Bhayabherava Sutta - menceritakan mengenai seorang brahmana bernama Janussoni yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sang Buddha ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Jawaban-jawaban dan penjelasan Sang Buddha dalam Sutta tersebut adalah sebagai berikut :
“Begitulah, Brahmana, begitulah. Ketika para anggota keluarga
meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah karena
berkeyakinan padaKu, mereka menjadikan Aku sebagai pemimpin mereka, penolong
mereka, dan penuntun mereka. Dan mereka mengikuti teladanKu.”
Tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan
adalah sulit ditahankan, keterasingan adalah sulit dilatih, dan adalah sulit
untuk menikmati kesunyian. Seseorang akan berpikir hutan pasti akan merampas
pikiran seorang bhikkhu, jika ia tidak memiliki konsentrasi.
Para petapa atau brahmana yang tidak murni dalam ucapan, tidak murni
dalam pikiran, tidak murni dalam penghidupan - mendatangi tempat tinggal di
dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan - karena cacat dari
ketidak-murnian perbuatan jasmani mereka - para petapa dan brahmana yang baik
itu memunculkan kekhawatiran dan ketakutan yang tidak bermanfaat. Aku
mendatangi tempat tinggal di dalam rimba – aku memiliki perbuatan jasmani dan
penghidupan yang murni, aku datang sebagai satu di antara para mulia dengan
penghidupan yang murni.’ Melihat kemurnian penghidupan, kemurnian perbuatan
jasmani – aku menemukan penghiburan besar dalam menetap di hutan.
Para petapa atau brahmana tamak dan penuh nafsu, memiliki pikiran
bermusuhan dan kehendak membenci, dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan,
dikuasai oleh kegelisahan dan pikiran yang tidak tenang, bimbang dan ragu,
memuji diri sendiri dan menghina orang lain, tunduk pada ketakutan dan teror,
menginginkan perolehan, penghormatan, dan kemasyhuran, malas dan kurang gigih,
tanpa perhatian dan tidak waspada, tidak terkonsentrasi dan pikirannya
mengembara - aku tidak tamak, aku memiliki pikiran cinta kasih, aku adalah
tanpa kelambanan dan ketumpulan, aku memiliki pikiran yang tenang, aku telah melampaui
keraguan, aku tidak memuji diri sendiri dan tidak menghina orang lain, aku
bebas dari kegentaran, aku memiliki sedikit keinginan, aku bersemangat, aku
kokoh dalam perhatian, aku memiliki konsentrasi.
Para petapa atau brahmana tanpa kebijaksanaan, pembual, mendatangi tempat
tinggal di dalam rimba belantara terpencil di dalam hutan, karena cacat dari
ketiadaan kebijaksanaan dan pengucap omong kosong, para petapa dan brahmana
yang baik ini akan memunculkan kekhawatiran dan ketakutan yang tidak bermanfaat.
Aku mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam
hutan dengan kebijaksanaan, tidak sebagai seorang pengucap omong kosong. Aku
mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam
hutan sebagai satu di antara para mulia yang memiliki kebijaksanaan.’ Melihat
kebijaksanaan ini dalam diriKu, Aku menemukan penghiburan besar dalam menetap
di hutan.
‘Ada malam-malam yang secara khusus sangat baik yaitu malam ke empat
belas, ke lima belas, dan ke delapan dalam dwiminggu. Pada malam-malam yang
sangat baik itu aku berdiam di tempat-tempat keramat, menakutkan seperti
altar-altar di kebun, altar-altar di hutan, dan altar-altar pohon. Dan sewaktu
Aku berdiam di sana, seekor binatang buas akan muncul, atau seekor burung merak
akan mematahkan dahan, atau angin mendesaukan dedaunan. Aku berpikir:
‘Bagaimana sekarang jika kekhawatiran dan ketakutan itu datang?’ Aku berpikir:
‘Mengapa Aku berdiam dengan selalu menanti kekhawatiran dan ketakutan?
Bagaimana jika Aku menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu sambil
mempertahankan postur yang sama dengan ketika hal itu mendatangiKu?
“Sewaktu Aku berjalan, kekhawatiran dan ketakutan mendatangiKu; Aku tidak
berdiri atau duduk atau berbaring hingga Aku telah menaklukkan kekhawatiran dan
ketakutan itu. Ketika Aku berdiri, kekhawatiran dan ketakutan mendatangiKu; Aku
tidak berjalan atau duduk atau berbaring hingga Aku telah menaklukkan
kekhawatiran dan ketakutan itu. Ketika Aku duduk, kekhawatiran dan ketakutan
mendatangiKu; Aku tidak berjalan atau berdiri atau berbaring hingga Aku telah
menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu. Ketika Aku berbaring, kekhawatiran
dan ketakutan mendatangiKu; Aku tidak berjalan atau berdiri atau duduk hingga
Aku telah menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu.
“Terdapat, Brahmana, beberapa petapa dan brahmana yang melihat siang pada
malam hari dan melihat malam pada siang hari. Aku katakan bahwa di pihak mereka
ini adalah kediaman dalam delusi. Tetapi aku melihat malam pada malam hari dan siang
pada siang hari. Sebenarnya, jika dikatakan sehubungan dengan seseorang:
‘Makhluk yang tidak tunduk pada delusi telah muncul di dunia demi kesejahteraan
dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih terhadap dunia, demi kebaikan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia,’ sesungguhnya adalah
sehubungan dengan Aku ucapan benar itu diucapkan.
“Kegigihan tanpa lelah muncul dalam diriKu dan perhatian tanpa kendur
ditegakkan, tubuhku tenang dan tidak terganggu, pikiranku terkonsentrasi dan terpusat.
“Dengan cukup terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari
kondisi-kondisi tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama,
yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan
kenikmatan yang muncul dari keterasingan.
“Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, Aku masuk dan
berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan
pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan
kenikmatan yang muncul dari konsentrasi.
“Dengan meluruhnya sukacita, Aku berdiam dalam keseimbangan, dan penuh
perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, Aku
masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang sehubungan dengannya para mulia
mengatakan: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan
dan penuh perhatian.’
“Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan
sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke
empat, yang memiliki bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan dan kemurnian
perhatian karena keseimbangan.
“Ketika konsentrasi pikiranKu sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas
dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai keadaan
tanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau.
Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran,
tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh
kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran,
seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa
penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa
penyusutan-dan-pengembangan-dunia: ‘Di sana aku bernama itu, dari suku itu,
dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan
kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari
sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu, dari suku
itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman
kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan
meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan
segala aspek dan ciri-cirinya Aku mengingat banyak kehidupan lampau.
“Ini adalah pengetahuan sejati pertama yang dicapai olehKu pada jaga
pertama malam itu. Ketidak-tahuan tersingkir dan pengetahuan sejati muncul,
kegelapan tersingkir dan cahaya muncul, seperti yang terjadi dalam diri seorang
yang berdiam dengan tekun, rajin dan bersungguh-sungguh.
“Ketika konsentrasi pikiranKu sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas
dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai keadaan
tanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran
kembali makhluk-makhluk. Dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia,
Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia,
cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk
berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘Makhluk-makhluk ini yang berperilaku
buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam
pandangan mereka, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka,
ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi
buruk, di alam rendah, dalam kehancuran, bahkan di dalam neraka; tetapi
makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran,
bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar
dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah
muncul kembali di alam yang baik, bahkan di alam surga.’ Demikianlah dengan
mata-dewa yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk
meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya
dan miskin, Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan
perbuatan mereka.
“Ini adalah pengetahuan sejati ke dua yang dicapai olehKu pada jaga ke
dua malam itu. Ketidak-tahuan tersingkir dan pengetahuan sejati muncul,
kegelapan tersingkir dan cahaya muncul, seperti yang terjadi dalam diri seorang
yang berdiam dengan tekun, rajin dan bersungguh-sungguh.
“Ketika konsentrasi pikiranKu sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas
dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai keadaan
tanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Aku
secara langsung mengetahui sebagaimana adanya : ‘Ini adalah penderitaan’; ‘Ini
adalah asal-mula penderitaan’; ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ‘Ini adalah
jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ ‘Ini adalah noda-noda’; ‘Ini adalah
asal-mula noda-noda’; ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda’; ‘Ini adalah jalan
menuju lenyapnya noda-noda.’
“Ketika Aku mengetahui dan melihat demikian, pikiranKu terbebas dari noda
keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda Ketidak-tahuan. Ketika
terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘terbebaskan.’ Aku secara langsung
mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa
yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi
makhluk apapun.’
“Ini adalah pengetahuan sejati ke tiga yang dicapai olehKu pada jaga ke
tiga malam itu. Ketidak-tahuan tersingkir dan pengetahuan sejati muncul,
kegelapan tersingkir dan cahaya muncul, seperti yang terjadi dalam diri seorang
yang berdiam dengan tekun, rajin dan bersungguh-sungguh.
“Sekarang, Brahmana, engkau mungkin berpikir: ‘Mungkin Petapa Gotama
belum terbebas dari nafsu, kebencian, dan delusi bahkan sampai hari ini,
sehingga Beliau masih mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang
terpencil di dalam hutan.’ Tetapi engkau jangan berpikir demikian. Adalah
karena Aku melihat dua manfaat maka Aku masih mendatangi tempat tinggal di
dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan: Aku melihat kediaman yang
menyenangkan bagi diriKu di sini dan saat ini, dan Aku berbelas kasih pada
generasi mendatang.”
Dalam Sutta ini akhirnya brahmana Janussoni mengatakan demikian : “Tentu
saja, adalah karena Guru Gotama adalah seorang yang sempurna, seorang Yang
Tercerahkan Sepenuhnya, maka Beliau berbelas kasih pada generasi mendatang.
Menakjubkan, Guru Gotama! Menakjubkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah
menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik,
mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan pada mereka yang
tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki
penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan
pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama
mengingatku sebagai seorang pengikut awam yang telah menerima perlindungan dari
Beliau seumur hidupku.”
Demikianlah tulisan ini yang menyampaikan Bhayabherava Sutta dalam Majjhima Nikaya 4 yang bertujuan agar lebih mudah dipahami. Semoga bermanfaat.