Dhamma berasal
dari bahasa Pali, bahasa Sanskerta nya : Dharma, yang berarti Hukum atau Aturan
dalam agama Buddha.
Dhamma berarti
Kesunyataan Mutlak, atau Hukum Abadi. Dhamma tidak hanya ada
dalam hati sanubari manusia dan pikirannya, tetapi juga dalam seluruh alam
semesta. Seluruh alam semesta terliputi olehnya. Bulan yang timbul atau
tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah, hal ini tidak lain
disebabkan oleh Dhamma. Dhamma merupakan Hukum Abadi yang meliputi alam
semesta, yang membuat segala sesuatu bergerak sebagai dinyatakan oleh ilmu
pengetahuan modern, seperti ilmu fisika, kimia, hayat, astronomi, psikologi, dan
sebagainya.
Dhamma adalah
kebenaran semesta dari segala sesuatu yang berbentuk dan tidak berbentuk.
Sedangkan sifat Dhamma adalah abadi. Ia tidak dapat berubah atau diubah.
Dengan demikian
Buddha Dhamma adalah Dhamma yang disadari dan dibabarkan oleh Yang mulia Buddha
Gotama. Ada atau tidak ada Buddha, Hukum Abadi (Dhamma) itu akan tetap ada
sepanjang jaman. Guru agung Buddha bersabda : “O para Bhikkhu, apakah para Tathagata
muncul (di dunia) atau tidak, Dhamma akan tetap ada, merupakan hukum yang
abadi” (Dhammaniyama Sutta).
Bila manusia
berada dalam Dhamma, ia akan dapat melepaskan dirinya dari penderitaan, menjadi
Arahat dan mencapai Nibbana. Yaitu mencapai kedamaian abadi, yang sudah
tidak mungkin mundur kembali, atau tidak mungkin terdegradasi. Sudah pasti Nibbana
itu bisa dialami ketika masih hidup, dan setelah mati tidak akan terlahir
kembali di alam manapun. Nibbana tidak dapat dicapai dengan cara sembahyang,
mengadakan upacara-upacara atau memohon kepada para Dewa. Sembahyang dan ritual
keagamaan itu bisa dimanfaatkan untuk mengurangi kotoran batin. Berdoa itu
hendaknya tidak memohon, karena manusia telah memiliki akal dan daya; yang bisa
digunakan untuk mewujudkan keinginan baiknya. Yang berlaku itu adalah Hukum
Sebab-akibat, Hukum Menabur-Menuai, atau Hukum Karma. Doa terbaik adalah berbuat
baik, termasuk berdoa atau tepatnya berharap yang baik. Contoh harapan tersebut
adalah demikian : "Semoga jasa kebajikan saya ini mengalir ke arah kehancuran noda-noda
batin. Semoga jasa kebajikan saya ini menjadi kondisi untuk realisasi Nibbana.
Saya membagikan bagian kebajikan ini kepada semua makhluk, semoga mereka semua
mendapatkan bagian kebajikan yang sama dengan saya." Jadi, harapan itupun
diucapkan setelah kita berbuat kebajikan.
Jadi, Nibbana
atau mengakhiri penderitaan itu hanya dapat dicapai dengan meningkatkan
perkembangan batin hingga mencapai hasil maksimal, yaitu mencapai penerangan
sempurna (Enlightened). Bhikkhu, Bhikkhuni atau seseorang yang telah berhasil
mencapai Nibbana itu artinya telah berhasil menghancurleburkan Kilesa, yaitu berhasil menghancurleburkan kotoran batin tanpa sisa. Segala macam daya upaya yang
ditempuh oleh seseorang untuk mencapai Nibbana; sudah pasti dibarengi dengan berlatih
meditasi Samatha dan atau meditasi
Vipassana secara tekun dan terus-menerus, di banyak sekali kehidupan.
Dalam hal
Penderitaan atau Dukkha, dikenal adanya Empat Kesunyataan Mulia, sebagai berikut
:
1. Kesunyataan
Mulia tentang Dukkha.
Kelahiran,
ketuaan, dan kematian adalah penderitaan. Kesedihan,
ratap-tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputusasaan adalah
penderitaan. Berkumpul dengan
yang tidak dicintai adalah penderitaan. Berpisah dengan yang
dicintai adalah penderitaan. Tidak
mendapatkan hal yang diharapkan adalah penderitaan.
2. Kesunyataan
Mulia tentang asal mula Dukkha.
Sumber dari
penderitaan adalah Tanha, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya.
Semakin diumbar; semakin keras Tanha mencengkeram. Orang yang pasrah kepada Tanha
sama saja dengan orang minum air asin untuk menghilangkan rasa haus. Rasa haus
bukannya hilang tapi bertambah, karena air asin itu mengandung garam.
3. Kesunyataan
Mulia tentang lenyapnya Dukkha.
Kalau Tanha dapat
disingkirkan, maka kita akan berada dalam keadaan bahagia yang sebenarnya,
terbebas dari semua penderitaan bathin. Keadaan ini dinamakan telah merealisasi
Nibbana. Telah padam, tiada lagi Tanha, tiada lagi kemelekatan. Telah merealisasi
kedamaian abadi.
4. Kesunyataan
Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha.
Jalan ini
menunjukkan cara agar bisa hidup bebas dari ketidakpuasan. Yaitu jalan untuk
membawa kita menuju ke Kedamaian atau Kebahagiaan Sejati. Jalan ini disebut
Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu : Pengertian Benar atau Samma-ditthi, Pikiran
Benar atau Samma-sankappa, Ucapan Benar atau Samma-vaca, Perbuatan Benar atau Samma-kammanta,
Pencaharian Benar atau Samma-ajiva, Daya-upaya Benar atau Samma-vayama, Perhatian
Benar atau Samma-sati, dan Konsentrasi Benar atau Samma-samadhi. Uraian mengenai Jalan
Mulia Berunsur Delapan ini dapat dibaca di tulisan lain di blog ini.