Translate

Kamis, 22 September 2022

Dimanakah Sang Buddha?

Tulisan ini disunting dari Ven. K. Sri Dhammananda.

Ke manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual, karena mereka berpikir mengenai hidup dengan cara pandang duniawi, suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. Beliau telah mati dan menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang sudah mati? Tetapi kita memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthà deva-manussànang, guru para dewa dan manusia. Sewaktu Sang Buddha masih hidup, kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka dapat mendatangi Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatnya. Para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya.

Menurut ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi manusia untuk mengembangkan pikiran dan pemahamannya. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang, mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja. Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka mulai berpikir pastilah ada suatu sosok yang menciptakan dan memelihara alam dimaksud. Untuk membantu yang lain memahami konsep tersebut, mereka mengubah energi menjadi suatu bentuk untuk mewakili secara fisik berupa patung-patung dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan tersebut begitu penting untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk, untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik. Mereka memiliki rasa takut, khawatir, curiga, ketidakamanan, sehingga membutuhkan suatu sosok untuk bergantung dan melindunginya.

Demikianlah mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang tinggal di surga dan abadi. Hal itu memuaskan kehausan mereka akan kehidupan kekal. Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan. Ketika kita menganalisa kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai anak Tuhan atau pembawa pesan, melainkan sebagai guru agama yang tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau adalah seorang individu yang bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan kehidupan setelah kehidupan, dan menanam semua kualitas, kebajikan dan kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik; beliau mencapai pencerahan yang merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja.

Orang-orang bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan? Umat Buddha mempertahankan bahwa setiap individu dapat mengembangkan pikiran untuk memahami segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti manusia. Arti dari kata “mana” adalah pikiran. Oleh karena itu “manussa” adalah manusia yang dapat membangun dan mengembangkan pikirannya menuju ke kesempurnaan. Selain manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup yang lain di alam semesta ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas untuk mencapai pencerahan. Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Buddha bukanlah Tuhan, kita tidak perlu juga membuktikan bahwa beliau adalah Tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan konsep pencerahan.

Suatu hari, seorang pendeta Kristiani bersama dengan pengikutnya datang menemui saya (Ven. K. Sri Dhammananda) untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya, “Sebenarnya dapatkah anda mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha percayai?” Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya, bahwa umat Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What Buddhists Believe” dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku itu, untuk anda membacanya, untuk melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya mengatakan kepadanya, Sang Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu, Sang Buddha telah menasehati kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada mempercayai, seseorang seharusnya berlatih pariyatti, patipatti dan pativedha.

Ada tiga cara untuk berlatih. Sang Buddha mengatakan, bahwa kita harus mencoba untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun yang tidak dapat kita pahami. Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur Delapan”, hal yang pertama adalah Sammàditthi atau pemahaman benar. Sang Buddha memulai misinya dengan meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan pengertian, bukan iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan pemahaman. Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar, memahami, dan berlatih. Inilah jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Dalam memperkenalkan agama; Sang Buddha tidak meminta kita untuk percaya apapun, tetapi untuk belajar, memahami, berlatih, dan mengalami hasilnya.

Sebagai contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur. Ketika anda telah melakukannya maka setelah itu setiap orang menghormati anda karena mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati anda. Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman anda sendiri. Anda dapat melakukan test atas hasil latihan anda. Anda memahami mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar, anda tidak mengikuti perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan akal sehat untuk memahami. Pemahaman dan pengalaman pribadi kita cukup untuk memahami mengapa sesuatu itu salah atau benar. Sang Buddha menasihati kita untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami mengapa hal ini buruk, karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah perasaan anda? Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah dari Tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana ini. Guru-guru agama itu muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah kita lalaikan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup untuk mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.

Sang Buddha menasehati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang beralasan. Kita memiliki akal sehat, tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal. Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikiran seluas pikiran manusia. Karena itulah maka hanya manusia yang dapat menjadi Buddha. Dengan mengembangkan pikiran, manusia dapat mencapai pencerahan.

Sang Buddha mengatakan kepada kita agar bertindak sesuai dengan pengalaman. Kemudian kita mengetahui hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang “Buddhang Saranang Gacchàmi” yang artinya : Saya berlindung kepada Buddha. Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasehati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut. Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat yang lain? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian. Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata, “ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, yang artinya : “inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir. ” Aku telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, dari kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang manusia alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia senantiasa puas dengan kehidupan ini. Semua orang pernah mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin.

Dengan memahami kondisi itu Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir. Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin. Oleh karena itu jika kita tidak mau menderita, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan atau keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.

Kita jengkel dengan penderitaan, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah, perang dan kehancuran. Berbeda dengan hewan, mereka tidak menciptakan masalah untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka menangkap dan memakan makhluk hidup lain untuk menghilangkan rasa lapar mereka dan kemudian pergi tidur. Tetapi manusia tidak puas tanpa haus terhadap banyak hal. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia. Kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar.

Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya dan bijaksana. Sebelum Sang Buddha mangkat, banyak orang menyerahkan bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan bunga-bunga dan pemujaan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.

Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan oleh beliau. Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan. Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun setelah Sang Buddha parinibbàna tidak ada satu pun rupang yaitu patung atau gambar Sang Buddha - karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan rupang dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan rupang Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk-bentuk rupang Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.

Penganut beberapa agama lain mengutuk umat Buddha sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha pahami. Untuk menjelaskan mengenai rupang Buddha, dapatlah kita ikuti kisah berikut ini : Tiga ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah ribuan orang berkumpul. Màra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius. Màra tidak saja diidentikkan sebagai makhluk jahat tetapi juga kilesa, waktu dan kematian yang membelenggu, yang dapat menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Màra tersebut mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihàra. Kemudian para pendengar ceramah bhikkhu Upagutha perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Mara hingga akhirnya tak seorang pun yang mendengarkan ceramah Upagutha.

Upagutha memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Màra, ia pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Màra sangat bangga. Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Màra merasa kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka berusaha sekuat tenaga tetapi ia tidak bisa melepaskannya. Kemudian Màra pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu. Brahma mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil. Kemudian Brahma mengatakan kepada Màra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Màra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Màra setuju. “Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha dan dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.” Kemudia Màra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Yang Mulia Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Màra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Yang Mulia Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Màra berteriak, “Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Màra tetapi menghormati Sang Buddha.”

Hal tersebut adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rupang Buddha. Anda juga dapat menggunakan rupang Buddha sebagai objek meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala, tetapi anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Itu adalah simbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia juga dapat dipahami melalui salah satu peristiwa berikut ini.

Mr. Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki rupang kecil Buddha di dalam sakunya. Ia mengeluarkan rupang itu dan menaruhnya di atas meja dan memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum, mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”

Namun rupang bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran Sang Buddha tanpa rupang apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki rupang. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari rupang tetapi kita memuja, kita memberi penghormatan kepada sosok seorang manusia spiritual agung.

Ada pula peristiwa yang lain sebagai berikut : salah satu umat Buddha telah menyimpan rupang Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah 45 tahun ia telah menyembah rupang itu tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha. Mereka mengikuti tradisi, memuja, berdoa, melakukan persembahan, dan chanting tetapi mereka tidak memahami ajaran Sang Buddha.

Dari 2 peristiwa tadi, sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan rupang Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik bukanlah Sang Buddha.

Terkait dengan topik. Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Lihatlah perilaku lazim berikut ini :

1.         Kita memiliki listrik yang ditemukan oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya? Tugas kita adalah menggunakan listrik itu.

2.         Mereka yang menemukan energi atom, energi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pembangunan atau penghancuran. Tugas kita adalah menggunakan energi atom untuk tujuan yang baik. Tidaklah perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi atom.

3.         Manusia telah menemukan komputer dan televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan hal-hal mendetail lainnya dari mereka, tugas kita adalah menggunakannya.

Dengan cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar, tersedia, dan efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha. Sang Buddha juga tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam surga atau ke neraka. Sang Buddha memberitahu kita apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dilakukan untuk mencapai keselamatan, itulah satu-satunya yang Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas kita adalah berlatih apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain, oleh Buddha, oleh dewa atau oleh tuhan. Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan, atas semua kesalahan yang telah dilakukannya dapatkah tuhan menghapus kesalahan-kesalahannya?

Sebagai perumpamaan mungkin anda adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi, dan anda tahu hal ini adalah salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa kepada tuhan dan memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan keburukan dalam pikiran anda, apakah anda pikir tuhan manapun dapat melakukannya? Anda boleh pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan keburukan anda.  Tapi Sang Buddha tidak dapat menyingkirkan keburukan anda yang bertemperamen sangat tinggi. Sang Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan kemarahan anda dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari, “Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah, menyakiti dan mengganggu orang lain. Kita harus berusaha mengurangi rasa marah dengan kekuatan batin kita dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus kesalahan yang kita buat, kita sendirilah yang dapat melakukannya. Ada nasihat yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Siapapun yang telah melakukan perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan berdoa kepada tuhan atau kepada Buddha. Ketika mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan perbuatan buruk lagi. Mereka harus memiliki tekad yang kuat dalam pikiran untuk menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika kita mengembangkan perbuatan bajik, dampak dari kamma buruk yang kita perbuat sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.

Contoh mengenai kamma buruk dan kamma baik itu adalah kisah  tentang Angulimàla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimàla ingin membunuh Sang Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk membunuh seribu orang, sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha dan ia berusaha untuk menangkapnya. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang ini, sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Sang Buddha berjalan secara normal dan membiarkan Angulimàla untuk lari mengejar. Meskipun Angulimàla telah berlari hampir 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha. Kemudian Angulimàla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada Angulimàla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.” Angulimàla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti, saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimàla berkata, “Saya tidak dapat memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau berlari dalam saüsàra.” Lalu Angulimàla mengetahui bahwa ia bersalah dan memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai bermeditasi. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai Nibbana. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya. Ia mengembangkan kamma baik sehingga kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi dampak dari kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.

Kembali ke topik, Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian dari alam semesta dalam wujud fisik. Apakah itu artinya ketidakadaan? Yang lebih tepat adalah akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbana atau pembebasan. Tidak benar juga jika kita mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita untuk mengalami kedamaian dan kepuasan dalam kehidupan. Sebagai contoh seorang dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah kita sembuh dari penyakit dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita. Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita sebagai dasar bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.

Tidak ada satupun yang eksis di bagian alam semesta manapun yang tanpa mengalami perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah perpaduan dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsur-unsur atau kekuatan batin dan kekuatan kamma untuk tetap selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita. Jika tidak, maka kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin, ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan penderitaan kita hanya dengan berdoa, menyembah kepada siapa saja, tetapi dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya, kita akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.

Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbana maka mereka berpikir bahwa Nibbana itu adalah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu tempat, Nibbana merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbana atau tujuan akhir dalam hidup. Atas pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” Maka jawaban terbaiknya adalah bahwa Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi. 

Demikianlah uraian ini, semoga bermanfaat.

Senin, 11 Juli 2022

PEMAHAMAN YANG BERBEDA

Tulisan ini memberitahukan adanya pemahaman suatu ajaran yang berbeda yang tidak banyak diketahui oleh orang. Jika anda tidak sependapat dengan pemahaman yang disampaikan berikut ini - maka jadikanlah ini sebagai penambah pengetahuan Anda saja, bahwa ada kaum lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda.

Pengetahuan atau ajaran tersebut bersikap realistis, tidak mempercayai mitos penciptaan, seperti misalnya; alam semesta yang muncul dari telur kosmik, atau semesta yang diciptakan oleh sosok super seorang pria tua dengan jenggot putihnya yang panjang. Apabila dikatakan bahwa pribadi super yang maha kuasa, atau ‘perancang terpandai’ yang menciptakan semesta, maka menimbulkan pertanyaan yang sangat jelas tentang siapa yang kemudian menciptakan atau ‘merancang’ pribadi super tersebut? Dan apabila pribadi super tersebut selalu ada, lalu bukankah lebih dapat dipercayai yang sebaliknya, bahwa semestalah yang selalu ada, dan yang selalu berubah? Terbentuk lalu hancur, kemudian terbentuk lagi dan hancur kembali. Tidak dapat diketahui lagi kapan mulai terbentuknya. Karena saking lamanya. Dapatlah dikatakan bahwa semesta ini tanpa awal dan tanpa akhir – seperti garis lingkaran yang tidak memiliki titik awal dan titik akhir. Sama halnya dengan jagad raya ini yang tidak dapat diketahui batas-batasnya. Oleh karena itu dikatakan tanpa batas. Tidak ada gunanya mengetahui hal-hal tersebut. Spekulatif. Tidak bermanfaat. Tidak membawa kepada pencerahan.

Ajaran yang disebut tadi tidak mengajarkan tentang pribadi super maha kuasa dan maha tahu, dengan alasan apapun mengijinkan ciptaannya sendiri untuk disiksa di neraka selama-lamanya. Apabila pribadi super maha kuasa tersebut mengetahui sebelumnya bahwa banyak dari ciptaannya ditakdirkan terbakar di api neraka selama-lamanya, lalu mengapa masih saja menciptakan begitu banyak penderitaan dan bencana di dunia ini? Yaitu bencana alam dan kecelakaan yang menimbulkan penderitaan, berupa bencana banjir, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan yang meluas, kecelakaan-kecelakaan lalu lintas, kecelakaan penerbangan dan lain-lain. Sulit untuk mempercayai bahwa pribadi super maha tinggi yang penuh cinta kasih dan pemaaf ternyata juga bersikap pencemburu, pendendam, tidak adil, tak kenal ampun, sadis, dan menciptakan banyak bencana. Namun ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini memiliki jawabannya. Ajaran tersebut mengingatkan kita untuk tidak memperhatikan spekulasi-spekulasi seperti pribadi maha kuasa dan sebagainya. Berhubung spekulasi-spekulasi itu pada akhirnya seperti dikatakan tadi - tidak bermanfaat. Seperti cerita tentang seseorang yang terpanah dengan panah beracun, yang tidak ingin mencabut panahnya sebelum dia mengetahui siapa yang menembakkan panah tersebut, mengapa dia dipanah, dan racun jenis apa yang ada di panah tersebut. Sangat berbeda halnya dengan seorang dokter yang paham benar dengan tugasnya yang kemudian mencabut panah beracun tersebut dan mengobati lukanya demi keselamatan jiwa seseorang - dengan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut yang bukan pada waktunya. Cerita tentang seseorang yang terpanah ini menunjukkan kepada kita cara membebaskan diri dari penderitaan dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan spekulatif. Oleh sebab itu, pemahaman atas ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini mengingatkan; kita harus lebih memikirkan dan fokus terhadap apa yang penting, yakni praktek mengindahkan Kesunyataan (Kebenaran) yang tidak spekulatif.

Ajaran yang dimaksud tidak mengancam siapapun dengan hukuman Neraka selama-lamanya. Ancaman tersebut mungkin saja dibutuhkan di jaman kuno untuk menjaga keberadaban manusia, dan juga dilakukan bersamaan dengan janji imbalan Surga. Pendekatan ini juga dilakukan dalam menarik orang-orang untuk bergabung dengan kelompok keyakinan tertentu, dengan ancaman hukuman yang abadi dan pemberian pahala.

Ajaran dimaksud tidak menerima konsep tentang pribadi super pencemburu yang menghukumi ciptaannya sendiri hanya karena mereka memilih keyakinan yang berbeda. Ketahuilah bahwa secara praktis, yaitu kenyataan yang terjadi di dunia ini, bahwa semua bangsa yang beradab menghormati dan menjamin kebebasan berpikir dan praktek agama, seperti yang diabadikan dalam piagam PBB Pasal-18. Dan lebih jauh lagi penyiksaan itu dilarang oleh semua bangsa yang beradab di muka bumi. Jadi bagaimana mungkin pribadi tertentu yang sewajarnya, menciptakan kita semua, bisa jadi kurang beradab? Maka itu, pembawa ajaran yang dimaksud dalam video ini menemukan ancaman siksaan selama-lamanya di neraka cukup sulit untuk dipercaya.

Sebagai contoh, siapakah yang akan mengirimkan atau mengijinkan makhluk lain dibakar dalam api neraka selama-lamanya? Ambillah korek api biasa. Nyalakan di telapak tangan anda. Dapatkah anda menahan rasa sakit hanya untuk beberapa detik saja?  Dapatkah anda menyalakan korek api tersebut di telapak tangan seseorang hanya untuk satu menit saja dan mengamati orang itu berteriak-teriak kesakitan? Dapatkah anda melakukan hal itu pada seseorang untuk selama-lamanya? Kekejaman tersebut di luar bayangan kita.

Lebih jauh lagi, jika dalam kuasa - anda yang bisa menghentikan penderitaan yang amat sangat dan tanpa akhir itu, tidakkah akan anda lakukan? Akankah pribadi sehat dan rasional tidak melakukannya? Tidak akan pernah ada pembenaran untuk kekejaman yang tak kenal ampun untuk alasan dan keadaan apapun yang memungkinkan.

Ajaran yang dimaksud dalam tulisan ini tidak pernah menggunakan ancaman apapun, atau mencoba untuk memaksa siapapun untuk menerimanya. Ajaran tersebut menerima kebebasan berpikir, dan mengenali bahwa tidak semua orang dapat menerima yang dibabarkan, dan orang-orang mengalami kemajuan secara berbeda-beda, dan akan memilih jalur yang berbeda untuk diri mereka sendiri. Pembawa ajaran ini lebih menyenangi untuk menjelaskan ajarannya dengan cara yang logis dan masuk akal, dan mengingingkan orang-orang untuk memahami dan menyadari Kesunyataan (Kebenaran) yang ada untuk diri mereka sendiri tanpa rasa takut akan hukuman yang bisa menimpanya. Ajaran dimaksud bukanlah ajaran mengenai ancaman atau imbalan, melainkan mengenai pengetahuan dan pemahaman. Dalam hal ketuhanan tertulis : “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang” yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Sehingga dalam hal ini, Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang tanpa pribadi (Anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun. Tetapi dengan adanya yang Mutlak, yang tidak berkondisi (Asamkhata), maka manusia yang berkondisi (Samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (Samsara) dengan cara bermeditasi.

Sekali lagi, jika anda tidak sependapat dengan pemahaman yang sudah disampaikan di tulisan ini - maka jadikanlah ini sebagai penambah pengetahuan Anda saja, bahwa ada kaum lain yang memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda.

Demikianlah tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat.

Selasa, 05 Juli 2022

Balada Makhluk Hidup

Hidup kita ini menderita. Setiap makhluk mengalami banyak sekali kehidupan, mengalami kehidupan yang berulang-ulang, lahir dan mati berulang-ulang, dan tidak semua kehidupannya adalah kehidupan yang selalu bahagia. Sehingga secara rata-rata hidupnya adalah menderita karena adanya perubahan yang selalu terjadi. Kehidupan manusia juga demikian. Tidak selalu mengalami kebahagiaan, pada masa-masa tertentu manusia mengalami penderitaan. Kebahagiaan dan penderitaan itu tidak selamanya, juga tidak stabil. Disebut penderitaan dan kebahagiaan inderawi, tidak kekal, selalu mengalami perubahan. Karena selalu ada perubahan itulah maka mahkluk itu kehidupannya menderita atau Dukkha. Segala sesuatu selalu berubah, perubahan itu kekal adanya, yang kekal adalah perubahan atau Anicca. Anicca adalah salah satu dari hukum alam yang berlaku, yang tidak bisa dirubah dengan cara apapun. Dukkha atau penderitaan yang berhubungan dengan Anicca yang menimpa kepada makhluk dan manusia yang belum tercerahkan, adalah juga hukum alam. Karena segala sesuatu berubah, maka tidak ada  yang merupakan Inti, Entitas, Aku atau Roh, disebut Anatta, segala sesuatu atau fenomena itu merupakan gabungan dari unsur-unsur yang lebih kecil, yang selalu berubah. Entitas, Roh dan Aku itu ada – adalah merupakan kebenaran konvensional, adalah kebenaran yang tanpa sadar disepakati secara umum untuk memudahkan komunikasi. Di dunia ini setiap saat semuanya berubah. Katakanlah tiap detik terjadi perubahan sekian milyar kali. Kita tidak bisa menyaksikan perubahan sudah terjadi karena saking kecilnya perubahan. Pada benda-benda yang sangat keras perubahan tersebut baru bisa diketahui mungkin setelah sekian ribu tahun, juta tahun atau bahkan lebih.

Tujuan hidup makhluk-makhluk termasuk kita manusia adalah mengakhiri Dukkha. Dukkha bisa timbul karena adanya nafsu inderawi disebut Tanha, yang tidak ada habis-habisnya, yang tidak bisa selalu dipenuhi, sehingga menimbulkan penderitaan. Penderitaan timbul karena Tanha belum mampu dilenyapkan, diseimbangkan, atau dikendalikan. Tanha yang tidak diarahkan dengan baik dan benar akan menjadi kotoran batin, disebut Kilesa. Kilesa timbul meliputi 3 hal yaitu : Keserakahan disebut Lobha, kebencian disebut Dhosa, dan kebodohan atau delusi disebut Moha. Lhoba dapat menimbulkan perbuatan mencuri, menipu, korupsi, dan lain-lain. Dhosa dapat menimbulkan dendam, kemarahan, bersteru, mencelakai, memfitnah, dan lain-lain. Sedangkan Moha adalah tidak tahu atau tidak mampu membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, dan mana yang buruk. Membunuh makhluk hidup, mencuri, berzina, berbohong, dan mabuk-mabukan bisa terjadi karena adanya salah satu atau lebih dari adanya Lobha, Dhosa, dan Moha.

Makhluk-makhluk termasuk kita manusia yang hidupnya menderita itu penderitaannya tidak akan pernah berakhir jika tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya. Penderitaannya tidak akan berakhir sebab setelah meninggal akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baru. Karena harus bertanggung jawab. Masalah yang belum selesai harus dipertanggungjawabkan atau diselesaikan dikehidupan berikutnya. Demikian seterusnya. Berlaku hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai atau hukum Karma yang merupakan hukum alam juga. Secara garis besar ada 31 alam kehidupan, meliputi alam penderitaan dan alam kebahagiaan, kecuali alam manusia yang merupakan alam penderitaan sekaligus alam kebahagiaan, tergantung bagaimana manusia yang bersangkutan mampu bersikap sampai mampu mengatasinya, mampu meraih jalan keluarnya, atau telah berhasil merealisasi Nibbana, yaitu berhasil merealisasi pencerahan sempurna.

31 alam kehidupan itu meliputi 4 alam kemerosotan disebut Apayabhumi, 1 alam manusia disebut Manussabhumi, 6 alam surga atau 6 alam dewa disebut Devabhumi, 16 alam brahma berbentuk disebut Rupabhumi dan 4 alam brahma tanpa bentuk disebut Arupabhumi.

Tugas makhluk-makhluk dan manusia adalah menembus jalan keluar yang disebut tadi, yaitu mengakhiri Dukkha, dengan cara mengendalikan yaitu mengarahkan dengan baik Tanha, sehingga Kilesa dapat dihancurkan, menggantikannya dengan kebahagiaan sejati. Yang diawali dengan banyak berbuat baik, mengurangi perbuatan jahat, dan mensucikan hati dan pikiran. Tiga hal ini memang tidak mudah dilakukan, memerlukan kemauan keras, semangat, dan latihan yang benar, baik, tekun, dan berkesinambungan. Perlu mengedepankan perihal Dana, Sila, Samadhi, dan Panna atau kebijaksanaan. Namun untuk bisa melakukan semuanya itu dengan benar haruslah memahami dengan benar terlebih dahulu Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang terdiri dari Pengertian benar atau Samma-ditthi, Pikiran Benar atau Samma-sankappa, Ucapan Benar atau Samma-vaca, Perbuatan Benar atau Samma-kammanta, Mata Pencaharian Benar atau Samma-ajiva, Daya-upaya Benar atau Samma-vajama, Perhatian Benar atau Samma-sati, dan Konsentrasi Benar atau Samma-samadhi.

Apakah benar kebahagiaan sejati itu bisa tercipta dengan cara mengendalikan hawa nafsu keinginan atau Tanha yang menggebu-gebu? Benar saudara, orang awam disebut Puthujjana awalnya sulit memahaminya. Tapi coba renungkan apakah Tanha yang menginginkan kesenangan tapi tidak terpenuhi, dan jika terpenuhipun akan berakhir, apakah itu kebahagiaan yang sejati? Adalah merupakan kesunyataan bahwa kalau batin kita selalu dalam keadaan seimbang yang disebut Upekkha, maka kebahagiaan terealisasi, tidak diperbudak oleh Tanha yang menggebu-gebu, tidak terpengaruh oleh kondisi yang tidak menyenangkan maupun tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi yang menggembirakan. Kebahagiaan itu  adanya didalam diri sendiri, bukan karena kondisi yang ada di luar diri.

Jadi sekarang jelas, mengakhiri Dukkha menggantinya dengan kebahagiaan itu bukan berarti mencari kebahagian inderawi yang sambung menyambung tanpa henti, karena tidak mungkin bisa terwujud, karena setiap fenomena itu setiap saat berubah. Tetapi menggantinya dengan kebahagiaan yang sejati. Yaitu bagaimana bisa me-manage Tanha untuk mengurangi sedikit demi sedikit kotoran batin atau Kilesa, yang pada akhirnya akan bisa dihancur-leburkan tanpa sisa, dengan cara mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan, dimana yang paling krusial adalah unsur yang kedelapan yaitu Konsentrasi Benar, yaitu melatih Samadhi atau meditasi. Mari kita melatih meditasi diawali dengan Anapanasati Bhavana, atau meditasi mengamati keluar masuknya nafas dengan perhatian penuh, yaitu menggunakan Sati, yang dibarengi dengan Panna atau kebijaksanaan. Cara meditasi yang dilakukan dengan semangat dan usaha yang tinggi, hendaknya dilakukan secara bijaksana.

Kalau pikiran kita dalam memperhatikan keluar masuknya nafas telah terlepas dan lari kemana-mana, maka kembalikan perhatian itu ke nafas kembali secara bijaksana, artinya dengan cara serius tapi santai, jangan tegang, jangan menggebu-gebu, karena itu artinya ada Kilesa. Menperhatikan keluar masuknya nafas itu dimaksudkan untuk melatih pikiran untuk bisa fokus kepada keadaan yang terjadi pada saat ini, hal-hal yang sekarang dikerjakan hendaknya dikerjakan dengan baik, dengan penuh perhatian, agar hasilnya juga baik. Pikiran jangan memikirkan hal-hal yang sudah berlalu yang menimbulkan penyesalan dan kekecewaan. Ataupun memikirkan hal-hal yang akan datang, yang belum terjadi, yang dapat menimbulkan kekawatiran. Pikiran yang kecewa, yang menyesal, dan yang kawatir tersebut adalah Kilesa yang selama ini kita upayakan untuk tidak berkembang, berangsur-angsur berkurang, dan akhirnya hancur lebur tanpa sisa. Kita hendaknya tidak melekat juga dengan perhatian kepada keadaan yang terjadi pada saat ini, sebab kemelekatan itu sedang kita upayakan untuk tidak berkembang, kita sedang berupaya untuk melepas dan melepas semua kemelekatan. Katakanlah sekarang ini kita sedang berperang melawan Kilesa.

Meditasi itu bukan hanya meditasi duduk, meditasi berjalan, maupun meditasi berbaring. Meditasi bisa juga dilakukan ketika kita sedang beraktifitas seperti ketika kita sedang makan, sedang bekerja, dan sebagainya, yaitu dengan menyadari setiap saat yang sedang kita lakukan.

Kilesa yang hancur lebur tanpa sisa itu bisa terealisasi jika telah mampu mencapai hasil tertinggi dari meditasi Vipassana, dimana Vipassana Bhavana, atau meditasi pandangan terang itu sendiri adalah kelanjutan dari meditasi Anapanasati, meditasi Samatha, atau meditasi ketenangan yang telah mencapai tingkat-tingkat Jhana.

Objek pengamatan untuk disadari dan dipahami pada meditasi Vipassana adalah Batin dan Jasmani yang terkait dengan Anicca, Dukha dan Anatta, meliputi Kaya nupassana (pengamatan pada tubuh), Vedana nupassana (pengamatan terhadap perasaan), Citta nupassana (pengamatan pikiran), dan Dhamma nupasana, meliputi perenungan terhadap Panca-khandha, enam landasan indera, tujuh faktor pencerahan, dan empat kebenaran mulia.

Hasil tertinggi dari Vipassana Bhavana atau meditasi Vipassana adalah merealisasi pencerahan sempurna, merealisasi Nibbana, merealisasi kebahagiaan atau kedamaian abadi, yang merupakan tujuan hidup semua makhluk, yaitu telah padam, yang tidak akan telahir kembali di alam kehidupan manapun.

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat. 


Sabtu, 02 Juli 2022

Pertanyaan dan Jawaban

Tulisan ini mempublikaisikan pertanyaan-pertanyaan dan jawabannya, yang diawali dengan adanya tulisan sebagai berikut : 

"Agama yang banyak itu salah satu point ajarannya adalah menganjurkan berbuat baik, yang mana merupakan salah satu syarat masuk Surga. Manusia yang lahir sebelum ada agama bisa masuk Surga jika banyak berbuat baik".

Atas adanya tulisan tersebut kemudian munculah pertanyaan-pertanyaan dan jawabannya sebagai berikut :

Tanya : Pertanyaan saya simpel saja sobat. Dimanakah Sorga itu? Dimanakah Neraka itu?


Jawab : Surga & Neraka adalah alam kehidupan buat makhluk-makhluk penghuninya. Dan ketahuilah ada 31 alam kehidupan yang terlihat maupun yang tidak terlihat oleh orang biasa. Ada alam binatang, alam setan, alam dewa, alam brahma dan lain lain. Alam setan dan alam binatang itu jadi satu dengan alam manusia. Anda bisa mencari jawab dari banyak pertanyaan di Laptop atau di HP yaitu di Smartphone Anda sendiri. Anda juga bisa menonton video saya di YouTube dengan nama : hermanuhadi , disitu ada video-video tentang alam kehidupan, tentang spiritual dan lain-lain yang ditambah dengan bonus video hiburan.


Tanya : Saya sebenarnya orang yang bodoh. Malas berdebat. Padahal pertanyaan saya sangat simpel. Dimanakah Surga dan Neraka itu berada? Tapi kenapa jawabannya membingungkan dan melenceng dari pertanyaan. By the way terimakasih atas penjelasannya.


Jawab : Itu adalah jawaban saya yang agak lengkap, tidak membingungkan kalau disimak dengan baik, dengan penuh perhatian. OK, Surga dan Neraka itu menurut pemberitahuan yang saya yakini benar, adanya di alam semesta yang tidak kasat mata. Anda dan saya pernah mengalami hidup disana cuma anda dan saya tidak dapat mengingatnya karena sekarang ini anda dan saya masih sebagai manusia biasa yang belum tercerahkan, masih Puthujjana. Ini juga jawaban yang agak lengkap. Jawaban yang anda perlukan itu adalah ini : "Surga dan Neraka itu adanya di alam semesta yang tidak kasat mata".


Demikianlah tulisan ini. Semoga bermanfaat. 

Kamis, 30 Juni 2022

Memetik Hasil Berkali-Kali Lipat

Memetik hasil berkali-kali lipat itu bisa diibaratkan sebagaimana seseorang yang menanam biji mangga. Biji yang ditanam hanya satu. Tapi dapat menghasilkan pohon mangga yang sangat besar, dan akan terus memproduksi mangga. Mungkin ribuan mangga atau puluhan ribu atau bahkan melebihi itu. Inilah yang disebut hukum alam. Sama pula dengan karma baik atau karma buruk. Apabila kita melakukannya akan membuahkan hasil yang tak terhitung kali lipat. Kebanyakan orang memperhatikan hasil langsung dari sebuah perbuatan. Mereka tidak mengetahui bahwa karma yang muncul belakangan bisa memberikan hasil ribuan kali lipat di banyak kehidupan berikutnya. Ini bisa terjadi karena kita melestarikannya, baik itu karma buruk ataupun karma baik. Jadi kita harus sadar, karma yang mana yang perlu kita lestarikan, yang perlu kita pupuk dan kita rawat. Oleh karena itu sangat mungkin seseorang akan menderita selama ratusan atau ribuan kelahiran dikarenakan satu perbuatan buruk yang tidak dilemahkan tapi justru dirawat. Atau berbahagia selama ratusan atau ribuan kelahiran dikarenakan satu perbuatan baik yg selalu dirawat dan dilestarikan. Inilah yang disebut hukum karma.

Perbuatan baik adalah jauh lebih kuat dari perbuatan buruk. Caranya adalah apabila kita telah melakukan banyak karma buruk di masa lampau, kita dapat bertobat dengan menghentikan keburukan dan melakukan banyak karma baik dalam kehidupan ini. Maka, efek karma buruk yang telah dilakukan di masa lampau bisa berkurang kekuatannya. Seperti air pada garam. Makin banyak air kita tambahkan maka rasa asin nya akan berkurang dan bisa tak terasa asin lagi. Ketika kita melatih pikiran dan batin agar dapat berperilaku baik dan bermeditasi yang semuanya dilakukan secara benar dengan semangat yang tiggi, dan ketika akhirnya berhasil merealisasi Nibbana, maka semua karma buruk yang pernah kita lakukan, sebesar apa pun, tak lagi mampu menyentuh kita. Artinya karma buruk yang telah kita miliki telah menjadi Ahosi Karma, karma yang terpotong, tidak lagi dapat membuahkan hasil. Inilah yang dimaksud dengan perbuatan baik jauh lebih kuat dari perbuatan buruk.


Demikianlah uraian singkat yang berjudul Memetik Hasil Berkali-Kali Lipat. Semoga bermanfaat. 


Minggu, 26 Juni 2022

Buah Karma Yang Tak Bisa Dihindari

Tertulislah suatu kisah yang terdapat di jurnal Myat Mangala sebuah majalah di Myanmar, kisah tersebut menceritakan sebagai berikut : Ada seorang perempuan bernama Daw Mar Pu dari desa Du Yin Seik, kota Thaton. Perempuan tersebut tidak bisa berbicara dengan jelas karena bibir atasnya cacat. Dia harus hidup dengan menjual ikan. Dia menaruh ikan pada talam yang besar dan menaruh di atas kepalanya. Dia berkeliling desa, berteriak : “Waukah Anda leli ikay?”

Orang desa tahu apa yang dia teriakkan adalah “Maukah Anda beli ikan?” Tetapi ada seorang laki-laki muda bernama Ko Than Tun memperolok dia dengan meneriakkan apa yang dia teriakkan. Daw Mar Pu si penjual ikan menjadi sedih, tetapi dia terpaksa menerima penghinaan itu karena dia miskin.

Tidak lama kemudian, istri Ko Than Tun melahirkan seorang anak laki-laki dengan bibir atas cacat seperti Daw Mar Pu. Ketika anak ini tumbuh, dia juga berbicara tidak jelas seperti Daw Mar Pu. Kemudian Ko Than Tun mempunyai seorang anak laki-laki lagi dengan badan yang normal. Tetapi ketika anak ini semakin besar, dia bermain dengan kakaknya dan dia juga berbicara tidak jelas seperti kakaknya.

Diceritakan, kemudian Ko Than Tun menjadi miskin dan istrinya harus membuat kue untuk dijual. Karena dia tidak bisa menjual semua kue di depan rumahnya, dia meminta anak laki-laki tertuanya yang sudah berumur enam tahun, berkeliling desa, menjual kue dan berteriak : “Waukah Anda leli yue?”

Kali ini, seorang anak laki-laki muda lainnya bernama Ko Myint Htay memperolok anak kecil itu dengan meneriakkan apa yang anak itu teriakkan. Anak itu menjadi malu dan menangis. Diceritakan ketika kemudian istri Ko Myint Htay melahirkan seorang anak perempuan, anak tersebut terlahir dengan bibir atas yang juga cacat. Jadi ketika anak ini besar, dia juga tidak bisa berbicara dengan jelas.

Begitulah yang terjadi, akibat dari karma itu tidak bisa dihindari. Akibat buruk dari karma buruk mulai berbuah pada kehidupan ini juga. Namun perlu Anda pahami, bahwa karma tidaklah diturunkan kepada anak, Karma setiap makhluk itu tidak mungkin menular, meskipun dari permukaan terlihat seolah demikian. Ketika seseorang melakukan karma buruk, misalnya menghina orang yang bibirnya cacat, karma itu bisa saja mematangkan kondisi bagi makhluk yang memang punya karma untuk terlahir menjadi orang dengan bibir cacat lahir menjadi anaknya. Hukum Karma itu bekerja dengan sangat halus dan dalam, hanya Samma Sambuddha yang mampu mengetahui dengan presisi tertinggi. Oleh karena itu, kita perlu terus mempelajari Dhamma agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.

Demikianlah tulisan ini, semoga Bermanfaat. 


Kamis, 23 Juni 2022

Karma, Arahat dan Kepunahan

Tulisan ini dibuat terinspirasi dari adanya komentar-komentar pada unggahan video YouTube di Facebook – video dengan judul : Pencapaian Jhana Seorang Bhikkhu. Komentar datang dari si A dan si C yang ditanggapi oleh si B si pembuat video, sebagai berikut :

A : Kapan umat Budha bisa lepas dari karma-karma tiada henti? menunggu berapa ribu tahun? berapa kali manusia pindah ke alam kehidupan? berapa kali reinkarnasi? Susah betul ajaran Siddharta!

B : Kapan nya itu memang lama! tidak ribuan tahun lagi bahkan sampai tak terhingga lamanya. Kalau kenyataanya seperti itu apa yang bisa kita lakukan? Tapi memang banyak sekali yang sudah berhasil. Anda bisa memilih ajaran yang anda yakini kebenarannya, yang cocok buat anda, yang jodoh dengan anda, itu adalah sesuai dengan karma anda. Itu tidak ada masalah. Pertanyaan anda seolah memojokkan saya. Sebelum sempurna semua orang masih belajar. Anda bisa mencari jawab dari penasaran anda itu di Laptop Anda sendiri.

A : Jadi Arahat? Bagaimana dengan yang berkeluarga? Apakah orang tidak boleh menikah? Kalau mesti jadi Arahat manusia akan punah tidak ada keturunan.

B : Di jaman Sang Buddha banyak perumah tangga yang bisa meralisasi Nibbana, dan Anda tidak harus mempercayai itu. Tidak ada yang memaksa untuk percaya. Buddhisme hanya menunjukkan jalan, tidak ada unsur pemaksaan. Hukum alam memperlihatkan tidak mungkin proses atau perubahan itu berhenti, sehingga perumah tangga tetap banyak. Tetap banyak juga bhikkhu, bhikhuni dan lain-lain. Anda juga tidak harus mempercayai kebenaran dari tanggapan saya ini. Tidak menjadi masalah, silahkan saja, bebas. Untuk mengetahui sesuatu itu benar atau salah ada ilmu dan cara yang tepat yang harus dipelajari dan dipratikkan meski mungkin memerlukan waktu yang lama untuk pembuktiannya.

C : Hahaha... mengapa tidak sekalian dibalik saja pertanyaannya. Kalau semua jadi pemuka agama : ustad, pastor, bhikkhu – lalu yang bekerja di sawah siapa? Mending bertanyalah sesuatu yang bersifat realistis dari pada fantasi. Bertanya dengan pertanyaan fantasi itu mencerminkan apa yang ada di pikiranmu. Jangan terlalu banyak melamun saudara.

B : Dia itu merasa "paling benar" dengan hobby menyalahkan keyakinan dan Saddha orang lain. Kalau penasaran bisa kan mencari tahu sendiri jawabnya di media-media massa yang ada yang banyak sekali, sehingga tidak perlu menyalahkan pendapat atau anutan orang lain. Itu tidak baik karena agama apa,pun itu mengajarkan kebaikan yang katanya a = tidak & gama = kacau.

C : Yang beginian tebar pertanyaan-pertanyaan tidak beritikad baik, sebaiknya di-remove saja, dia dimana-mana menghina Buddhisme dengan kedok bertanya polos, lihat saja foto-fotonya.

B : Tidak perlu di remove karena itu bermusuhan, biarkan saja. Kalau dibiarkan tidak mungkin tidak ada capeknya. Orang Islam bilang ambil hikmahnya. Jadi, masalah seperti ini bisa kita jadikan sarana untuk melatih kesabaran sampai kita merasa sudah cukup, dan komentar berikutnya tidak perlu ditanggapi lagi karena bisa mencelakakan kita sendiri yang bisa terpancing menjadi marah.

Bapak, Ibu dan Saudara, itulah komentar-komentar dan tanggapan yang ada di Facebook. Apa kesan anda setelah membaca tulisan ini?