Translate

Kamis, 23 Juni 2022

Karma, Arahat dan Kepunahan

Tulisan ini dibuat terinspirasi dari adanya komentar-komentar pada unggahan video YouTube di Facebook – video dengan judul : Pencapaian Jhana Seorang Bhikkhu. Komentar datang dari si A dan si C yang ditanggapi oleh si B si pembuat video, sebagai berikut :

A : Kapan umat Budha bisa lepas dari karma-karma tiada henti? menunggu berapa ribu tahun? berapa kali manusia pindah ke alam kehidupan? berapa kali reinkarnasi? Susah betul ajaran Siddharta!

B : Kapan nya itu memang lama! tidak ribuan tahun lagi bahkan sampai tak terhingga lamanya. Kalau kenyataanya seperti itu apa yang bisa kita lakukan? Tapi memang banyak sekali yang sudah berhasil. Anda bisa memilih ajaran yang anda yakini kebenarannya, yang cocok buat anda, yang jodoh dengan anda, itu adalah sesuai dengan karma anda. Itu tidak ada masalah. Pertanyaan anda seolah memojokkan saya. Sebelum sempurna semua orang masih belajar. Anda bisa mencari jawab dari penasaran anda itu di Laptop Anda sendiri.

A : Jadi Arahat? Bagaimana dengan yang berkeluarga? Apakah orang tidak boleh menikah? Kalau mesti jadi Arahat manusia akan punah tidak ada keturunan.

B : Di jaman Sang Buddha banyak perumah tangga yang bisa meralisasi Nibbana, dan Anda tidak harus mempercayai itu. Tidak ada yang memaksa untuk percaya. Buddhisme hanya menunjukkan jalan, tidak ada unsur pemaksaan. Hukum alam memperlihatkan tidak mungkin proses atau perubahan itu berhenti, sehingga perumah tangga tetap banyak. Tetap banyak juga bhikkhu, bhikhuni dan lain-lain. Anda juga tidak harus mempercayai kebenaran dari tanggapan saya ini. Tidak menjadi masalah, silahkan saja, bebas. Untuk mengetahui sesuatu itu benar atau salah ada ilmu dan cara yang tepat yang harus dipelajari dan dipratikkan meski mungkin memerlukan waktu yang lama untuk pembuktiannya.

C : Hahaha... mengapa tidak sekalian dibalik saja pertanyaannya. Kalau semua jadi pemuka agama : ustad, pastor, bhikkhu – lalu yang bekerja di sawah siapa? Mending bertanyalah sesuatu yang bersifat realistis dari pada fantasi. Bertanya dengan pertanyaan fantasi itu mencerminkan apa yang ada di pikiranmu. Jangan terlalu banyak melamun saudara.

B : Dia itu merasa "paling benar" dengan hobby menyalahkan keyakinan dan Saddha orang lain. Kalau penasaran bisa kan mencari tahu sendiri jawabnya di media-media massa yang ada yang banyak sekali, sehingga tidak perlu menyalahkan pendapat atau anutan orang lain. Itu tidak baik karena agama apa,pun itu mengajarkan kebaikan yang katanya a = tidak & gama = kacau.

C : Yang beginian tebar pertanyaan-pertanyaan tidak beritikad baik, sebaiknya di-remove saja, dia dimana-mana menghina Buddhisme dengan kedok bertanya polos, lihat saja foto-fotonya.

B : Tidak perlu di remove karena itu bermusuhan, biarkan saja. Kalau dibiarkan tidak mungkin tidak ada capeknya. Orang Islam bilang ambil hikmahnya. Jadi, masalah seperti ini bisa kita jadikan sarana untuk melatih kesabaran sampai kita merasa sudah cukup, dan komentar berikutnya tidak perlu ditanggapi lagi karena bisa mencelakakan kita sendiri yang bisa terpancing menjadi marah.

Bapak, Ibu dan Saudara, itulah komentar-komentar dan tanggapan yang ada di Facebook. Apa kesan anda setelah membaca tulisan ini? 

Pencapaian Jhana Seorang Bhikkhu

Bolehkah seorang bhikkhu menceritakan pengalaman meditasinya dan atau mengaku sampai ke tingkat berapa pencapaian jhananya? Atas masalah ini ada beberapa tanggapan, pertanyaan dan pernyataan yang telah tercatat, antara lain sebagai berikut :

1.   Seorang bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana nya, hal itu melanggar Pacittiya dan mengarah pada penghidupan salah.

2.   Boleh tapi cuma kepada sesama Sangha. Kalau kepada umat awam itu dilarang oleh Vinaya. Ke sesama anggota Sangha pun biasanya hanya ke guru dan teman praktik atau otoritas Sangha. Menceritakan pencapaian kepada umat hanya akan menghambat kemajuan spiritual bhikkhu, dan malah mengembangkan kesombongan, serta mengundang banyak masalah bagi bhikkhu itu sendiri.

3.   Menceritakan mengenai pencapaian Jhana boleh. Tapi kalau mengaku tidak boleh. Bhikkhu akan menjawab apabila ditanya, itupun ada aturannya.

4.   Kepada anupasampanna, yang belum ditahbiskan, kepada perumahtangga dan Samanera, seorang bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana maupun kesaktiannya meskipun itu benar, apalagi jika itu bohong. Jika seorang bhikkhu berbohong tentang pencapaian khusus tersebut, ia melanggar Parajika, dan perlu lepas jubah.

5.     Bagaimana kalau yang mencapai Jhana itu seorang awam? Apa boleh memberi tahu pencapaiannya? Ada yang menjawab : Bebas, terserah dia. Seseorang tidak dibenarkan menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menceritakan pencapaiannya. Lihat saja di Tipitaka berapa banyak yang mencapai tingkatan Jhana dan menyatakannya. Jika tujuannya untuk memotivasi orang lain itu boleh asalkan jangan timbul kesombongan. Walau demikian tentu banyak juga yang sembarangan bicara, menganggap diri terlalu tinggi, tidak mencapai tingkatan Jhana tapi mengira mencapainya.

6.    Di aturan Parajika nomor 4 bisa memiliki penafsiran berbeda. Apabila seorang bhikkhu yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa menyatakan bahwa ia memiliki kesaktian atau kesucian yang sebenarnya tidak dimilikinya dengan mengatakan : “Saya tahu ini, saya lihat ini” dan setelah itu pada kesempatan lain baik diperiksa atau tidak, terjatuh dalam kesalahan dan ingin membersihkan diri lalu berkata : “Teman, tidak tahu saya katakan ‘Saya tahu’; tidak melihat, saya katakan ‘Saya melihat’; apa yang saya akan katakan adalah berlebihan dan salah, maka kecuali hal itu karena salah perkiraan, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha.

7.   Di aturan Mussavada Vagga nomor 8, apabila seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang umat awam tentang kemampuan gaib yang dimilikinya, maka ia melanggar peraturan pacittiya, melanggar sila ke 4. Jika ia sebenarnya tidak memiliki kemampuan itu - tidak ada sangkut pautnya dengan Patimokkha. Tidak ada sanksi dari Sangha.

8.    Peraturan Parajika nomor 4, melarang seorang Bhikkhu mengutarakan secara tidak benar bahwa ia telah mencapai kekuatan supranormal tertentu, yakni pencapaian meditasi penyerapan Jhana, yang mana adalah pencapaian kekuatan adi duniawi, ataupun pencapaian salah satu tingkat Ariya, yang mana ada unsur berbohong, membual mengenai pencapaian. Pacittiya adalah peraturan yang membutuhkan pengakuan. Di aturan Pacittiya pada Mussavada Vagga nomor 8, seorang bhikkhu dilarang berbicara tentang pencapaian supranormal dirinya kepada seseorang yang belum di-upasampadā penuh. Mengenai pengakuan pengalaman meditasi tentunya memiliki batas-batas tertentu yang dapat disampaikan kepada umat yang belajar meditasi. Kalau gurunya tidak punya pengalaman meditasi, bagaimana bisa menjelaskan teori kepada murid-muridnya? Kalau muridnya mengalami rintangan bagaimana sang guru dapat memberikan petunjuk cara mengatasinya? Kalau lebih dari itu bhikkhu akan berhati-hati mengungkapkannya.

9.    Ada yang menyatakan sebagai berikut : berhentilah menilai perbuatan orang lain. Boleh dan tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana itu relatif, berdasarkan niat dan tujuannya. Masing-masing sudah mewarisi karma dari perbuatannya. Jika maksud dari bercerita pengalaman meditasi itu adalah supaya pendengar terinspirasi, tertarik untuk bermeditasi atau agar memiliki pengetahuan, maka cara, teknik atau tips bermeditasi yang diuraikan itu tentu hal yang baik. Sementara jika ceritanya adalah memamerkan kebolehannya karena dorongan ego, maka kelak akan ada konsekuensinya.  

10. Ada juga yang bilang begini : Sebagai Umat Awam sebaiknya jangan menggunjingkan Anggota Sanggha. Karma Buruk Tanggung Sendiri.

11.  Ada juga yang berpendapat begini : mungkin bukan soal boleh atau tidak boleh. Akan tetapi ketika ada umat atau ada seseorang yang bertanya, mungkin akan di jawab sesuai pengalaman bila itu bisa menbantu si penanya menghadapi rintangan. Namun yang menjadi catatan adalah, biasanya yang bersangkutan bercerita seolah olah itu pengalaman orang lain, maksudnya untuk menghindari kata saya, bahwa sudah pada tahap pencapaian Jhana dan seterusnya. Jadi rasanya ketika seseorang mencapai tingkatan sammadhi, mencapai tingkatan Jhana atau tingkat kesucian, beliau tidak akan mengklaim dan mengumumkan bahwa aku telah mencapai ini dan itu. Tidak mengatakan secara langsung, melainkan menunjukkan tindak tanduk sebagaimana adanya sesuai faktor-faktor dalam tingkatan itu. Menceritakan itu boleh saja asalkan bermanfaat untuk orang lain dalam upayanya merealisasi pembebasan.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai masalah Pencapaian Jhana oleh Seorang Bhikkhu. Semoga bermanfaat.

Selasa, 17 Mei 2022

Berkah Mengulang-ulang Perkataan Buddha

Tahukah Anda ketika kita datang ke vihara melakukan puja-bhakti, dan seandainya kita tidak memahami arti dari paritta-paritta yang kita ucapkan atau kita baca, itu sudah merupakan suatu kekuatan untuk membawa kita keluar dari samsara, karena sifat dari kata-kata Buddha itu bahasa Pali nya : Niyanika, atau mempunyai kemampuan untuk menuntun kita untuk keluar dari samsara, merealisasi Nibbana. Ini adalah salah satu kualitas dari kata-kata Buddha, sesuai yang tertulis dalam Tipitaka. Itulah mengapa 500 kelelawar di dalam gua yang mendengarkan Bihkkhu menghafal Abhidhamma, akhirnya membuat mereka 500 kelelawar tersebut bertemu dan menjadi murid Yang Ariya Sariputta, sehingga bisa keluar dari Samsara. Demikian itulah hebatnya kekuatan kata-kata Buddha.

Itulah mengapa sebagai umat Buddha kita yang berkumpul melakukan puja-bhakti di Vihara atau berkumpul di kelas Pariyati Sasana belajar memahami kitab suci Tipitaka, kitab komentar dan kitab sub komentar memiliki berkat. Yaitu menanam benih-benih karma yang kuat yang akan mempunyai potensi yang kuat untuk menghasilkan buah berupa pencapaian kondisi-kondisi yang memudahkan kita bertemu guru spiritual yang baik, bertemu para bhante (para Phabacitta) yang bisa menuntun kita untuk keluar dari samsara yang merupakan tujuan hidup kita. Oleh karena itu marilah kita berbuat kebajikan yang terarah yang mempunyai kekuatan untuk membawa kita semua keluar dari samsara ini.

Dari salah satu kitab Abhidhamma Pitaka, kitab yang terakhir, kitab Pathana, dari 24 kondisi ada 2 kondisi yang terkait dengan topik tulisan ini. Kedua kondisi tersebut adalah : Upa Niseya Pacaya dan Asewana Pacaya.

Untuk Upa Niseya Pacaya, dimana Pacaya = kondisi, Upa = kuat, Niseya = dukungan, maka Upa Niseya Pacaya berarti satu kondisi yang menjadi topangan yang sangat kuat untuk kemunculan dhamma-dhamma yang lain. Jika kita berbuat sesuatu sehingga tercipta kondisi yang baik, maka kondisi tersebut menjadi topangan munculnya kondisi-kondisi berikutnya yang kondusif bagi kita menuju tercapainya pencerahan. Kita yang melakukan puja-bhakti, yang membaca paritta, mendengarkan kata-kata Buddha, itu menjadi Upa Niseya Pacaya, memiliki kondisi yang sangat kuat buat kemunculan keadaan-keadaan yang kondusif untuk pencerahan kita.

Sedangkan Asewana Pacaya, dimana Pacaya = kondisi, Asewana = pengulangan. Maka Asewana Pacaya artinya adalah adanya kondisi pengulangan. Kalau kita sering mengulang-ulang mendengarkan kata-kata Buddha, maka semakin kita mengulang maka akan semakin kuat pengetahuan dan kebijaksanaan muncul.  Sama dengan ketika dulu kita Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi, ketika kita akan ujian dan ingin menguasai satu mata pelajaran tertentu, kita harus membaca pelajaran tersebut secara berulang-ulang. Tidak cukup hanya satu kali. Ketika kita membaca kedua kali maka pemahaman kita pada mata kuliah tersebut menjadi semakin kuat. Ketika membaca yang ketiga kali maka akan semakin kuat lagi. Semakin kita mengulang-ulang topik yang sama, maka pengetahuan dan kebijaksanaan akan semakin kuat muncul. Nah itu juga yang terjadi ketika kita mempelajari kitab suci.

Jika kita mempelajari kitab suci Tipitaka, kitab komentar dan kitab Sub Komentar berulang-ulang, terjadilah Asewana Pacaya, menjadikan rasa bhakti kita kepada Buddha, Dhamma dan Sangha semakin kuat.

Seandainya di dunia ini ada 1 juta judul buku, maka yang bisa dipastikan akan terus ada adalah satu paket buku yang berjudul Tipitaka, kitab komentar & sub komentar. Selama ajaran Buddha ini eksis kita tidak akan bisa mengelak dari satu paket buku Tipitaka. Secara tradisi diyakini ajaran Buddha ini akan bertahan selama 5.000 tahun, sekarang sudah bertahan hampir 2.600 tahun, maka tinggal 2.400 tahun lagi. Jika 2.000 tahun lagi kita terlahir kembali sebagai manusia, maka pada tahun 4.022 kita akan bertemu lagi dengan kitab Tipitaka yang sama, dan jika selama ini kita tidak pernah belajar Tipitaka maka pada tahun 4.022 kita akan kebingungan mempelajari Tipitaka, sehingga sulit memunculkan pengetahuan & kebijaksanaan karena tidak memiliki Asewana Pacaya, tidak memiliki kondisi pengulangan. Oleh karena itu mari kita setiap minggu melakukan Puja-bhakti atau dengan mengikuti kelas Pariyati Sasana, yang berarti kita menanam kondisi-kondisi yang baik yang akan kondusif untuk pencapaian pencerahan. Itulah mengapa pembabaran kitab suci harus disebarkan seluas-luasnya demi manfaat siapapun yang mendengarkan supaya kelahirannya sebagai manusia pada saat ini yang sulit didapat bisa menjadi bermanfaat. Kita yang merupakan Puthujhana tidak seharusnya menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada, karena sekali lagi memperoleh kehidupan sebagai manusia itu sangat sulit. Ada yang berpikir kehidupannya sibuk sedang mengejar keduniawian demi kebahagiaan. Mereka tidak paham bahwa bagi mereka yang memahami kitab suci itu kualitas kehidupannya juga semakin meningkat, karena membuat mereka mengerti tentang kehidupan ini dengan lebih bagus, sehingga sering mengalami kedamaian. Kedamaian adalah tujuan hidup kita. Kedamaian itu dealing dengan situasi apapun. Tidak bertengkar dengan kebahagiaan dan kesedihan. Kalau ditambah dengan berlatih meditasi misal hingga mencapai magha dan phala, pencerahan terjadi, kilesa terkikis, semakin damai, semakin bahagia.

Demikianlah tulisan ini, semoga bermanfaat.

Rusia dan Ukraina Tak Perlu Berperang

Penyebab pecahnya perang antara Rusia dengan Ukraina antara lain adalah karena Rusia yang presidennya  Vladimir Putin berulang kali mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu bagian dari peradaban Rusia, sementara Ukraina menolak supremasi Rusia. Ukraina terus mencari jalan agar dapat bergabung dengan Uni Eropa dan NATO. NATO atau North Atlantic Treaty Organization itu awal pendiriannya bertujuan melawan ancaman ekspansi Rusia. NATO didirikan dengan tujuan mengimbangi persaingan antara paham liberalism yaitu blok barat yang dimotori oleh Amerika Serikat, dan komunisme yaitu blok timur yang dimotori oleh Rusia. Dan presiden Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di Ukraina di sebelah perbatasannya. 

Jokowi telah mengatakan bahwa Indonesia ingin menjembatani perdamaian Rusia – Ukraina. Pada Konferensi Tingkat Tinggi khusus ASEAN-Amerika Serikat di Washington, Jumat 13 Mei 2022, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyerukan untuk menghentikan perang di Ukraina sekarang juga. Presiden Jokowi menegaskan bahwa perang menciptakan tragedi kemanusiaan dan memperburuk perekonomian dunia. Dalam pertemuan tersebut Presiden Jokowi menyampaikan keprihatinannya, bahwa saat pandemi belum sepenuhnya usai, perang justru terjadi di Ukraina. Jokowi juga menyayangkan saat dunia memerlukan kerja sama dan kolaborasi yang terjadi justru rivalitas dan konfrontasi yang semakin menanjak. Perang yang berkepanjangan berpotensi memecah belah hubungan antar negara, oleh karena itu di dalam pernyataannya Presiden Jokowi menekankan bahwa pelajarannya sangat jelas, perang tidak akan menguntungkan siapapun, untuk itu perang harus segera diakhiri, Presiden Jokowi selalu mengingatkan bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang tenang agar perdamaian dapat terwujud.

Dari uraian tadi yang sudah dikemukakan oleh presiden Jokowi jelaslah bahwa Rusia dan Ukraina itu tidak perlu berperang. Perang itu merugikan kedua belah pihak, tidak ada untungnya, bahkan juga merugikan negara-negara lain. Menurut video ini semua perselisihan hendaknya diselesaikan dengan cara berunding. Kalau tidak ada kesepakatan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN = United Nations) hendaknya turun tangan sebagai penengah. Kalau belum juga ada kesepakatan maka dilakukan voting negara-negara anggota UN untuk menentukan putusan. Bagaimana teknisnya yang baik dan adil diserahkan pula kepada UN untuk mufakat atau mungkin melalui voting. Negara yang berseteru harus tunduk pada keputusan UN. Semua persoalan itu kalau tidak ada titik temu atau tidak ada kesepakatan maka keputusan harus dilakukan dengan cara voting. UN dalam hal ini bertindak sebagai hakim dan polisi dunia. UN bisa menghukum negara yang tidak tunduk kepada putusannya.

Lebih lanjut dapat dikembangkan atau dirintis yang dipimpin oleh UN, bahwa tidak ada lagi NATO, Uni Eropa, Blok Barat, Blok Timur, dan lain sebagainya. Yang ada hanyalah United Nations (UN) yang mengatur semua negara dalam hal-hal prinsip yang dikerjakan oleh organisasi-organisasi di bawah UN dengan fungsinya masing-masing. Suatu negara tidak boleh memproduksi bom apalagi memproduksi senjata nuklir, tidak boleh juga memproduksi peralatan perang. Suatu negara tidak boleh memiliki tentara, hanya boleh memiliki polisi. Suatu negara hanya boleh memproduksi senjata yang dapat digunakan oleh polisi untuk memerangi kejahatan dan atau menumpas terorisme. Bahan nuklir agar digunakan untuk memenuhi kebutuhan enersi yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Biaya pembuatan peralatan perang agar dialihkan dan digunakan bagi kesejahteraan rakyat. Persoalan-persoalan tadi diurusi dan merupakan tanggung jawab United Nations Development Program (UNDP) misalnya, atau mungkin perlu dibentuk organisasi baru lain untuk mengurusi persoalan tersebut.

Untuk bisa mewujudkan ide tadi bahwa UN adalah hakim dan polisi dunia yang baik, maka kunci dari solusi atas semua persoalan suatu negara itu adalah hati nurani dan akal sehat semua presiden negara yang harus baik dan benar. Hati nurani dan akal sehat harus melandasi pikiran semua presiden negara. Agama yang dianutnya harus mengedepankan hati nurani dan akal sehat. Jika presiden suatu negara tidak memiliki agama atau penganut paham atheis, atheis pun memiliki hati nurani dan akal sehat juga, jadi seorang presiden itu beragama, atheis atau tidak beragama itu no problem.

Perlu diketahui bahwa setiap perbuatan manusia itu mempunyai resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Perbuatan baik akan mendatangkan kebahagiaan, perbuatan buruk akan mendatangkan penderitaan. Kebahagiaan atau penderitaan tersebut bisa mereka peroleh semasa mereka masih hidup atau setelah meninggal dunia, yaitu mereka bisa terlahir kembali di alam bahagia seperti alam surga, alam brahma dan sebagainya, atau bisa juga terlahir di alam penderitaan seperti alam neraka, alam binatang dan sebagainya sesuai dengan perbuatan di hidup sebelumnya. Hal tersebut bisa terjadi adalah karena bekerjanya hukum alam yang adil. Seorang presiden yang memerintahkan perang mengakibatkan banyak prajurit sendiri maupun prajurit lawan yang tewas, luka parah, menghancurkan kota dan lain sebagainya yang membuat prajurit dan masyarakat sipil sangat menderita. Keputusan seorang presiden itu harus dilakukan secara hati-hati, pertimbangkan masak-masak resikonya terhadap hukum alam, akan lebih banyak membahagiakan atau menciptakan penderitaan berat bagi banyak orang?

Untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik lagi hingga sangat baik, adalah jika semua manusia mampu mengedepankan hati nurani dan akal sehatnya, baik mereka itu beragama, atheis maupun tidak beragama. Disinilah pentingnya pendidikan moral yang baik yang mestinya harus mampu dilakukan dengan baik oleh semua negara di dunia ini kepada seluruh rakyatnya.

G20 adalah forum kerja sama multilateral terdiri dari 19 negara utama, juga meliputi negara-negara Uni Eropa. Anggota G20 dari kalangan negara maju adalah Amerika Serikat, Australia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Perancis. Dari negara berkembang ada Afrika Selatan, Argentina, Arab Saudi, Brazil, India, Indonesia, Meksiko, Rusia, Tiongkok, dan Turki. Negara di G20 itu merepresentasikan 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen pertumbuhan domestik bruto dunia.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang ketika video ini dibuat adalah Presidensi G20 sudah sangat tepat, lebih terpandang dan lebih diperhatikan jika menyerukan perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Oleh karena itu pedamaian dan penghentian perang Rusia – Ukraina dapat segera terwujud, semoga.

Demikianlah tulisan ini, kiranya bermanfaat. 

Rabu, 11 Mei 2022

Seputar Doa

Ada pertanyaan seperti ini : Saya seorang umat awam yang tentu saja berdoa, selalu berbarengan dengan doa permohonan. Bagaimana cara kerja doa saya sehingga dapat didengar dan dibantu oleh makhluk yang mendengarkannya, dan makhluk apa saja yang mendengarkan doa saya? Dan benarkah dapat benar-benar terkabul sesuai dengan yang diminta di dalam doa-doa saya?

Jawaban : Dalam Dhamma diajarkan bahwa apabila seorang praktisi Dhamma ingin mendapatkan buah karma baik sesuai dengan yang diharapkan, maka ia hendaknya memperbanyak kebajikan melalui ucapan, perbuatan dan pikirannya. Semakin banyak kebajikan yang dilakukannya, semakin besar pula kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan yang diinginkannya. Jadi, seorang praktisi Dhamma tidak diajarkan untuk meminta-minta demi kebahagiaan sendiri tanpa ada usaha melakukan perbuatan baik terlebih dahulu.

Kebajikan hendaknya dilakukan setiap waktu. Dengan demikian apabila malam menjelang tidur, renungkanlah berbagai kebajikan yang telah dilakukan sepanjang hari itu. Setelah merenungkan kebajikan yang dilakukan, ucapkanlah secara berulang-ulang dalam hati tekad sebagai berikut : Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sampai saat ini aku dapat membuahkan kebaikan dan kebahagiaan sesuai dengan yang diharapkan. Semoga demikianlah adanya. Semoga semua makhluk berbahagia.

Apabila berbagai kebajikan yang telah dilakukan tersebut mencukupi untuk mengkondisikan karma baik berbuah, maka hal yang diinginkan dapat menjadi kenyataan. Namun, jika setelah dilakukan kebajikan, keinginan belum juga tercapai, janganlah berputus asa. Terus kembangkan kebajikan sepanjang waktu, maka kebahagiaan tentunya dapat terwujud apabila telah tiba waktunya.

Seorang praktisi Dhamma sesungguhnya memiliki keyakinan akan kekuatan Hukum Karma atau perbuatan sendirilah yang akan memberikan kebahagiaan maupun ketidakbahagiaan. Peranan makhluk lain sebenarnya tidaklah besar. Oleh karena itu, dalam kepercayaan praktisi Dhamma, bukan dari Tipitaka, memang dipercaya adanya pengaruh para dewa dari surga Catumaharajika yang dapat membantu mematangkan karma baik seseorang agar berbuah sesuai dengan yang diharapkan. Namun, para dewa tersebut hanya mengkondisikan karma baik seseorang berbuah lebih cepat dari seharusnya. Jadi, kalau karma baik orang itu tidak mendukung, para dewa pun tidak dapat membantu. Bantuan mereka dapat diumpamakan sebagai karbit yang mempercepat kematangan suatu buah yang telah dalam keadaan tertentu, misalnya buah pisang. Kalau keadaan pisang itu masih terlalu muda, maka sebanyak apapun karbit yang dipergunakan tidaklah memberikan manfaat. Semuanya tergantung pada kondisi buah pisang itu sendiri. Demikian pula dengan bantuan para dewa, semuanya tergantung dari kondisi karma baik orang itu sendiri.

Demikianlah uraian seputar doa, semoga bermanfaat. 

Kamis, 05 Mei 2022

Umat Buddha menyembah patung ???

Dalam peribadatan di Vihara, umat Buddha sering melakukan gerakan bersujud sebagaimana yang dilakukan oleh umat Islam di mesjid. Bedanya umat Islam di seluruh dunia sujudnya diarahkan ke satu titik yaitu titik dimana Ka’bah berada. Di Vihara, Umat Buddha sujudnya diarahkan ke Buddha Ruppang. Jadi sujudnya umat Buddha itu arahnya tidak ke satu titik tertentu misal ke barat, ke timur dan lain sebagainya, melainkan seperti para peserta upacara bendera yang menghormat kepada bendera merah putih, tidak harus menghadap ke arah tertentu, tetapi ke arah bendera merah putih yang sudah dikibarkan sebagai lambang negara Indonesia yang layak untuk dihormati, dicintai dan dibanggakan.

Tadi dikatakan umat Islam bersujud menyebah Allah Subhanahu wa ta'ala dengan arah dimana Ka’bah berada. Kalau sholat nya di tempat dimana Ka’bah berada, maka mereka tidak menyembah ke arah tertentu, melainkan ke arah Ka’bah di depan mereka, sehingga seolah-olah mereka menyembah Ka’bah itu sendiri, padahal tidak, mereka itu menyembah Allah Subhanahu wa ta'ala. Ka’bah hanya sebagai acuan satu tujuan yaitu menyembah kepada yang satu yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala. Demikian pula halnya dengan umat Buddha, mereka tidak menyembah Buddha Rupang, mereka itu bersujud sebagai manifestasi dari penghormatan, memuji dan menjunjung tinggi keluhuran sifat-sifat Sang Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, merealisasi Nibbana, merealisasi kedamaian abadi dan telah parrinibbana. Mereka menghormat, memuji dan menjunjung tinggi keluhuran sifat-sifat Sang Buddha yang tiada bandingannya seraya berjanji kepada diri sendiri untuk bertekad meneladani sifat-sifat luhur Sang Buddha dalam upayanya merelisasi Nibbana. Penghormatan yang mendalam dan tulus tidaklah cukup dengan melakukan gerakan tangan menghormat, tetapi dengan melakukan gerakan bersujud, bukan berarti menyembah.

Sang Buddha telah parinibbana, sudah tidak ada lagi di dunia ini, akan tetapi beliau telah mewariskan ajaran Dhamma kepada umat manusia. Kata-kata beliau yang terangkum dalam paritta-paritta suci itu jika dibaca dan dipahami dengan benar dengan penuh penghayatan itu bersifat Niyanika, yaitu mempunyai kemampuan untuk menuntun kita keluar dari samsara, memurnikan batin merealisasi Nibbana.

Menghormat, memuji dan menjunjung tinggi keluhuran sifat-sifat Sang Buddha secara tulus itu dapat diartikan sebagai berlindung kepada Buddha. Terlindungi oleh perbuatan sendiri, karena masing-masing kita memiliki benih-benih kebudhaan, memungkinkan kita bisa merealisasi kesucian tertinggi terbebas dari Samsara, terbebas dari dukkha. Kita menjadi pulau bagi diri kita sendiri dengan cara meneladani sifat-sifat luhur sang Buddha, meneladani sifat-sifat yang maha bajik dan maha bijaksana Sang Buddha.

Demikianlah penjelasan tentang bersujudnya umat Buddha di hadapan Buddha Rupang, semoga bermanfaat. 

Tiratana tempat perlindungan terbaik

Tiratana bahasa Pali artinya adalah Tiga Permata, berlindung kepada Tiratana berarti berlindung kepada Tiga Permata. Tiga Permata itu adalah Buddha, Dhamma dan Sangha. 

Buddha dulunya adalah seorang pangeran bernama Siddharta Gautama dari kerajaan kecil di kota Kapilavastu Jambudipa di kaki gunung Himalaya Timur laut India. Pangeran Siddharta lahir pada tahun 623 sebelum masehi  yang kemudian meninggalkan istana memasuki hutan bermeditasi mencari solusi untuk mengatasi derita kehidupan umat manusia. Solusi yang beliau peroleh berupa pencerahan sempurna menjadi Buddha yang berhasil beliau raih tepat di bulan purnama sidhi tepat di usia beliau yang ke 35 tahun setelah menjalani pertapaan di bawah pohon Bodhi selama 6 tahun. Solusi yang berhasil beliau ungkap dan temukan sendiri itu adalah kesunyataan rahasia alam yang kemudian beliau ajarkan kepada murid-muridnya. Ajaran tersebut disebut Dhamma. Sang Buddha parinibbana tepat di bulan purnama sidhi di usia 80 tahun. 

Dhamma adalah ajaran Buddha yang didalamnya meliputi cara untuk melenyapkan penderitaan yang senantiasa dialami oleh umat manusia guna meraih kedamaian abadi merealisasi Nibbana.

Sangha adalah pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu, pewaris dan pelestari ajaran Buddha yang sejati.

Kembali ke topik, berlindung kepada Tiratana itu dasarnya adalah karena adanya kemauan untuk berlindung kepada Tiratana disertai dengan Pengertian yang benar dan Perasaan yang mantap tiada keraguan.

Yang pertama adalah Berlindung kepada Buddha. Secara singkat dan sederhana dapatlah diuraikan sebagai berikut :

Sang Buddha adalah guru Dhamma yang agung, junjungan tertinggi yang telah parinibbana. Berlindung kepada Buddha bukan berarti berlindung kepada sosok Buddha Gautama, kepada para Buddha atau kepada ruppang Buddha dari gangguan fisik dan psykis. Sang Buddha telah parinibbana, sudah tidak ada lagi di dunia ini. Akan tetapi beliau telah mewariskan ajaran Dhamma kepada kita semua, bahkan kepada semua makhluk. Kata-kata yang pernah beliau ucapkan yang tertulis di Tipitaka itu jika kita baca mengandung kekuatan buat keselamatan dan kemajuan perjalanan hidup kita menuju ke lenyapnya dukkha. Kalau kita membaca paritta dengan penuh perhatian dan penuh penghayatan maka akan dapat membantu memurnikan batin kita, batin dan perangai kita dapat menjadi lebih baik. Oleh karena itu paritta selalu dibaca atau diucapkan pada setiap ada penyelenggaraan acara. Paritta dapat memberikan kontribusi positif bagi yang mengucapkan maupun bagi yang mendengarkannya dengan baik. Berlindung kepada Buddha itu bukan berlindung kepada pihak luar, melainkan terlindungi oleh perbuatan sendiri, karena masing-masing kita memiliki benih-benih kebuddhaan, maka berlindung kepada Buddha itu memungkinkan kita bisa merealisasi kesucian tertinggi terbebas dari dukkha. Kita menjadi pulau bagi diri kita sendiri dengan cara meneladani sifat-sifat luhur sang Buddha, meneladani sifat-sifat yang maha bajik dan maha bijaksana Sang Buddha. Jadi, berusaha dengan sungguh-sungguh meneladani sifat-sifat luhur sang Buddha yang maha bajik dan maha bijaksana itulah yang dimaksud dengan berlindung kepada Buddha.

Yang kedua adalah berlindung kepada Dhamma. Secara singkat dan sederhana dapatlah diuraikan sebagai berikut :

Dhamma adalah kesunyataan atau kebenaran yang ada di setiap kondisi dan di setiap waktu. Dhamma atau ibaratnya segenggam daun yang kita pelajari, kita pahami dan kita praktikkan dengan baik dan benar itu antara lain adalah mengenai Empat Kebenaran Mulia. Mengenai Anicca, Dukkha dan Anatta. Mengenai Hukum Karma. Mengenai Paticcasamuppada atau Duabelas Mata Rantai Sebab–Musabab Yang Saling Bergantungan. Mengenai 31 Alam Kehidupan. Mengenai Dana, Sila dan Samadhi. Mengenai Sila, Samadhi dan Panna. Mengenai Uphosata. Mengenai Jalan Mulia Berunsur Delapan. Mengenai Pencerahan. Mengenai Nibbana, dan lain-lain. Semuanya tercakup dalam Tipitaka.

Berlindung kepada Dhamma itu artinya memahami ajaran Dhamma dan menpraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, benar, tekun dan berkesinambungan. Bukan berlindung secara harafiah kepada Dhamma, atau asal kita mengucapkan aku berlindung kepada Dhamma lalu secara serta merta Dhamma akan melindungi kita dari ancaman fisik dan psykis. Tidak seperti itu. Kalau kita berperilaku selaras dengan ajaran Dhamma yang telah dibabarkan secara sempurna oleh guru agung kita Sang Buddha, dimana dalam hal ini kita menjalani Pariyatti, Patipatti dan Pativedha maka artinya kita telah berlindung kepada Dhamma.

Berlindung kepada Dhamma dengan baik itu artinya jika kita telah memahami dan mempraktikkan ajaran Dhamma Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar.

Yang ketiga adalah berlindung kepada Sangha. Secara singkat dan sederhana dapatlah diuraikan sebagai berikut :

Sangha yang dimaksud adalah Ariya Sangha. Ariya Sangha adalah pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu  yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat. Ariya Sangha adalah pengawal dan pelindung Dhamma, mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakannya sehingga mencapai Nibbana. Dalam mempraktikkan Dhamma secara baik, benar, dan efektif sesuai dengan kondisi kita, kita membutuhkan bantuan Sangha yang telah mengenal jalan pembebasan.

Berlindung kepada Sangha bermakna menghormati Sangha sebagai pewaris dan pelestari ajaran Buddha yang sejati. Kita meneladaninya sebagai panutan praktek Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.

Kepada Sammuti Sangha, yaitu Persaudaraan para Bhikkhu biasa yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian, kita harus menghormatinya, karena para beliau ini mengemban amanat Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang hidupnya berada di jalan Dhamma.

Jadi sekali lagi berlindung kepada Sangha itu artinya kita menghormat kepada Sangha sebagai pewaris dan pelestari ajaran Buddha yang sejati, dan dalam kehidupan sehari-hari kita meneladaninya sebagai panutan dan pembimbing praktek Dhamma menuju pencapaian Nibbana.

Perlindungan menuju pencapaian Nibbana ini adalah perlindungan terbaik.

Demikianlah uraian tentang Tiratana sebagai tempat perlindungan terbaik, semoga bermanfaat,