid bahwa agama tertentu, misalnya agama x yang benar dan agama-agama lain salah. Tidak ada orang mati dan hidup kembali yang menyaksikan bahwa agama x adalah agama yang benar, sehingga agama-agama yang lain salah.

Jalan keselamatan yang ditawarkan oleh agama adalah jalan menuju ke Surga atau menuju ke Nirwana.

Para pemeluk agama yang menginginkan masuk Surga, mereka meyakini bahwa Surga adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia yang hanya sekali hidup di dunia ini, dan apabila berhasil masuk Surga maka akan hidup di Surga selama-lamanya dengan segala kahagiaan yang ada di Surga. Sebaliknya Neraka adalah lawan dari Surga, dikatakan penghuninya juga akan hidup selama-lamanya disana dengan segala penderitaan dan siksa Neraka. Jika demikian adanya, bahwa ada manusia yang gagal dan masuk Neraka, dan oleh karena dikatakan juga bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan, maka dapatlah dikatakan bahwa Tuhan itu lumayan sadis karena kurang bertanggungjawab atas ciptaanya sendiri, sampai-sampai ada manusia yang gagal sehingga masuk Neraka untuk selama-lamanya. Akan tetapi secara logika tidaklah demikian, lebih dapat diterima oleh akal sehat bahwa kalau masuk Neraka itu tidak selama-lamanya, tetapi akan berakhir jika dosa si penghuni Neraka tersebut telah lunas terbayarkan dengan telah diterimanya siksaan-siksaan di Neraka.

Sedangkan para pemeluk agama yang ingin mencapai atau merealisasi Nirwana, memahami benar bahwa Nirwana adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia dan makhluk lain yang berkali-kali menjalani kehidupan di banyak alam-alam yang ada, yaitu alam binatang, alam Setan, alam Iblis, alam dewa, alam brahma dan alam-alam Neraka. Apabila berhasil merealisasi Nirwana  berarti telah berhasil merealisasi kebahagiaan hakiki kekal selama-lamanya, yang bukan kebahagiaan inderawi, tidak terlahirkan kembali di alam manapun. Kebahagiaan Nirwana itu tak dapat digambarkan seperti apa, tak dapat dijelaskan dengan bahasa manusia, harus dialami sendiri.

Agama yang menunjukkan tujuan akhirnya Surga adalah agama Samawi, agama Abrahamik, agama wahyu atau agama langit, yaitu agama Islam, agama Kristen Protestan, agama Katolik dan agama Yahudi, sedangkan agama yng lain, yang disebut agama bumi atau agama Ardhi, yaitu utamanya adalah agama Buddha dan Hindu memahami bahwa hidup itu tidak hanya sekali dan akhir dari kehidupan semua makhluk itu adalah padam, tidak terlahir kembali di alam manapun, yang berarti telah merealisasi kekekalan dalam keadaan yang bahagia.

Semua agama yang mangajarkan kemoralan yang baik itu baik, tidak ada yang salah. Kebaikan atau kebenaran agama harus difahami dari inti sari ajarannya, yang mengajarkan kebaikan bagi manusia, mengajarkan sikap atau perilaku baik yang perlu dilakukan oleh manusia. Mengapa harus perilaku yang baik yang harus dilakukan oleh manusia? Karena walaupun dalam versi atau penyebutan yang berbeda-beda, setiap agama itu mengakui adanya hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai atau hukum karma yang berlaku. Justru hukum inilah yang harus disikapi dengan baik dan benar oleh semua pemeluk agama.

Ritual-ritual agama yaitu penyembahan, penghormatan, permohonan, harapan dan lain-lain itu adalah merupakan sarana atau upaya pemeluk agama dalam mendorong dirinya untuk mampu mempraktekkan perilaku yang baik bagi diri sendiri, baik bagi keluarga, baik bagi sesama dan baik bagi lingkungan alam sekitar.

Agama adalah rahmat bagi semesta, bukan bencana bagi umat yang lain, bencana bagi makhluk lain atau bagi alam semesta jagat raya ini.

Kalau ada agama yang salah, yang menjerumuskan pemeluknya, maka yang paling bertanggungjawab atau yang banyak menanggung dosa adalah si pembawa agama tersebut, guru-guru agama, baru kemudian pemeluknya yang juga berdosa karena tidak bijaksana, tidak waspada, mempunyai pandangan yang salah, tidak mampu menggunakan akal sehatnya secara baik. Contoh dari pemeluk agama yang salah bertindak atau salah berperilaku adalah para pemeluk agama yang radikal, yang intoleran,  yang sering menyakiti dan atau merugikan pihak lain. Mereka-mereka itulah yang berdosa, yang percumah memeluk agama kalau perilakunya seperti itu. Mereka itu adalah orang-orang yang keblinger atau yang mabuk agama. Tanggung jawab atau konsekuensi memilih agama adalah urusan masing-masing org dengan Yang Maha Kuasa. Tanggungjawab manusia sbg makhluk sosial di dunia ini adalah berperilaku baik, bisa bekerjasama, bergotong royong, bantu-membantu dengan sesama untuk hal-hal yang baik, saling hormat dan saling mengingatkan satu sama lain serta bersama-sama menjaga kelestarian alam.

Inti dari uraian dalam video ini adalah ingin menyampaikan pesan bhw semua agama yang diakui di Indonesia itu semuanya baik, tidak lah mungkin negara kita mengakui agama yang tidak baik. Tentang kebenaran suatu agama itu diserahkan kpd pilihan dan keyakinan masing-masing pemeluknya, tidak boleh men judengane di depan umum bhw suatu agama tertentu itu salah. Keyakinan atas kebenaran agama yang dipilihnya itu untuk diri sendiri saja, boleh juga didiskusian di kalangan sendiri, tetapi jangan diperdebatkan dengan org yang mempunyai keyakinan yang berbeda, kecuali jika memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Men-judengane di depan umum bhw agama tertentu atau agama a, b, c itu salah bisa men down grade kualitas keagamaan yang bersangkutan. Mempermalukan agama sendiri.

Setelah matipun belum tentu seseorang bisa membuktikan bhw agama x adalah agama yang benar, karena situasinya sudah berbeda, alamnya sudah berbeda, apalagi jika sudah masuk ke alam penderitaan, mana bisa berpikir dengan jernih lagi, berpikirpun mungkin sudah tidak bisa lagi, jadi yang terpikirkan di dunia belum tentu terpikirkan juga setelah yang bersangkutan meninggal. Tentang hal ini tergantung dari kualitas spiritual yang bersangkutan yang berhasil dia capai ketika msh hidup di dunia ini dari hasil berlatih olah batin, dan sampai seberapa kemajuan yang dicapai dlm berlatih meditasi.

Kebenaran dan keberhasilan dari semua amalan dari suatu ajaran agama itu adalah jika bisa menciptakan kedamaian, kesejukan dan ketentraman, bukan membuat gaduh, menciptakan kondisi yang panas dlsb. Jika membuat gaduh, lalu apa bedanya manusia beragama dengan Setan atau Iblis?

Kamis, 16 Juli 2020

Surga & Neraka Yang Kita Ciptakan


Kesulitan, kesedihan atau penderitaan yang kita rasakan & yang kita alami, itu bisa terjadi karena kita memiliki persepsi yang salah, kita memiliki pengetahuan yang sangat kurang, pikiran kita masih sangat keliru, yang akhirnya membuat diri kita menderita sendiri.
Surga & Neraka itu ada di pikiran kita. Surga & Neraka yang diinformasikan dalam kitab suci sebagai alam kehidupan, itu semata-mata adalah suatu ruang atau tempat untuk mengakomodasi kualitas pikiran atau kualitas batin kita pada saat ini, atau tepatnya nanti setelah kita meninggal dunia. Kalau kualitas pikiran kita penuh dengan kemarahan, penuh dengan emosi-emosi negatif, maka sebenarnya hidup kita itu sudah terakomodasi di dalam Neraka. Demikian juga sebaliknya, kalau kualitas pikiran kita penuh dengan cinta kasih & welas-asih, murah hati, sabar, dan bijaksana, maka hidup kita telah terakomodasi di dalam Surga. Alam Surga itu hanyalah satu tempat saja untuk mengokomodasi segala sesuatu yang kita ciptakan sendiri, yaitu mengakomodasi ciptaan batin kita sendiri semasa kita hidup. Surga & Neraka itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang sangat penting jika dibandingkan dengan waktu yang kita punyai & perilaku kita pada saat ini. Jadi yang lebih penting itu adalah keadaan batin kita sendiri pada saat ini seperti apa.
Kalau kita menilai permasalahan kehidupan ini secara keliru, meratapi & menyesalinya, maka akhirnya akan memunculkan kesedihan secara psikologis, maka dengan demikian kita sebenarnya sudah hidup di dalam Neraka, dan secara Karma itu adalah benih untuk kita nanti terlahir di alam yang bisa memfasilitasi kesedihan-kesedihan tersebut untuk terus-menerus muncul. Inilah kehidupan sesungguhnya.
Sebaliknya kalau kita mempunyai pengetahuan yang benar, kemudian kita mengembangkan cinta kasih tanpa syarat, mengembangkan kewelasasihan tanpa syarat, murah hati, sabar & kemudian menjadi arif & bijaksana, maka lihatlah pada saat itu meskipun kita adalah seorang manusia, tapi kita adalah seorang manusia yang hidup di alam Surga, karena suasana hati kita sangat positif, sangat baik, sangat penuh cinta kasih, selfless, tidak mementingkan diri sendiri, senantiasa melakukan sesuatu untuk kebahagiaan semua makhluk, maka itu adalah Surga. Bahwa nanti setelah kehidupan ini nanti kita terlahir di Surga itu adalah alam saja, tapi yang lebih penting adalah suasana hati kita, betul tidak?
Jadi sekali lagi, jangan kawatir dengan Surga & Neraka. Kekawatiran itu tidak ada manfaatnya. Justru nanti akan bisa menyebabkan hal-hal buruk bagi kehidupan atau kondisi kita nanti setelah kita mati.
Orang yang telah sadar & bijaksana tidak pernah membebani dirinya dengan konsep Surga Neraka, mereka sudah tidak memelihara lagi ketakutan-ketakutan, karena Surga & Neraka adalah suasana batin, jadi untuk menciptakan Surga & mengindari Neraka, maka selama keidupan ini seyogyanya terus-menerus mengembangkan kualitas-kualias hati yang baik, memurnikan sila-sila yang sudah dipahami, yaitu memurnikan budi pekerti secara perlahan-lahan tetapi terus-menerus, dan mengindari perbuatan-perbuatan jahat. Jadi meskipun saat ini belum terlahir di surga, tapi hidup ini secara psikologis sudah hidup di dalam surga, yang tidak lain & tidak bukan adalah benih-benih untuk nanti terlahir di alam Surga. Jadi tidaklah penting memikirkan setelah ini kita akan hidup dimana, itu tidak penting, itu adalah future, tidak begitu pentinng. Yang penting adalah saat ini. Jadi anda lihat sekarang, point pentingnya itu kita harus memikirkan saat ini, memperhatikan apa yang kita lakukan pada saat ini, karena Surga & Neraka itu diciptakannya saat sekarang, bukan besuk, karena perilaku-perilaku kita saat ini akan menentukan kondisi-kondisi kita berikutnya.
Umumnya orang selalu memikirkan future, memikirkan masa yang akan datang. Mereka meyakini tidak apa-apa sekarang menderita, menjadi manusia miskin tidak apa-apa, dicaci maki orang tidak apa-apa, dikucilkan orang tidak apa-apa, karena dijanjikan nanti akan hidup di Surga.
Tidak seperti itu, itu artinya memperlakukan agama seperti opium kata Kalmark, religion is the opium of the message, karena memabukkan. Pada umumnya orang, semasa hidup sebagai manusia, mengalami kesusahan & menderita, tapi berkhayal tidak apa-apa menderita saat ini, karena  nanti masuk surga. No, religion is not for that. Hendaknya dipahami bahwa agama itu untuk merealisasi Surga di saat ini, kalau sekarang ini saja seseorang sudah merasa hidup di Neraka, bagaimana mungkin nanti dia masuk atau lahir di alam Surga, karena kehidupan nanti itu adalah efek dari suasana batin pada saat ini, efek dari timbunan suasana batin semasa hidup di dunia.
Agama itu sebenarnya bisa mendorong kita untuk menjadi manusia yang bermoral, tanpa menggantungkan kehidupan ini kepada makhluk lain, karena kehidupan kita adalah tanggung jawab kita, bukan tanggung jawab makhluk lain dimanapun dia berada, jadi kita harus menciptakan kehidupan yang indah, kehidupan yang baik, dan syarat utama yang paling penting adalah kita harus mempunyai pengetahuan dari kitab suci secara benar, sehingga banyak beban-beban kehidupan yang bisa kita lepaskan. Hidup adalah present moment. Pahamilah hukum Karma, karena kita sebagai manusia, kebahagiaan & penderitaan kita secara mental itu sangat ditentukan oleh Karma-karma kita sendiri. Dengan memahami cara bekerjanya hukum Karma, maka kita akan bisa mendapatkan informasi yang lengkap, dan kemudian kita bisa memanfaatkannya untuk membebaskan diri dari penderitaan.