Translate

Selasa, 11 Oktober 2022

BOLEHKAH MENINGGALKAN KELUARGA BARU UNTUK MENJADI BHIKKHU?

Bolehkah meninggalkan keluarga baru untuk menjadi Bhikkhu? Pertanyaan ini lumayan singkat namun sulit untuk dijawab. Jawabannya tentu lumayan panjang, dan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang harus disampaikan. Pertanyaan tadi harus singkat karena merupakan judul sebuah tulisan. Nanti yang lumayan panjang adalah jawabannya. Saya sebagai orang yang masih awam akan mencoba mengurai permasalahan ini menurut pemikiran atau menurut pendapat pribadi saya. jika sekiranya nanti paparan ini dinilai salah - atau kurang tepat - silakan mengkoreksi nya - atau memberikan saran dan komentar - agar pembaca tulisan ini memperoleh pencerahan yang lebih banyak lagi. Jika anda bersedia mengkoreksi atau memberikan saran dan komentar anda - sebelumnya saya menyampaikan banyak terima kasih. 
Keluarga baru disini tentunya bukan keluarga yang baru saja dibentuk - atau baru saja menjalani pernikahan - tetapi katakanlah keluarga yang sudah memiliki satu atau dua orang anak - kemudian sang ayah pamit pergi - setelah sebelumnya tentu telah mendapat restu dari sang istri - untuk pergi menjalani Jalan Dhamma - menjalani kehidupan sebagai seorang Bhikkhu. 
Jalan hidup yang hampir sama telah ditempuh oleh guru Agung Buddha Gotama - tentu beda cerita - kalau Guru Agung melakukan itu karena pada waktu itu ajaran Dhamma sudah tidak ada lagi di bumi ini - sudah ditinggal mati oleh para pemeluknya - dan sudah tidak ada lagi pemeluk baru. Tentu kepunahan dari ajaran Dhamma sampai guru Agung terlahir di dunia ini sekitar 2600 tahun yang lalu itu - adalah waktu yang sangat lama sekali - hingga tanda-tanda peninggalan bahwa pernah ada ajaran Dhamma di dunia ini sebelumnya pun sudah tidak ada lagi tanda-tandanya - sudah hilang semua. Jadi dengan kondisi yang seperti itu alampun menentukan atau tepatnya menyaksikan sudah tiba saatnya terlahir di dunia ini seorang calon Buddha - yaitu Sang Bodhisatta - telah lahir ke dunia ini untuk menjadi Buddha - telah lahir Siddharta Gotama di taman lumbini - di kaki gunung Himalaya - India bagian Utara - pada tahun 623 sebelum masehi - di bawah pohon Sala - yang tiba-tiba berbunga pada saat bukan musimnya berbunga - tapi berbunga demi menyambut kedatangan seorang calon Buddha - yang mana bayi Siddharta Gotama langsung bisa berjalan tujuh langkah ke arah utara - dan tanah bekas yang diinjakinya tumbuh bunga teratai. 
Tahun-tahun berikutnya setelah Siddharta gotama menikah - dan memiliki seorang anak yang diberi nama Raulla - singkat cerita setelah Siddharta Gotama melihat kejadian-kejadian yang membuat beliau tidak bisa tenang - mengapa harus ada seorang yang sakit, yang kondisinya tua, yang mati, dan melihat seorang petapa - maka dengan tekad untuk mencari jawab mengapa semua itu bisa terjadi - dan bagaimana solusinya, maka diputuskanlah untuk meninggalkan keluarga tercinta : istri dan anak - pergi mencari solusinya dengan menempuh hidup sebagai Petapa. 
Hal tersebut bisa terjadi - pertama karena Sidharta adalah anak seorang raja - jika keluarga ditinggalkan tidak akan sengsara karena kekayaan telah menjadi bagian dari keluarga besar. Hal tersebut bisa terjadi karena hukum alam yang bekerja, karena ketentuan alam, karena ajaran Dhamma sudah punah. Siddharta Gotama sudah waktunya untuk menemukan kembali ajaran Dhamma yang telah punah - yang kemudian Sidharta menjadi Buddha. Jalan Karma Sidharta lah yang membuat Sidharta Gotama pergi meninggalkan keluarga untuk hidup sebagai Pertapa - atau sebagai seorang Rahib untuk menemukan kembali ajaran Dhamma yang telah lama punah. Jadi kepergian Sidharta ini untuk menjadi petapa menguntungkan - atau menjadi berkah buat seluruh umat manusia - termasuk keluarganya sendiri - bukan merugikan dan menyengsarakan keluarga - yang mana akhirnya memang anak – istri - dan ayahnya Raja Suddhodana semuanya telah berhasil menjadi seorang Aranhanta - merealisasi Nibbana - yaitu merealisasi suatu kebahagiaan yang sejati - yang menjadi tujuan akhir dari semua kehidupan semua makhluk - adalah berkat ajaran Dhamma yang telah ditemukan kembali oleh Buddha Gotama Sang Guru Agung manusia dan Dewa. 
Sekarang kembali ke pokok persoalan - untuk sekarang ini dimana ajaran Dhamma masih ada - masih dapat kita pelajari - maka meninggalkan keluarga untuk menjadi seorang rahib itu memerlukan banyak pertimbangan - dan banyak persyaratan. Persyaratan persyaratan tersebut kalau menurut saya adalah sebagai berikut : 
1. Apakah sudah dipertimbangkan masak-masak sehingga yang bersangkutan akan mampu meninggalkan keluarga selamanya - dalam arti tidak hidup bersama lagi - dan mampu menjalani hidup sebagai seorang Bhikkhu - dimana harus mampu melepas kemelekatan - melepas rasa sedih dan rasa rindu kepada keluarga. 
2. Apakah istri secara ikhlas mengizinkan. 
3. Apakah biaya hidup anak istri bisa tercukupi - hingga istri meninggal dunia - dan hingga anak-anak berhasil meraih pendidikan yang memadai - dan memperoleh pekerjaan yang layak - misalnya dengan cara istri telah diberi warisan usaha yang baik, dan yang memadai, atau istri telah memiliki suami baru - terlebih suami yang kaya. 
Saya kira tiga syarat itulah yang paling penting harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memutuskan meninggalkan keluarga untuk menjadi seorang Rahib. Soal anak-anak yang tidak mengijinkan ayahnya menjadi seorang Rahib dan yang rindu ayah, itu kan sifatnya hanya sementara, dengan berjalannya waktu mereka akan berhasil mengatasinya demi bakti seorang anak kepada seorang ayah, dan buat seorang ayah adalah demi mendidik anak-anak sejak dini untuk mampu melepas kemelekatan. Lagian sewaktu-waktu anak-anak dan mantan istri masih boleh ketemu kan dengan ayah dan mantan suami? 
Yang harus menjadi perhatian buat seorang rahib itu adalah tidak boleh larut dalam kebahagiaan dan kesedihan inderawi saat bertemu dan berpisah dengan anak-anak dan mantan istri. Saya setuju dengan pendapat bahwa tidak harus menjadi seorang rahib untuk bisa menapaki Jalan Dhamma - bisa saja diambil jalan yang juga baik - yaitu Jalan Tengah - yaitu misalnya tidak menjadi seorang Rahib tapi menjadi Romo - membangun wihara, mengurusi umat - supaya tiga pihak yaitu yang bersangkutan, istri dan anak-anak tidak kecewa dan tidak dikecewakan. Ini juga merupakan solusi - terutama jika masih ragu - apakah warisan usaha yang akan diberikan kepada keluarga akan dapat berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga dengan cukup - dan dapat bertahan lama. 
Demikianlah paparan singkat mengenai : Bolehkah Meninggalkan Keluarga Baru Untuk Menjadi Bhikkhu? Semoga tulisan ini bermanfaat, bila berkenan silahkan memberikan koreksi, saran dan komentar Anda. Terima kasih.

Akar Segala Sesuatu

Tulisan ini menyampaikan intisari tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta. Mūlapariyāya Sutta - menceritakan ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Ukkaṭṭhā di Hutan Subhaga di bawah pohon sāla besar. Beliau memanggil para bhikkhu dan kemudian berkata bahwa beliau akan mengajarkan sebuah khotbah kepada Para bhikkhu tentang akar dari segala sesuatu.

Intisari dari ajaran Sang Bhagava yang disampaikan kepada para bhikkhu tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta - menurut tulisan ini adalah mengenai penguasaan pemahaman dan pencapaian tertinggi dari praktik mengakhiri Dua belas mata rantai sebab-musabab yang saling bergantungan (Paticcasamuppada) mulai dari orang biasa, Arahat sampai dengan yang disebut Tathagata-2, dimana rincian singkatnya yang dikatakan oleh - Sang Bhagava adalah sebagai berikut :


Orang biasa :

Orang biasa menganggap [dirinya sebagai] sesuatu, ia menganggap [dirinya] dalam sesuatu, ia menganggap [dirinya terpisah] dari sesuatu, ia menganggap sesuatu sebagai ‘milikku,’ ia bersenang dalam sesuatu, karena ia belum sepenuhnya memahami sesuatu yang dimaksud. Dimana sesuatu tersebut adalah tentang : tanah, air, api, dan udara yang membentuk Ruppa atau badan jasmani dan mengenai : makhluk-makhluk, dewa-dewa, Pajāpati, Brahmā, para dewa dengan Cahaya Gemerlap, para dewa dengan Keagungan Gemilang, para dewa dengan Buah Besar, raja, landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, landasan bukan persepsi juga bukan tanpa-persepsi, yang terlihat, yang terdengar, yang terindra, yang dikenali, kesatuan, keberagaman, keseluruhan, dan Nibbāna. Mengapa demikian? Karena seperti yang disebut tadi, orang biasa itu belum sepenuhnya memahami tentang sesuatu itu : tanah, air, api dan sebagainya sebagaimana mestinya.


Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi :

Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi itu sudah dapat memahami sepenuhnya tentang sesuatu, yaitu tanah, air, api dan seterusnya...


Arahat – 1 :

Arahat – 1 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant – 1 telah memahami sepenuhnya tentang tanah, air, api dan seterusnya...


Arahat – 2 :

Arahat – 2 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant-2 telah terbebaskan dari nafsu melalui hancurnya nafsu.


Arahat – 3 :

Arahat – 3 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahat-3 telah terbebaskan dari kebencian melalui hancurnya kebencian.


Arahat – 4 :

Arahat – 4 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant-4 telah terbebaskan dari delusi melalui hancurnya delusi.


Tathāgata – 1 :

Tathāgata – 1 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Beliau telah memahami sepenuhnya hingga akhir.


Tathāgata – 2 :

Tathāgata – 2 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Tathagata-2 telah memahami bahwa kesenangan adalah akar penderitaan, dan bahwa dengan penjelmaan [sebagai kondisi] maka ada kelahiran, dan bahwa dengan apapun yang terlahir itu, maka ada penuaan dan kematian. Oleh karena itu, para bhikkhu, melalui kehancuran, peluruhan, pelenyapan, penghentian, dan pelepasan ketagihan sepenuhnya, Sang Tathāgata telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tertinggi.


Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Demikianlah intisari tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta. Semoga bermanfaat. 

SEKELUMIT PERCAKAPAN MENARIK

Percakapan tersebut dimulai dari si A yang berkata demikian : Orang bodoh itu ternyata memiliki peran penting juga ya di dunia ini. Dibutuhkan oleh orang lain. Contoh : "kaum radikalis salah" - dimanfaatkan oleh elit politik untuk kepentingan pribadi dan golongan. Waspadalah.! jangan sampai kaum "radikal salah" tersebut dipelihara dan dilestarikan.!

Si B menimpali : Kalau itu menyangkut agama, sebetulnya agama bukan untuk membodoh-bodohin orang, tapi sebaliknya... hhh...

Disambut oleh si C : Bila tidak ada orang bodoh, pastilah dunia ini sangat sepi...

Kembali si A berkomentar : Hanya saja janganlah kita ini menjadi bagian dari orang-orang bodoh yang dimaksud. Biarlah yang lain saja.

Akhirnya percakapan tersebut ditutup oleh si D sebagai berikut : Betul, betul, betul, setuju sekali... Bodoh itu tidak berarti tidak memiliki berlembar-lembar ijazah hingga ijazah doktor. Tapi nalarnya saja yang tertutup oleh kepercayaan yang salah yang dijejalkan oleh guru dan atau orang tua hingga otaknya seolah tercuci sedemikian rupa. Sejak kecil didoktrin terus-menerus, tidak dibebaskan untuk bertanya secara kritis. Contoh yang pernah terjadi adalah – dulu – kasus Dimas Kanjeng, yang mampu menggandakan uang - dipercayai oleh seseorang yang berpendidikan PhD, pastilah karena sejak kecil beliau itu dijejali oleh keyakinan dengan pemahaman yang salah, salah tapi tidak boleh dibantah. Kini sudah tiba saatnya anak-anak itu dibebaskan untuk bertanya apapun, dan jawablah sesuai kitab tapi yang logis - agar jika terjadi diskusi – maka diskusinya baik, bebas tapi damai. Mengamalkan ajaran agama apapun yang dipercayainya - yang diakui oleh negara itu - sangat diperbolehkan, yang tidak boleh adalah jika amalannya itu menyakiti dan atau memojokkan orang lain atau menyakiti hati orang yang berbeda keyakinan. Keyakinan yang berbeda itu dapat terjadi karena masing-masing orang itu memiliki jodohnya masing-masing yang bisa saja berbeda.

Demikianlah tulisan ini, semoga bermanfaat. 


Diskusi Menarik (3)


Diskusi atau penyampaian pemahaman dalam video ini dimulai dengan pernyampaian si A sebagai berikut : SEMUA BENDA DAN SEGALA SESUATU PASTI ADA ORANG YANG MENCIPTAKAN ATAU MEMBUATNYA. DEMIKIAN JUGA ALAM SEMESTA YANG AGUNG DAN MULIA ITU JUGA PASTI ADA "PENCIPTANYA", YAITU TUHAN ALLAH YANG "MAHA KUASA", YANG TANPA "AWAL DAN AKHIR " DAN EKSISTENSINYA "DARI KEKAL SAMPAI KEKAL" KEBENARAN INI SANGAT JELAS TERTULIS DIDALAM ALKITAB YANG DIILHAMKAN / DIWAHYUKAN OLEH ALLAH SENDIRI. DAN "KEPASTIAN KESELAMATAN" BAGI SEMUA ORANG YANG BERIMAN KEPADA TUHAN ALLAH YESUS KRISTUS ITU JUGA DIJANJIKAN DAN DIJAMIN OLEH DIA. TERJADI ATAU BERAWALNYA ALAM SEMESTA JUGA SANGAT JELAS TERCANTUM DIDALAM ALKITAB YAITU DICIPTAKAN OLEH TUHAN ALLAH DAN AKAN DIMUSNAHKAN OLEH TUHAN JUGA PADA HARI KIAMAT - YAITU PADA WAKTU KEDATANGAN TUHAN YESUS KELAK. KARENA ITU - SEMOGA SEMUA ORANG BISA DENGAN RENDAH HATI UNTUK PERCAYA DAN BERIBADAH KEPADA DIA - TUHAN YANG MAHA KUASA - MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG - MAHA ADIL DAN MAHA HIDUP ITU - SUPAYA BISA SUNGGUH- SUNGGUH MEMPEROLEH KESELAMATAN, PENGHARAPAN, KEBAHAGIAAN DAN HIDUP KEKAL YANG DIJANJIKAN DAN DIJAMIN OLEH TUHAN ALLAH YESUS KRISTUS ITU.

Kemudian si B menyampaikan pandangannya pula sebagai berikut : Anda menyampaikan pemahaman Anda dengan huruf kapital, tidak apa-apa, saya anggap itu untuk memudahkan saja karena tidak harus pindah-pindah huruf kecil dan besar. Saya tidak sependapat dengan pemahaman Anda. Sebenarnya saya bisa mengabaikan pemahaman Anda itu dan melupakannya. Tapi baiklah mungkin ada baiknya juga kita sedikit memberikan pandangan masing-masing dan mungkin teman lain juga tertarik dengan diskusi ini. Saya sangat menghormati keyakinan Anda, silahkan dijalani & semoga Anda berbahagia.

Agama itu banyak, demikian juga Kitab Suci itu banyak. Masing-masing orang punya jodohnya masing-masing. Punya pilihan - mau memilih agama yang mana untuk dipeluk, toh sudah diakui oleh negara 6 agama. Yang penting mereka mampu bersosialisasi dengan baik dengan yang beragama lain. Mampu berbuat baik, mampu saling membantu jika yang lain mengalami kesulitan dan lain sebagainya. Jika kita tidak bersaudara dalam iman – kita tetap bersaudara dalam kemanusiaan.

Setiap benda ada yang menciptakan, pada banyak contoh OK. Alam semesta yang terdiri dari milyaran galaksi – jadi berapa banyak tatasurya dan berapa banyak planet dan bumi? Kita hanya berada dalam satu bumi yang dapat diibaratkan setitik debu, masih banyak sekali bumi yang lain. Kalau Alam Semesta yang tanpa batas ini diciptakan - lalu pertanyaannya siapa yang menciptakan si pencipta? Kalau sang pencipta itu tanpa awal tanpa akhir - saya lebih sependapat jika Alam Semesta yang tanpa batas ini adalah juga tanpa awal dan tanpa akhir - meskipun selalu bergerak dan selalu berubah sesuai dengan hukumnya - yaitu Hukum Alam. Alam semesta ini ada - terjadinya bukan karena hanya satu sebab - melainkan karena banyak sekali sebab dan juga karena kondisi yang mendukung. Kalau kondisinya tidak mendukung - sesuatu itu tidak bisa terjadi. Contoh : kalau Anda memanen padi itu harus ada yang menanam padi, harus ada tanah, harus ada pengairan, harus ada cuaca atau iklim yang baik, tidak diserang tikus, harus ada yang merawat, yang merawat harus punya tenaga, punya kemauan, harus makan dan minum dan lain sebagainya. Jadi tidak ada Causa Prima - artinya tidak ada sebab yang tunggal, banyak sebabnya hingga sesuatu itu terjadi. Tidak terlalu penting buat saya Alam Semesta itu diciptakan atau tidak, sebab-sebabnya apa dengan kondisi yang bagaimana sehingga Alam Semesta itu ada, dan lain sebagainya - tidak penting buat saya. Yang terpenting adalah menyikapi dengan baik dan benar berlakunya Hukum Alam, kalau mau disebut Hukum Tuhan juga boleh. Dimana salah satu dari Hukum Alam itu adalah Hukum Sebab-Akibat, Hukum Tabur-Tuai atau Hukum Karma yang sebaiknya disikapi dengan baik dan benar supaya selamat di dunia dan selamat setelah meninggal dunia.

Saya tidak sependapat kalau Tuhan itu mempunyai hajat menciptakan Alam Semesta, dan memusnahkannya kembali pada hari kiamat. Untuk apa Tuhan memiliki hajat seperti itu? Supaya memiliki pekerjaan? Tuhan menginginkan manusia untuk beribadah kepadaNya, Tuhan kok memiliki keinginan yang remeh-temeh begitu? Maha penyayang ; mengapa ada orang bisa masuk Neraka? Apalagi kalau masuk nerakanya kekal itu kan sadis - tidak berperikemanusiaan. Dengan maha kasih, maha tahu, maha kuasa - bukakah beliau bisa menyelamatkan seluruh umat manusia masuk ke Surga? Katanya Tuhan menjamin, lalu dimana jaminannya? Tuhan tidak seperti itu, seperti manusia saja sifatnya. Dan menciptakan produk gagal karena ada yang masuk neraka. Kalau masuk neraka karena tidak menuruti perintah, kenapa Tuhan bermain gambling begitu? Bukankah beliau maha tahu? Hukum Alam itu maha kuasa juga, siapa yang bisa mengubah Hukum Alam yang salah satunya adalah Hukum Tabur-Tuai, Hukum Sebab-Akibat atau Hukum Karma yang maha adil itu? Supaya kita selamat di dunia dan selamat di alam berikutnya setelah meninggal dunia - maka kita harus menyikapi dengan baik dan benar berlakunya Hukum Karma atau Hukum Tuhan juga boleh - itu saja....

Sekali lagi saya menghormati keyakinan Anda dan juga keyakinan agama lain yang diakui di Indonesia. Masing-masing orang mempunyai jodoh agama masing-masing, silahkan dianut dan diamalkan dengan baik. Diskusi atau penyampaian pandangan ini supaya kita mampu memiliki toleransi, memaklumi keyakinan lain, dan juga kita bisa memiliki pengetahuan yang luas, itu saja... Mari kita semua hidup rukun, saling menghormati, bantu-membantu satu sama lain. Berbeda-beda itu indah. Indonesia bisa bersahabat dengan negara manapun karena Indonesia memiliki warna dan potensi yang lengkap.

Si C menimpali kedua pandangan tadi sebagai berikut :

Betul saya setuju dengan argumen ibu. Kalau memang Tuhan itu maha penyayang seperti yang disampaikan oleh bapak A itu, coba terangkan kenapa masih banyak orang menderita. Katanya penyayang dan tidak pilih kasih - kenyataannya di dunia seperti apa? Kalau memang Tuhan Yesus bisa membantu ; mengapa masih ada orang yang menderita. Jadi kesimpulannya kita hidup di dunia jangan saling merasa hebat dalam agama yang dianut. Ibarat kita beli mobil, saya suka-nya mobil Pajero, tapi orang lain tidak suka, suka-nya Fortuner, jadi masing-masing orang mempunyai kecocokan masing-masing dalam memilih agama. Tidak saling merasa hebat dan benar. Tolong Anda renungkan.

Si A tetap menyampaikan pandangannya sendiri dengan tetap mempergunakan huruf kapital sebagai berikut : PADA WAKTU TUHAN ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA DAN LAIN LAIN, SEBENARNYA SEMUANYA BAIK-BAIK DAN "TANPA CACAT CELA" APAPUN. NAMUN SAYANG SEKALI MEREKA ITU TIDAK TAHU BERSYUKUR - MALAHAN MELANGGAR PERINTAH TUHAN DAN BERDOSA KEPADA TUHAN - ITULAH ASAL MULA KEJATUHAN MANUSIA YANG MENGAKIBATKAN BANYAK CACAT CELA DAN HAL HAL YANG NEGATIF. BAHKAN KESUSAHAN, KEJAHATAN DAN KEMATIAN BAGI UMAT MANUSIA. DAN BUKAN KARENA TUHAN YANG MENGINGINKAN SEMUA HAL ITU TERJADI.

Si B menanggapi demikian : OK saya rasa sudah jelas pemikiran dan pemahaman kita masing-masing. Silahkan saudara A teguh dengan keyakinan yang dipilih dan silahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari saudara yang disertai dengan banyak berbuat baik, tidak serakah dan tidak membenci. Semoga saudara A memperoleh keselamtan, kebahagaiaan dan hidup kekal yang dijanjikan dan dijamin oleh Tuhan Yesus.

Kemudian dengan mantapnya si A melanjutkan tanggapannya sebagai berikut : TERIMA KASIH ATAS UCAPAN BERKAT YANG ANDA SAMPAIKAN KEPADA SAYA! SEMOGA ANDA JUGA DIBERIKAN OLEH TUHAN YESUS KESELAMATAN, DAMAI, KEBAHAGIAAN DAN HIDUP KEKAL YANG MULIA KELAK DIDALAM SORGA! SANGAT SENANG BERTEMAN DAN BERDISKUSI DENGAN ANDA SEORANG INTELEKTUAL DAN BERPENGETAHUAN SECARA LOGIS DAN RASIONIL TENTANG HAL-HAL YANG MUNGKIN BISA BERMANFAAT JUGA BAGI TEMAN TEMAN YANG LAIN SEPERTI YANG ANDA KATAKAN DALAM KOMENTAR TADI!

Si B maklum dengan pemikiran dan pemahaman si A dengan tidak melanjutkan diskusi. Diskusi selesai...

Demikianlah catatan diskusi yang berjudul : Diskusi Menarik (3) ini - Semoga bermanfaat.


Diskusi Menarik (2)

Badu memulai pembicaraan dengan menyampaikan sabda Tuhan Yesus yang tertulis dalam Matius 18 ayat 2 sebagai berikut : Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitu Aku ada di tengah-tengah mereka. Kemudian Badu melanjutkan perkataannya sebagai berikut : kita yakin Tuhan Yesus menginginkan banyak orang berkumpul atau beribadah kepada Dia dalam namaNya dan jiwa yang diselamatkan bisa makin bertambah di dalam Gereja! Namun biarpun sedikit orang di dalam Gereja yang berkumpul – tetapi yang penting ialah jemaat bisa dengan sungguh-sungguh – dan dengan segenap hati percaya – bersandar dan mengasihi Tuhan, maka Tuhan juga akan berkenan dan memberkati. Tentu jemaat juga harus lebih rajin dan semangat mengabarkan Injil.

Polan menjawab : Bukankah Tuhan Yesus itu maha kuasa yg berarti segala sesuatu is OK, No Problem buat Tuhan, dan juga Tuhan maha kasih bukan? Tapi mengapa pula untuk menyelamatkan manusia menurut pemahaman Anda Tuhan Yesus mensyaratkan manusia harus berkumpul dan beribadah di dalam namaNya? - bersandar dan mengasihi Tuhan? Ooo... Tuhan punya hajat / memiliki keinginan yang remeh-temeh? Saya ulangi : maha kasih tapi memiliki syarat - dimana untuk bisa selamat manusia harus berkumpul beribadah atas namaNya, bersandar dan mengasihi Tuhan. Bukankah Tuhan maha kuasa, artinya apapun yang beliau inginkan langsung bisa terwujud, termasuk untuk menyelamatkan manusia - ya selamatkan saja tidak usah pakai syarat - memiliki keinginan - mempermainkan hingga menyiksa manusia ciptaanya sendiri? Itu kesimpulan dari pemahaman Anda - saya tidak menganggap Tuhan seperti itu. Menurut Anda Tuhan itu mirip manusia? - punya hajat dan punya iseng. Dimana Tuhan akan memberkati manusia dengan syarat dikasihi - seperti orang dagang saja. Saya rasa Anda salah dalam mempersepsikan Tuhan, bisa berdosa mempersepsikan Tuhan seperti manusia! Akan lebih fair kalau Tuhan itu adalah yang mutlak, sehingga kita ini yang tidak mutlak bisa menjadi mutlak juga (abadi) dengan syarat bisa menghancur-leburkan hawa nafsu tanpa sisa. Pemahaman Matius 18 ayat 12 Anda itu barangkali salah... bukan secara harafiah begitu pemahamannya... Maaf ya brother kalau komentar saya ini tidak menyenangkan Anda, saya hanya ingin berkomentar tidak ada maksud lain...

Badu berkata lagi : Betul, Matius 18 ayat 12 bukan tafsir secara harafiah, jawabnya bisa dihubungkan dengan Matius 18 ayat 11 : karena anak manusia yaitu Yesus Kristus datang untuk menyelamatkan umat manusia yang hilang. Semoga Anda juga bisa diselamatkan dan diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus!

Polan berkata : OK jika demikian itu tanggapan Anda - saya menghargainya, semoga Anda senantiasa berbahagia dan mampu banyak berbuat kebajikan.

Demikianlah Diskusi Menarik ini - Semoga bermanfaat 

Diskusi Menarik (1)


Badu memulai pembicaraan dengan mengutip surat Amsal nomor 22 ayat 2 yang bunyinya sebagai berikut : “Orang kaya dan orang miskin bertemu di dunia ini, dan mereka dijadikan oleh Tuhan”.

Oleh karena itu, orang kaya tidak boleh sombong, tetapi harus dengan rendah hati bersyukur dan menyembah Tuhan, karena Tuhan memiliki otoritas untuk memberi penghargaan dan mengambil kembali!

Tetapi jika Anda menjadi miskin, jangan salahkan orang lain. Jika Anda memiliki makanan dan pakaian, Anda harus puas. Kedamaian dan kesehatan adalah berkat. Ini juga merupakan anugerah dan berkat yang diberikan oleh Tuhan. Anda harus bersyukur kepada Tuhan dan percaya kepada-Nya!

 

Polan berkomentar : Mengapa Tuhan tidak adil? Jika saya punya pilihan, saya akan memilih untuk dilahirkan dalam keluarga kaya.

 

Badu menanggapi : Bukan Tuhan yang tidak adil! Mungkin banyak orang seperti Anda akan memilih untuk lahir di keluarga kaya, tetapi fakta memberitahu kita bahwa banyak orang kaya sebenarnya gelisah, tidak bahagia, kosong, tidak puas dan terganggu! Seperti kata pepatah: "Hati manusia tidak cukup, ular menelan gajah." Karena itu, "Aman dan sehat adalah berkah", kaya atau tidak bukan yang terpenting. Lebih penting lagi, ketika kita masih hidup, kita dapat percaya kepada Kristus, sehingga kita memiliki "pengharapan di kehidupan ini dan harapan di kehidupan selanjutnya" dan dapat memperoleh kehidupan kekal dan kebahagiaan yang Tuhan berikan kepada kita di surga. Hidup ini adalah yang paling berarti dan berharga!

 

Polan berkomentar : Saya tidak bisa menerima argumen anda. Yang anda sampaikan itu adalah jika semuanya sudah terjadi, dimana kita sudah dilahirkan kemudian menjadi seperti kita yang sekarang ini. Yang menjadi pertanyaan saya itu adalah pertanyaan yang selalu muncul dalam benak orang banyak, dan pasti selalu muncul - sebelum jawaban yang sulit untuk dibantah diterima oleh yang bersangkutan. Yang dipertanyakan adalah sebelum semuanya terjadi. Alasan apa yang melatar belakangi mengapa kita ini ada yang dilahirkan dalam keluarga kaya, dalam keluarga miskin, lahir dalam kondisi jasmani yang baik, wajah cantik, ganteng, berkulit putih, berkulit hitam, terlahir dengan kondisi cacat, dan lain sebagainya. Pasti ada alasan yang benar yang sulit untuk disanggah. Kalau hal tersebut merupakan kehendak Tuhan harus ada keadilan disana, bukan tanpa sebab, bukan tanpa alasan yang tidak bisa diterima oleh akal yang baik. Mohon maaf saya meyakini kebenaran Hukum Sebab-Akibat. Ada baiknya anda juga mempelajari keyakinan yang lain, keyakinan atas "kesunyataan" yang ada. Tanggapan anda diatas sudah saya duga seperti itu.

Orang kaya yang gelisah, tidak bahagia, kosong, tidak puas dan terganggu – itu adalah orang kaya yang belum piawai bagaimana mengelola pikiran / batinnya secara benar. Dia harus belajar tentang “Dhamma” atau hukum alam yang berlaku dan bagaimana cara menyikapinya dengan baik dan benar. Kaya atau tidak memang bukan yang terpenting, akan tetapi jika memiliki pilihan – pilihlah menjadi orang kaya karena akan lebih mudah berbuat bajik – contoh : banyak-banyaklah berdana kepada orang yang membutuhkan bantuan, misalnya memberi uang kepada orang miskin – supaya di kehidupan berikutnya lebih baik lagi karena hukum sebab-akibat itu nyata. Saya sependapat dengan pernyataan Anda bahwa hidup ini adalah yang paling berarti dan berharga, tepatnya hidup sebagai manusia adalah yang paling berharga dibanding misalnya hidup sebagai binatang ataupun sebagai setan.

 

Badu menanggapai : Maaf, ijinkan saya untuk merespon sekedar hal yang saya rasa penting untuk anda mengerti. Mengenai "perbedaan-perbedaan" yang terjadi dalam kondisi kelahiran, kehidupan, pengalaman dan sebagainya bagi manusia didalam dunia ini, menurut catatan Alkitab, pada mulanya ketika Tuhan Allah menciptakan alam semesta dan segala isinya semuanya itu memang baik adanya, dan manusia pertama yaitu suami isteri Adam dan Hawa sebenarnya juga adalah manusia yang tanpa dosa, tanpa cacat cela apapun dan bisa menikmati hidup yang penuh kebahagiaan dan kemuliaan, tanpa kekurangan dan kesusahan apapun didalam Taman Eden yang Tuhan tempatkan mereka disana! Namun sangatlah sayang, karena kemudian mereka melanggar perintah Tuhan Allah dan berdosa kepada Tuhan, maka itulah "sebabnya yang mengakibatkan" mereka, termasuk semua keturunannya kehilangan keadaan semula yang sangat bernilai itu, sehingga akhirnya harus lahir, hidup serta mengalami berbagai masalah, kekurangan, cacat dan tercela, kesusahan, penderitaan bahkan kematian! Tetapi syukur kepada Tuhan yang tetap mengasihi manusia, sehingga turunlah Yesus Kristus dari sorga dan rela menderita dan mati diatas kayu, supaya manusia yang mau percaya dan menerima keselamatan-Nya itu masih diberikan kesempatan untuk mendapatkan keselamatan, hidup yang damai, bahagia, penuh pengharapan, kebahagiaan dan hidup yang kekal disorga kelak! Itulah sekedar respon saya terhadap argumen yang anda sampaikan, mudah mudahan bisa bermanfaat bagi anda dan diberkati oleh Tuhan!

 

Polan berkomentar : Taman Eden itu posisinya dimana? Dan saya tidak sependapat kalau orang tua yang melanggar perintah Tuhan Allah dan berdosa kepada Tuhan, maka anak-anaknya apalagi semua keturunannya harus lahir, dan hidup dengan berbagai masalah, seperti kekurangan, cacat cela, kesusahan, dan penderitaan? Kalau yang berdosa adalah orang tua – mengapa pula keturunannya harus terseret ikut menderita? Itu tidak adil. Karena hukum alam yang salah satunya adalah hukum sebab & akibat itu murni - bekerja secara adil. OK - untuk sementara saya cukupkan sampai disini dulu. Ketahuilah bahwa sekarang ini hampir semua persoalan ataupun pertanyaan dapat ditemukan solusi dan jawabannya yang benar di media-media yang ada, yang sudah tersedia banyak sekali. Tapi harus ingat jangan kita lupa menggunakan akal sehat kita - supaya tidak salah mengerti dan tidak terprovokasi oleh berita-berita atau jawaban yang salah yang masih bisa dibantah.

 

Demikianlah Diskusi Menarik (1) ini - Semoga bermanfaat.

Kamis, 22 September 2022

Dimanakah Sang Buddha?

Tulisan ini disunting dari Ven. K. Sri Dhammananda.

Ke manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual, karena mereka berpikir mengenai hidup dengan cara pandang duniawi, suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. Beliau telah mati dan menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang sudah mati? Tetapi kita memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthà deva-manussànang, guru para dewa dan manusia. Sewaktu Sang Buddha masih hidup, kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka dapat mendatangi Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatnya. Para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya.

Menurut ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi manusia untuk mengembangkan pikiran dan pemahamannya. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang, mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja. Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka mulai berpikir pastilah ada suatu sosok yang menciptakan dan memelihara alam dimaksud. Untuk membantu yang lain memahami konsep tersebut, mereka mengubah energi menjadi suatu bentuk untuk mewakili secara fisik berupa patung-patung dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan tersebut begitu penting untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk, untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik. Mereka memiliki rasa takut, khawatir, curiga, ketidakamanan, sehingga membutuhkan suatu sosok untuk bergantung dan melindunginya.

Demikianlah mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang tinggal di surga dan abadi. Hal itu memuaskan kehausan mereka akan kehidupan kekal. Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan. Ketika kita menganalisa kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai anak Tuhan atau pembawa pesan, melainkan sebagai guru agama yang tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau adalah seorang individu yang bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan kehidupan setelah kehidupan, dan menanam semua kualitas, kebajikan dan kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik; beliau mencapai pencerahan yang merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja.

Orang-orang bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan? Umat Buddha mempertahankan bahwa setiap individu dapat mengembangkan pikiran untuk memahami segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti manusia. Arti dari kata “mana” adalah pikiran. Oleh karena itu “manussa” adalah manusia yang dapat membangun dan mengembangkan pikirannya menuju ke kesempurnaan. Selain manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup yang lain di alam semesta ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas untuk mencapai pencerahan. Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Buddha bukanlah Tuhan, kita tidak perlu juga membuktikan bahwa beliau adalah Tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan konsep pencerahan.

Suatu hari, seorang pendeta Kristiani bersama dengan pengikutnya datang menemui saya (Ven. K. Sri Dhammananda) untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya, “Sebenarnya dapatkah anda mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha percayai?” Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya, bahwa umat Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What Buddhists Believe” dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku itu, untuk anda membacanya, untuk melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya mengatakan kepadanya, Sang Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu, Sang Buddha telah menasehati kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada mempercayai, seseorang seharusnya berlatih pariyatti, patipatti dan pativedha.

Ada tiga cara untuk berlatih. Sang Buddha mengatakan, bahwa kita harus mencoba untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun yang tidak dapat kita pahami. Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur Delapan”, hal yang pertama adalah Sammàditthi atau pemahaman benar. Sang Buddha memulai misinya dengan meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan pengertian, bukan iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan pemahaman. Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar, memahami, dan berlatih. Inilah jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Dalam memperkenalkan agama; Sang Buddha tidak meminta kita untuk percaya apapun, tetapi untuk belajar, memahami, berlatih, dan mengalami hasilnya.

Sebagai contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur. Ketika anda telah melakukannya maka setelah itu setiap orang menghormati anda karena mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati anda. Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman anda sendiri. Anda dapat melakukan test atas hasil latihan anda. Anda memahami mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar, anda tidak mengikuti perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan akal sehat untuk memahami. Pemahaman dan pengalaman pribadi kita cukup untuk memahami mengapa sesuatu itu salah atau benar. Sang Buddha menasihati kita untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami mengapa hal ini buruk, karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah perasaan anda? Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah dari Tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana ini. Guru-guru agama itu muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah kita lalaikan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup untuk mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.

Sang Buddha menasehati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang beralasan. Kita memiliki akal sehat, tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal. Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikiran seluas pikiran manusia. Karena itulah maka hanya manusia yang dapat menjadi Buddha. Dengan mengembangkan pikiran, manusia dapat mencapai pencerahan.

Sang Buddha mengatakan kepada kita agar bertindak sesuai dengan pengalaman. Kemudian kita mengetahui hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang “Buddhang Saranang Gacchàmi” yang artinya : Saya berlindung kepada Buddha. Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasehati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut. Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat yang lain? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian. Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata, “ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, yang artinya : “inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir. ” Aku telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, dari kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang manusia alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia senantiasa puas dengan kehidupan ini. Semua orang pernah mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin.

Dengan memahami kondisi itu Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir. Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin. Oleh karena itu jika kita tidak mau menderita, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan atau keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.

Kita jengkel dengan penderitaan, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah, perang dan kehancuran. Berbeda dengan hewan, mereka tidak menciptakan masalah untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka menangkap dan memakan makhluk hidup lain untuk menghilangkan rasa lapar mereka dan kemudian pergi tidur. Tetapi manusia tidak puas tanpa haus terhadap banyak hal. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia. Kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar.

Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya dan bijaksana. Sebelum Sang Buddha mangkat, banyak orang menyerahkan bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan bunga-bunga dan pemujaan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.

Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan oleh beliau. Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan. Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun setelah Sang Buddha parinibbàna tidak ada satu pun rupang yaitu patung atau gambar Sang Buddha - karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan rupang dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan rupang Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk-bentuk rupang Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.

Penganut beberapa agama lain mengutuk umat Buddha sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha pahami. Untuk menjelaskan mengenai rupang Buddha, dapatlah kita ikuti kisah berikut ini : Tiga ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah ribuan orang berkumpul. Màra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius. Màra tidak saja diidentikkan sebagai makhluk jahat tetapi juga kilesa, waktu dan kematian yang membelenggu, yang dapat menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Màra tersebut mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihàra. Kemudian para pendengar ceramah bhikkhu Upagutha perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Mara hingga akhirnya tak seorang pun yang mendengarkan ceramah Upagutha.

Upagutha memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Màra, ia pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Màra sangat bangga. Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Màra merasa kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka berusaha sekuat tenaga tetapi ia tidak bisa melepaskannya. Kemudian Màra pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu. Brahma mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil. Kemudian Brahma mengatakan kepada Màra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Màra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Màra setuju. “Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha dan dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.” Kemudia Màra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Yang Mulia Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Màra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Yang Mulia Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Màra berteriak, “Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Màra tetapi menghormati Sang Buddha.”

Hal tersebut adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rupang Buddha. Anda juga dapat menggunakan rupang Buddha sebagai objek meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala, tetapi anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Itu adalah simbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia juga dapat dipahami melalui salah satu peristiwa berikut ini.

Mr. Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki rupang kecil Buddha di dalam sakunya. Ia mengeluarkan rupang itu dan menaruhnya di atas meja dan memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum, mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”

Namun rupang bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran Sang Buddha tanpa rupang apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki rupang. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari rupang tetapi kita memuja, kita memberi penghormatan kepada sosok seorang manusia spiritual agung.

Ada pula peristiwa yang lain sebagai berikut : salah satu umat Buddha telah menyimpan rupang Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah 45 tahun ia telah menyembah rupang itu tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha. Mereka mengikuti tradisi, memuja, berdoa, melakukan persembahan, dan chanting tetapi mereka tidak memahami ajaran Sang Buddha.

Dari 2 peristiwa tadi, sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan rupang Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik bukanlah Sang Buddha.

Terkait dengan topik. Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Lihatlah perilaku lazim berikut ini :

1.         Kita memiliki listrik yang ditemukan oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya? Tugas kita adalah menggunakan listrik itu.

2.         Mereka yang menemukan energi atom, energi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pembangunan atau penghancuran. Tugas kita adalah menggunakan energi atom untuk tujuan yang baik. Tidaklah perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi atom.

3.         Manusia telah menemukan komputer dan televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan hal-hal mendetail lainnya dari mereka, tugas kita adalah menggunakannya.

Dengan cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar, tersedia, dan efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha. Sang Buddha juga tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam surga atau ke neraka. Sang Buddha memberitahu kita apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dilakukan untuk mencapai keselamatan, itulah satu-satunya yang Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas kita adalah berlatih apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain, oleh Buddha, oleh dewa atau oleh tuhan. Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan, atas semua kesalahan yang telah dilakukannya dapatkah tuhan menghapus kesalahan-kesalahannya?

Sebagai perumpamaan mungkin anda adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi, dan anda tahu hal ini adalah salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa kepada tuhan dan memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan keburukan dalam pikiran anda, apakah anda pikir tuhan manapun dapat melakukannya? Anda boleh pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan keburukan anda.  Tapi Sang Buddha tidak dapat menyingkirkan keburukan anda yang bertemperamen sangat tinggi. Sang Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan kemarahan anda dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari, “Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah, menyakiti dan mengganggu orang lain. Kita harus berusaha mengurangi rasa marah dengan kekuatan batin kita dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus kesalahan yang kita buat, kita sendirilah yang dapat melakukannya. Ada nasihat yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Siapapun yang telah melakukan perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan berdoa kepada tuhan atau kepada Buddha. Ketika mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan perbuatan buruk lagi. Mereka harus memiliki tekad yang kuat dalam pikiran untuk menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika kita mengembangkan perbuatan bajik, dampak dari kamma buruk yang kita perbuat sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.

Contoh mengenai kamma buruk dan kamma baik itu adalah kisah  tentang Angulimàla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimàla ingin membunuh Sang Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk membunuh seribu orang, sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha dan ia berusaha untuk menangkapnya. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang ini, sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Sang Buddha berjalan secara normal dan membiarkan Angulimàla untuk lari mengejar. Meskipun Angulimàla telah berlari hampir 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha. Kemudian Angulimàla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada Angulimàla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.” Angulimàla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti, saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimàla berkata, “Saya tidak dapat memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau berlari dalam saüsàra.” Lalu Angulimàla mengetahui bahwa ia bersalah dan memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai bermeditasi. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai Nibbana. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya. Ia mengembangkan kamma baik sehingga kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi dampak dari kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.

Kembali ke topik, Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian dari alam semesta dalam wujud fisik. Apakah itu artinya ketidakadaan? Yang lebih tepat adalah akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbana atau pembebasan. Tidak benar juga jika kita mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita untuk mengalami kedamaian dan kepuasan dalam kehidupan. Sebagai contoh seorang dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah kita sembuh dari penyakit dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita. Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita sebagai dasar bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.

Tidak ada satupun yang eksis di bagian alam semesta manapun yang tanpa mengalami perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah perpaduan dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsur-unsur atau kekuatan batin dan kekuatan kamma untuk tetap selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita. Jika tidak, maka kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin, ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan penderitaan kita hanya dengan berdoa, menyembah kepada siapa saja, tetapi dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya, kita akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.

Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbana maka mereka berpikir bahwa Nibbana itu adalah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu tempat, Nibbana merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbana atau tujuan akhir dalam hidup. Atas pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” Maka jawaban terbaiknya adalah bahwa Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi. 

Demikianlah uraian ini, semoga bermanfaat.