Kebutuhan akan ilmu pengetahuan adalah tuntutan nurani semua orang. Perkembangan dan
penggunaannya merupakan fenomena yang tidak mungkin dihentikan atau dipungkiri.
Ilmu pengetahuan dan juga teknologi tidak membedakan, atau mungkin tidak
mempedulikan bangsa, budaya, dan agama. Ia dikembangkan dan digunakan oleh
semuanya. Ilmu pengetahuan berbicara dengan bahasa yang sama bagi semua orang,
yaitu : penalaran sehat, penelitian, kebenaran, dan kebebasan. Ia berbicara
dengan menumbuhkan pengertian, bukan keharusan dan juga bukan dengan ancaman.
Yang menjadi ganjalan, dunia ilmu
pengetahuan masih sulit menerima norma-norma agama yang tidak mudah dicerna
oleh bahasa mereka. Sama sekali tidak bijaksana bila hal ini diatasi hanya
dengan pernyataan bahwa iman memang bukan ilmu. Atau, keyakinan itu memang
tidak masuk akal.
Dalam dasawarsa terakhir abad XX ini, para
pemuka agama seharusnya tidak terlambat meletakkan jembatan emas antara iman
dan ilmu. Kita memang sedikit pun tidak akan mengubah nilai-nilai iman sebagai
kebenaran hakiki yang telah diberikan oleh agama, tetapi era ini mulai menuntut
kita untuk menanamkan iman itu dengan bahasa ilmu. Manusia Timur di abad XXI
nanti adalah manusia modern yang sepenuhnya harus mengembangkan dan menggunakan
iptek, dan sepenuhnya beriman sesuai dengan ajaran agama.
Buddha Gotama sebagai salah satu
pendiri agama, 'penemu Dhamma' telah meletakkan jembatan antara iman dan akal
itu. Dhamma ditemukan dengan pencapaian Penerangan Sempurna (Bodhi), bukan
dengan akal. Tetapi, iman terhadap Dhamma harus dibangkitkan dengan pengertian
yang menggunakan penalaran sehat. Dengan demikian tidak ada alasan bagi dunia
ilmu pengetahuan untuk menyatakan bahwa agama adalah penghambat ilmu-ilmu
sekuler.
(Y.M. Bhante Sri Pannavaro
Mahathera).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar