Translate

Senin, 04 Juni 2018

DOA.



Doa atau mantra telah dikenal dan berkembang bahkan sebelum munculnya agama-agama di dunia ini. Manusia pra-agama berdoa guna memenuhi kebutuhan batin yang didera, diselimuti, dan dicengkeram oleh perasaan-perasaan takut, khawatir, cemas, dan pilu karena banjir, kebakaran, petir, angin topan, dan lain-lain. Mereka berdoa kepada dewa penunggu air, dengan harapan mereka terhindar dari korban bencana banjir; mereka berdoa kepada dewa api, dengan harapan mereka terselamatkan dari jilatan api; mereka berdoa kepada dewa langit, dengan harapan mereka terbebas dari sambaran petir dan gulungan angin topan, dan lain-lain.

Setelah agama-agama di dunia muncul, ternyata berdoa bukanlah berkurang, justru semakin banyak ragamnya. Bukan hanya untuk menghindarkan seseorang dari peristiwa yang menakutkan, menyeramkan, dan mengerikan seperti di atas. Tetapi juga untuk hal-hal yang menyenangkan seperti pernikahan, kelahiran anak, menempati rumah, memulai usaha, dan lain-lain. Bahkan sampai hal-hal yang kecil sekalipun misalnya mau makan, mandi, tidur, atau mengerjakan tugas di sekolah, kantor maupun di rumah. Doa merupakan ungkapan-ungkapan batin yang dipenuhi harapan, spirit & motivasi. Demikian pentingnya doa dalam sejarah perjalanan kehidupan umat manusia.


Tetapi apakah doa bisa terkabul? Doa hanya terkabul bila pas dan sesuai dengan benih atau karma baik yang kita tabur, dimana saatnya berbuah telah tiba, artinya kondisi yang mendukung karma baik kita untuk berbuah telah datang, atau  telah ada, yang sebetulnya tanpa di doakan, atau tanpa memohon pun, pasti terkabul.
Untuk membuat keinginan kita terkabul, maka sebab yang tepat, yang akan menimbulkan akibat, atau memberikan buah, harus kita miliki terlebih dahulu, atau sudah kita ciptakan. Hukum karma itu sangat kompleks, artinya bukan berarti kalau dahulu kita pernah berdana uang kepada yang membutuhkan, maka kedepan kita akan menerima rejeki nomplok, atau memperoleh rejeki dari hal-hal lain, bukan begitu. Mungkin saja dahulu kita pernah berbuat baik kepada seseorang, makanya tadi dagangan kita telah laku, dan kita mendapat keuntungan.  Ini adalah salah satu contoh dari bekerjanya hukum karma.
Berdoa itu boleh dan bisa saja, dan hanya akan terkabul jika karma baik yang kita tanam sudah menjelang masak. Artinya kondisi yang mendukung karma baik kita untuk berbuah sudah hampir tiba.
Kita boleh atau bisa menebar pupuk, menyiramnya dengan air, tapi jika tidak menebar benih, maka tak ada yang tumbuh. Doa permohonan menjadi sia-sia bila kita tidak memiliki simpanan karma baik, tidak memiliki penyebab terkabul nya doa permohonan kita.

Sabtu, 02 Juni 2018

Arsitek perancang bangunan kehidupan.


(Disalin dari tulisan Bhante Ashin Kheminda) :

Mengapa kita perlu belajar Dhamma? Karena Dhamma adalah hukum alam yang bekerja di kehidupan kita semua. Itulah mengapa memahami hukum-hukum yang bekerja di dalam kehidupan ini menjadi sangat penting.

Pemahaman tentang cara bekerja gaya gravitasi bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menambah kebahagiaan Anda. Anda tidak akan melawan gaya gravitasi tersebut dengan misalnya melompat dari ketinggian, karena Anda tahu bahwa hal tersebut dapat membuat Anda menderita. Orang yang menderita akibat gaya gravitasi adalah orang yang tidak mengerti hukum gravitasi. Demikian pula yang terjadi ketika seseorang tidak memahami sifat api yang panas, dan mempunyai kekuatan untuk membakar. Pemahaman tentang sifat dari api membantu menghindarkan seseorang dari kesulitan dan penderitaan hidup. Selanjutnya, banyak kebahagiaan bisa tercipta melalui pengetahuan dan pemahaman cara bekerja api.

Apabila ada api yang sangat besar, dan kemudian seseorang memasukkan telapak tangannya ke dalam api, maka kesakitan yang timbul disebabkan oleh kebodohannya - oleh kurangnya pengetahuan tentang api. Ketika memasukkan tangan ke api, seseorang berdoa memohon tangannya tidak terbakar, maka apakah kira-kira doa tersebut akan terkabul? Untuk mendapatkan jawabannya, maka Anda bisa mencobanya sendiri di rumah.! Ilustrasi sederhana ini dipakai untuk memahami cara bekerja hukum kamma, kita adalah pencipta dari kehidupan, kebahagiaan dan penderitaan kita sendiri.!

Dengan cara yang sama, pengetahuan Dhamma bisa menghindarkan kita dari kesulitan hidup. Tidak hanya itu, tujuan saya membabarkan Dhamma adalah agar kita dapat mengerti hukum alam ini secara lebih baik, sehingga kita dapat menjadi manusia yang lebih bahagia dan bijaksana. Praktisi Dhamma bukanlah semata-mata agama, melainkan juga merupakan filsafat dan gaya hidup yang membebaskan kita dari segala opini, takhayul dan spekulasi yang membelenggu kebebasan kita.

Pemahaman atau doktrin agama sering dipahami secara keliru, dan akhirnya membelenggu manusia, menghalangi pembebasan dia dari segala bentuk kebodohan dan penderitaan. Banyak manusia yang berselisih paham hanya karena agama. Mereka terjebak pada kata-kata dan tidak mampu melampaui kata-kata yang diajarkan di dalam agama. Manusia bisa berselisih paham karena kedua belah pihak tidak mampu menembus makna di balik kata-kata. Saat berkunjung keluar negeri, saya mendapatkan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan salah satu master meditasi dari aliran Mahayana tentang pengalaman meditasi. Beliau bercerita tentang meditasi dengan menggunakan istilah-istilah yang sama sekali tidak saya ketahui. Walaupun istilah-istilah tersebut asing buat saya tetapi ketika beliau menjelaskan kejadian yang terjadi di dalam meditasi maka saya bisa memhami-nya dengan baik. Jadi, istilah yang beliau pakai merupakan istilah asing, tetapi istilah-istilah tersebut merujuk pada pengalaman meditasi yang sama sekali tidak asing buat saya. Apabila saat itu saya melekat kepada istilah atau terminologi Theravada yang saya anut, maka pasti akan terjadi perdebatan. Akan tetapi hal itu tidak terjadi karena saya sadar bahwa perbedaan hanya ada di kata-kata saja, tetapi pengalaman yang ditunjukkan oleh kata-kata tersebut adalah pengalaman yang universal. Demikianlah yang terjadi apabila kita mampu menembus kata-kata.

Banyak pertengkaran mengatasnamakan agama, karena masing-masing pihak melekat pada kata-kata, dan tidak mampu menembus kedalam dari kata-kata tersebut. Sebagai contoh, orang Barat berbiacara tentang "rice" yang menurut kita adalah "beras". Apabila masing-masing bersikeras saling mempertahankan pendapatnya, maka pertengkaran akan terjadi. Bukankah meributkan mana yang benar "rice" atau "beras" adalah sia-sia belaka? Jadi, dengan mengetahui makna di balik kata-kata dengan baik, maka kita dapat menghindari pertengkaran, dan dapat hidup dengan damai. Demikianlah hendaknya kita memaknai agama masing-masing.

Jadi, sekali lagi, kalau Anda ingin meningkatkan kehidupan Anda, mencapai satu kehidupan dengan kualitas kehidupan yang bagus, maka Anda harus paham hukum apa saja yang bekerja di dalam kehidupan Anda. Apa saja yang bisa membuat Anda bahagia, atau bahkan sebaliknya, yang membuat Anda menderita.

Praktisi Dhamma tidak setuju dengan pandangan tentang adanya satu mahluk apa pun yang bisa menentukan kualitas kehidupan kita.  Dhamma mengajarkan kepada kita bahwa kita masing-masing adalah pencipta dari kehidupan kita sendiri. Oleh karena itu sudah seharusnya kita menjadi pencipta kehidupan yang baik bagi "bangunan" kehidupan kita sendiri. Seorang arsitek bisa menciptakan bangunan indah karena dia telah menempuh jenjang pendidikan yang cukup. Dia memiliki pengetahuan untuk membuat bangunan yang indah, dan sebaliknya menghindari bangunan yang buruk. Demikian pula yang terjadi ketika kita ingin membangun "bangunan" kehidupan kita. Kita harus belajar Dhamma (pariyati) dengan baik terlebih dahulu sebelum akhirnya mampu membangun "bangunan" kehidupan dengan indah.

Mereka yang menderita di kehidupan ini, adalah mereka yang tidak memahami hukum yang bekerja di kehidupan ini. Mereka bukan pencipta "bangunan" kehidupan yang baik. Mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang bagaimana menjalani kehidupan ini dengan baik.

Jadi, jika Anda memahami hukum yang bekerja di kehidupan ini, maka sudah sewajarnya kalau kualitas kehidupan Anda akan semakin meningkat. Salah satu hukum yang bekerja di dalam kehidupan ini, dan boleh dikatakan yang terpenting adalah hukum kamma.

Hukum kamma menempati posisi yang sangat penting di dalam Ajaran Dhamma, karena kamma inilah yang terus menggerakan kita semua di alam Samsara. Kamma juga yang membuat kita menderita. Selama masih berada di dalam lingkaran tumimbal lahir (terlahir kembali berulang-ulang), di alam mana pun, akan selalu ada penderitaan. Mereka yang memiliki aspirasi untuk dilahirkan di alam surga karena ingin bahagia selama-lamanya, mereka belum memahami ciri kehidupan ini dengan baik dan benar. Ciri dari Samsara adalah penderitaan, dan apabila kita memiliki aspirasi untuk bisa mencapai kebahagiaan yang abadi maka kita harus keluar dari Samsara, mencapai Nibbana!


Syarat masuk Surga.


Hampir dapat dipastikan, bahwa semua ajaran agama itu menganjurkan berbuat baik, dan menunjukkan jalan ke surga. Secara logika, manusia yang hidup sebelum ada agama, bisa masuk surga karena banyak berbuat baik.
Hukum universal alam semesta tidak pernah berubah. Sebelum & sesudah ada agama hukum tersebut tetap sama, tidak  berubah. Agama itu banyak sekali, ajarannya berbeda-beda, menandakan bahwa setiap agama tidak bisa dinyatakan sebagai ajaran kebenaran. Kalau ajaran agama-agama itu banyak benarnya setuju. Tapi yang benar 100% cuma satu. Untuk memilih mana yang 100% benar tersebut, perlu mempelajari kitab sucinya secara mendalam dengan pikiran yang sehat, yang bersih, tidak memihak (tidak terkontaminasi), agar dalam menilai (memilih) agama bisa tepat. Tetapi jangan takut, pada intinya ajaran agama itu baik. Kita harus bisa menarik benang merah ajaran agama, disesuaikan dengan perbuatan-perbuatan baik agar tidak salah dalam mempraktekkan ajaran agama.
Sebagai kesimpulan, masuk Surga atau masuk Neraka itu ditentukan oleh perbuatan / perilaku masing-masing orang semasa hidup di dunia. Tidak menjadi masalah apapun agamanya. Berlaku hukum universal sebab-akibat, hukum tabur-tuai atau hukum karma.
Surga & Neraka itu alam kehidupan juga. Untuk bisa mencapai kondisi yang lebih baik dari Surga, yaitu kondisi prima (tertinggi), disebut Nibbana; maka manusia harus menjadi suci tanpa dosa (menjadi Arahat), yang merealisasi pencapaian penerangan sempurna, adalah hasil tertinggi dari melatih meditasi, yang sebelumnya harus didahului dengan pengembangan kerelaan & kemoralan.

Jumat, 01 Juni 2018

Ajaran Dhamma.


Pengetahuan (ajaran) ini bersikap realitis tidak mempercayai mitos penciptaan, seperti misalnya; alam semesta yang muncul dari telur kosmik, atau diciptakan oleh sosok pria tua dengan jenggot putihnya yang panjang. Apabila dikatakan bahwa pribadi super yang maha kuasa atau ‘perancang terpandai’ yang menciptakan semesta, maka menimbulkan pertanyaan yang sangat jelas tentang siapa yang kemudian menciptakan atau ‘merancang’ pribadi super itu? Dan apabila pribadi super tersebut selalu ada, lalu bukankah lebih dapat dipercayai bahwa sebaliknya semesta selalu ada?

Ajaran Dhamma tidak mengajarkan tentang pribadi super maha kuasa dan maha tahu, dengan alasan apapun, mengijinkan ciptaannya sendiri untuk disiksa di neraka selama-lamanya. Apabila pribadi super maha kuasa tersebut mengetahui sebelumnya bahwa kebanyakan dari ciptaannya ditakdirkan terbakar di api neraka selama-lamanya, lalu mengapa masih saja menciptakan begitu banyak penderitaan? Sulit untuk mempercayai bahwa pribadi super maha tinggi yang penuh cinta kasih dan pemaaf ternyata juga bersikap pencemburu, pendendam, tidak adil, tak kenal ampun dan sadis.

Ajaran Dhamma mengingatkan kita untuk tidak memperhatikan spekulasi-spekulasi demikian, berhubung spekulasi-spekulasi ini pada akhirnya tidak bermanfaat. Seperti cerita tentang seseorang yang terpanah dengan panah beracun, yang tidak ingin mencabut panahnya sebelum dia mengetahui siapa yang menembak-kan panah tersebut, mengapa dia dipanah, dan racun jenis apa yang ada di panahnya. Serupa halnya dengan tugas seorang dokter yang mencabut panah beracun tersebut dan mengobati lukanya, dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut yang bukan pada waktunya. Uraian ini menunjukkan pada kita cara untuk membebaskan diri kita dari penderitaan dan tidak menjawab pertanyaan spekulatif tersebut. Oleh sebab itu, pengetahuan ini mengingatkan; kita harus lebih memikirkan dan fokus terhadap apa yang penting, yakni praktek mengindahkan kesunyataan yang tidak spekulatif.

Ajaran Dhamma tidak mengancam siapapun dengan hukuman neraka selama-lamanya. Ancaman tersebut mungkin saja dibutuhkan di jaman kuno untuk menjaga keberadaban manusia, dan juga dilakukan bersamaan dengan janji imbalan surga. Pendekatan ini juga dilakukan dalam menarik orang-orang untuk bergabung dengan kelompok keyakinan tertentu, dengan ancaman hukuman yang abadi dan pahala.

Ajaran Dhamma tidak menerima konsep tentang pribadi super pencemburu yang banyak menghukum ciptaan-nya sendiri hanya karena mereka memilih keyakinan yang berbeda. Secara praktis, semua bangsa yang beradab menghormati dan menjamin kebebasan berpikir dan praktek agama, seperti yang diabadikan dalam piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (Pasal 18). Lebih jauh lagi penyiksaan itu dilarang oleh semua bangsa yang beradab di muka bumi. Jadi bagaimana mungkin pribadi tertentu yang sewajarnya, menciptakan kita semua, bisa jadi kurang beradab? Maka itu, pembawa ajaran kesunyataan menemukan ancaman siksaan selama-lamanya di neraka cukup sulit untuk dipercaya.

Sebagai contoh, siapakah yang akan mengirimkan atau mengijinkan makhluk lain dibakar dalam api neraka selama-lamanya? Ambil-lah korek api biasa. Nyalakan di telapak tangan anda. Dapatkah anda menahan rasa sakit hanya untuk beberapa detik saja? Dapatkah anda menyalakan korek api tersebut di telapak tangan seseorang hanya untuk satu menit saja dan mengamati mereka berteriak dalam kesakitan? Dapatkah anda melakukan hal itu pada seseorang untuk selama-lamanya? Kekejaman tersebut di luar bayangan kita.

Lebih jauh lagi, jika dalam kuasa anda untuk menghentikan penderitaan yang sangat dan tanpa akhir itu, tidakkah akan anda lakukan? Akankah pribadi sehat dan rasional tidak melakukannya? Tidak akan pernah ada pembenaran untuk kekejaman yang tak kenal ampun untuk alasan dan keadaan apapun yang memungkinkan.

Ajaran Dhamma tidak pernah menggunakan ancaman apapun, atau mencoba untuk memaksa siapapun untuk menerimanya. Ajaran ini menerima kebebasan berpikir, dan mengenali bahwa tidak semua orang dapat menerima yang dibabarkan, dan orang-orang mengalami kemajuan secara berbeda-beda dan akan memilih jalur yang berbeda untuk diri mereka sendiri. Pembawa ajaran ini lebih menyenangi untuk menjelaskan ajarannya dengan cara yang logis dan masuk akal, dan ingin orang-orang untuk memahami dan menyadari kesunyataan itu untuk diri mereka sendiri tanpa rasa takut akan hukuman yang bisa menimpa.

Ajaran Dhamma bukanlah ajaran mengenai ancaman atau imbalan, melainkan mengenai pengetahuan dan pemahaman.

Empat Perenungan Penting.


Perenungan Pertama : Sulitnya memperoleh kelahiran.
Kelahiran yang maha berharga sebagai manusia ini begitu mendukung kita untuk mempraktikkan perilaku yang benar, sebab ada kelahiran yang lain contoh : lahir sebagai binatang, sebagai makhluk halus (syetan) dan lain sebagainya. Kelahiran sebagai manusia sangat sulit diperoleh tapi mudah sekali hilang. Oleh karena itu, kita harus membuatnya bermakna dengan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

Perenungan Kedua : Ketidakkekalan
Dunia beserta seluruh isinya tidaklah kekal, khususnya kehidupan masing-masing kita yang bagaikan gelembung air. Tidak pasti kapan kita akan mati dan menjadi mayat. Pada saat itu hanya kebajikan-lah  yang dapat menolong kita, makanya kita harus berlatih dengan rajin mulai dari sekarang untuk selalu dapat berbuat bajik (berguna bagi sesama).

Perenungan Ketiga : Hukum Universal Yang Maha Kuasa (YMK)
Pada saat kematian tiba, tidak akan ada kebebasan, dan hukum YMK-lah yang akan mengambil alih. Karena kita yang berbuat maka kitalah yang harus menanggungnya. Jadi semasa hidup, kita hendaknya meninggalkan semua perbuatan yang tidak baik, dan selalu mencurahkan seluruh sisa waktu kita sekarang ini untuk berbuat baik.

Perenungan Keempat : Derita & Sengsara
Seperti jamuan terakhir sebelum algojo menghantarkan kita ke kematian; rumah, sahabat, kesenangan dan segala kepemilikan di alam fana menyebabkan kita menderita berkesinambungan. Oleh karena itu, dalam hidup ini hendaknya kita tekun berlatih & selalu berupaya untuk memutuskan semua belenggu kemelekatan, dan berjuang guna memperoleh pencerahan sempurna (Enlightened) dengan cara mengembangkan kerelaan, kemoralan & konsentrasi (meditasi) secara serius & berkesinambungan.