Tulisan ini disunting dari Ven. K. Sri Dhammananda.
Ke
manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah
pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan
hidup spiritual, karena mereka berpikir mengenai hidup dengan cara pandang
duniawi, suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang
Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata
bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. Beliau telah mati dan
menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang
sudah mati? Tetapi kita memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthà
deva-manussànang, guru para dewa dan manusia. Sewaktu Sang Buddha masih hidup,
kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka dapat mendatangi Sang Buddha
untuk mendapatkan nasihatnya. Para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka
adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya.
Menurut
ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi manusia untuk mengembangkan
pikiran dan pemahamannya. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang,
mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja.
Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka
mulai berpikir pastilah ada suatu sosok yang menciptakan dan memelihara alam
dimaksud. Untuk membantu yang lain memahami konsep tersebut, mereka mengubah
energi menjadi suatu bentuk untuk mewakili secara fisik berupa patung-patung
dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan tersebut begitu penting
untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu
yang buruk, untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik.
Mereka memiliki rasa takut, khawatir, curiga, ketidakamanan, sehingga
membutuhkan suatu sosok untuk bergantung dan melindunginya.
Demikianlah
mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang tinggal
di surga dan abadi. Hal itu memuaskan kehausan mereka akan kehidupan kekal.
Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan
adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan. Ketika kita menganalisa
kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya
sebagai anak Tuhan atau pembawa pesan, melainkan sebagai guru agama yang
tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya
sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha
yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau
adalah seorang individu yang bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan
kehidupan setelah kehidupan, dan menanam semua kualitas, kebajikan dan
kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika
Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik; beliau mencapai pencerahan yang
merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja.
Orang-orang
bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan? Umat Buddha
mempertahankan bahwa setiap individu dapat mengembangkan pikiran untuk memahami
segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti manusia. Arti
dari kata “mana” adalah pikiran. Oleh karena itu “manussa” adalah manusia yang
dapat membangun dan mengembangkan pikirannya menuju ke kesempurnaan. Selain
manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup yang lain di alam semesta ini yang
dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas untuk mencapai
pencerahan. Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha
karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka
memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi
kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa
menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa
Buddha bukanlah Tuhan, kita tidak perlu juga membuktikan bahwa beliau adalah Tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan
konsep pencerahan.
Suatu
hari, seorang pendeta Kristiani bersama dengan pengikutnya datang menemui saya
(Ven. K. Sri Dhammananda) untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya,
“Sebenarnya dapatkah anda mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha
percayai?” Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya, bahwa umat
Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What
Buddhists Believe” dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya
mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku itu, untuk anda
membacanya, untuk melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya
mengatakan kepadanya, Sang Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu,
Sang Buddha telah menasehati kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada
mempercayai, seseorang seharusnya berlatih pariyatti, patipatti dan pativedha.
Ada
tiga cara untuk berlatih. Sang Buddha mengatakan, bahwa kita harus mencoba
untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun
yang tidak dapat kita pahami. Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur
Delapan”, hal yang pertama adalah Sammàditthi atau pemahaman benar. Sang Buddha
memulai misinya dengan meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan
pengertian, bukan iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita
mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan
ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda
belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi
anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan
pemahaman. Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga
metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar, memahami, dan berlatih. Inilah
jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Dalam
memperkenalkan agama; Sang Buddha tidak meminta kita untuk percaya apapun,
tetapi untuk belajar, memahami, berlatih, dan mengalami hasilnya.
Sebagai
contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur.
Ketika anda telah melakukannya maka setelah itu setiap orang menghormati anda
karena mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang
pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati
anda. Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha
mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman
anda sendiri. Anda dapat melakukan test atas hasil latihan anda. Anda memahami
mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar, anda
tidak mengikuti perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan
akal sehat untuk memahami. Pemahaman dan pengalaman pribadi kita cukup untuk
memahami mengapa sesuatu itu salah atau benar. Sang Buddha menasihati kita
untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan
hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui
bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami
mengapa hal ini buruk, karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh
kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika
anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah
perasaan anda? Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka
juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah
dari Tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana
ini. Guru-guru agama itu muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah
kita lalaikan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup
untuk mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.
Sang
Buddha menasehati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang
beralasan. Kita memiliki akal sehat, tidak seperti makhluk hidup lainnya yang
juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran
mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan
kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi
manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal.
Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang
belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini
yang dapat mengembangkan pikiran seluas pikiran manusia. Karena itulah maka
hanya manusia yang dapat menjadi Buddha. Dengan mengembangkan pikiran, manusia
dapat mencapai pencerahan.
Sang
Buddha mengatakan kepada kita agar bertindak sesuai dengan pengalaman. Kemudian
kita mengetahui hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada
yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat
jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu.
Tetapi mereka membaca berulang “Buddhang Saranang Gacchàmi” yang artinya : Saya
berlindung kepada Buddha. Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan
perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain
dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasehati
orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut. Jadi, “Di
Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada
di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat yang
lain? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita
tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian. Setelah mencapai
pencerahan Sang Buddha berkata, “ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, yang
artinya : “inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir. ” Aku
telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia
ini, dari kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada
akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang manusia alami merupakan kepuasan emosi
sementara yang akan menghilang dalam waktu singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan.
Sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan,
kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan
yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia
senantiasa puas dengan kehidupan ini. Semua orang pernah mengeluh dan
menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin.
Dengan
memahami kondisi itu Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir. Hal
tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari
penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik kita tidak
dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin. Oleh karena itu jika kita tidak
mau menderita, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan
perwujudan atau keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam
pikiran kita.
Kita
jengkel dengan penderitaan, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya
karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia
ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia
menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah, perang dan kehancuran. Berbeda
dengan hewan, mereka tidak menciptakan masalah untuk menderita. Ketika mereka
lapar mereka menangkap dan memakan makhluk hidup lain untuk menghilangkan rasa
lapar mereka dan kemudian pergi tidur. Tetapi manusia tidak puas tanpa haus
terhadap banyak hal. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia.
Kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk
hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar.
Manusia
memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu
pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk
sehingga dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting
tetapi tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang
semestinya dan bijaksana. Sebelum Sang Buddha mangkat, banyak orang menyerahkan
bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke
rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya,
selain dengan bunga-bunga dan pemujaan, mereka harus melatih setidaknya satu
dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka
benar-benar menghormati Sang Buddha.
Sekarang
anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan
hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan oleh
beliau. Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di
hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha
bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika
saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak
kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh
fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau
hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai
pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat
melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh
fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang
diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang
sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha
ajarkan. Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah
tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun setelah
Sang Buddha parinibbàna tidak ada satu pun rupang yaitu patung atau gambar Sang
Buddha - karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan
rupang dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan rupang Sang Buddha dan
bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk-bentuk
rupang Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.
Penganut
beberapa agama lain mengutuk umat Buddha sebagai pemuja berhala. Padahal mereka
tidak mengetahui apa yang umat Buddha pahami. Untuk menjelaskan mengenai rupang
Buddha, dapatlah kita ikuti kisah berikut ini : Tiga ratus tahun setelah
kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia
adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah
ribuan orang berkumpul. Màra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak
lagi orang yang menjadi religius. Màra tidak saja diidentikkan sebagai makhluk
jahat tetapi juga kilesa, waktu dan kematian yang membelenggu, yang dapat
menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Màra
tersebut mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang
menarik di depan Vihàra. Kemudian para pendengar ceramah bhikkhu Upagutha
perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Mara hingga akhirnya tak seorang pun
yang mendengarkan ceramah Upagutha.
Upagutha
memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Màra, ia pergi melihat
pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa
ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh
rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Màra sangat bangga. Ketika Upagutha
menaruh rangkaian kalung bunga, Màra merasa kalung bunga itu membelit di
sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi
tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta
kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka berusaha sekuat tenaga tetapi
ia tidak bisa melepaskannya. Kemudian Màra pergi menemui Brahma yang pada masa
itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan
kalung itu. Brahma mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil. Kemudian Brahma
mengatakan kepada Màra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa
melepaskannya. Lalu Màra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya
untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata,
“Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama,
engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu
apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Màra setuju. “Hal kedua yaitu engkau
telah melihat Sang Buddha dan dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu
Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang
Buddha.” Kemudia Màra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji
untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku
bukanlah orang yang suci.” Kemudian Yang Mulia Upagutha berkata, “Saya tidak
akan menyembahmu.” Namun ketika Màra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Yang
Mulia Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Màra berteriak, “Engkau berjanji
untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Màra
tetapi menghormati Sang Buddha.”
Hal
tersebut adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang
lain arti dari menghormati rupang Buddha. Anda juga dapat menggunakan rupang
Buddha sebagai objek meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala,
tetapi anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini.
Itu adalah simbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi
pikiran manusia juga dapat dipahami melalui salah satu peristiwa berikut ini.
Mr.
Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah
Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki rupang kecil Buddha di dalam
sakunya. Ia mengeluarkan rupang itu dan menaruhnya di atas meja dan
memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan
kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum,
mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”
Namun
rupang bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran
Sang Buddha tanpa rupang apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki
rupang. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari
rupang tetapi kita memuja, kita memberi penghormatan kepada sosok seorang
manusia spiritual agung.
Ada
pula peristiwa yang lain sebagai berikut : salah satu umat Buddha telah
menyimpan rupang Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa
misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah
iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah
45 tahun ia telah menyembah rupang itu tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan
ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha.
Mereka mengikuti tradisi, memuja, berdoa, melakukan persembahan, dan chanting
tetapi mereka tidak memahami ajaran Sang Buddha.
Dari
2 peristiwa tadi, sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan
rupang Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik
bukanlah Sang Buddha.
Terkait
dengan topik. Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih
Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau
ke manakah beliau telah pergi. Lihatlah perilaku lazim berikut ini :
1. Kita memiliki listrik yang ditemukan
oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan
listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya?
Tugas kita adalah menggunakan listrik itu.
2. Mereka yang menemukan energi atom,
energi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pembangunan atau penghancuran.
Tugas kita adalah menggunakan energi atom untuk tujuan yang baik. Tidaklah
perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi
atom.
3. Manusia telah menemukan komputer dan
televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan
hal-hal mendetail lainnya dari mereka, tugas kita adalah menggunakannya.
Dengan
cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah
beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar,
tersedia, dan efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha. Sang
Buddha juga tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam
surga atau ke neraka. Sang Buddha memberitahu kita apa yang dapat dilakukan dan
apa yang tidak dilakukan untuk mencapai keselamatan, itulah satu-satunya yang
Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas kita
adalah berlatih apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan
bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan
oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain, oleh Buddha, oleh dewa atau oleh
tuhan. Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan,
atas semua kesalahan yang telah dilakukannya dapatkah tuhan menghapus
kesalahan-kesalahannya?
Sebagai perumpamaan mungkin anda
adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi, dan anda tahu hal ini adalah
salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa
kepada tuhan dan memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan keburukan dalam
pikiran anda, apakah anda pikir tuhan manapun dapat melakukannya? Anda boleh
pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan
keburukan anda. Tapi Sang Buddha tidak
dapat menyingkirkan keburukan anda yang bertemperamen sangat tinggi. Sang
Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan kemarahan anda
dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri
anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari,
“Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah, menyakiti dan
mengganggu orang lain. Kita harus berusaha mengurangi rasa marah dengan
kekuatan batin kita dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan
kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus
kesalahan yang kita buat, kita sendirilah yang dapat melakukannya. Ada nasihat
yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Siapapun yang telah melakukan
perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan
berdoa kepada tuhan atau kepada Buddha. Ketika mereka mengetahui bahwa mereka
telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan
perbuatan buruk lagi. Mereka harus memiliki tekad yang kuat dalam pikiran untuk
menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika
kita mengembangkan perbuatan bajik, dampak dari kamma buruk yang kita perbuat
sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.
Contoh mengenai kamma buruk dan kamma
baik itu adalah kisah tentang
Angulimàla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang
Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimàla ingin membunuh Sang
Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk
membunuh seribu orang, sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha
dan ia berusaha untuk menangkapnya. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang
ini, sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Sang Buddha
berjalan secara normal dan membiarkan Angulimàla untuk lari mengejar. Meskipun
Angulimàla telah berlari hampir 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha.
Kemudian Angulimàla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha
mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada
Angulimàla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.”
Angulimàla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti,
saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti
saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau
yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari
maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimàla berkata, “Saya tidak dapat
memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah
berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau
berlari dalam saüsàra.” Lalu Angulimàla mengetahui bahwa ia bersalah dan
memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai
bermeditasi. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai
Nibbana. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya. Ia
mengembangkan kamma baik sehingga kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk
berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi dampak dari
kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan
lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.
Kembali
ke topik, Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian dari alam semesta
dalam wujud fisik. Apakah itu artinya ketidakadaan? Yang lebih tepat adalah
akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbana atau pembebasan.
Tidak benar juga jika kita mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih
dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita
untuk mengalami kedamaian dan kepuasan dalam kehidupan. Sebagai contoh seorang
dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat
menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter
ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah kita sembuh
dari penyakit dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang
Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita.
Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami
apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita sebagai dasar
bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.
Tidak
ada satupun yang eksis di bagian alam semesta manapun yang tanpa mengalami
perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah
perpaduan dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh
karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsur-unsur atau kekuatan batin dan
kekuatan kamma untuk tetap selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami
hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana
menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita.
Jika tidak, maka kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin,
ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk
menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan
penderitaan kita hanya dengan berdoa, menyembah kepada siapa saja, tetapi
dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya, kita
akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.
Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbana maka mereka berpikir bahwa Nibbana itu adalah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu tempat, Nibbana merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbana atau tujuan akhir dalam hidup. Atas pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” Maka jawaban terbaiknya adalah bahwa Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi.
Demikianlah uraian ini, semoga bermanfaat.