Translate

Selasa, 14 Desember 2021

Kisah Tentang Kura-kura Buta

Kehidupan ini penuh dengan penderitaan. Tanpa disadari, kita melakukan perbuatan buruk dan menciptakan karma buruk. Dari kehidupan ke kehidupan, karma buruk kita semakin berat. Orang pada zaman dahulu memegang teguh nilai moralitas, menghormati semua orang di keluarga, masyarakat, dan orang-orang yang lebih tua. Selain itu, mereka juga sangat rendah hati. Akan tetapi, anak muda zaman sekarang semakin tidak menghormati orang yang lebih tua.

Kini, populasi manusia semakin lama semakin banyak dan hubungan antar sesama di masyarakat juga semakin lama semakin rumit, sehingga karma buruk yang tercipta pun semakin hari semakin banyak dan semakin berat. Setiap teringat hal ini, saya sangat khawatir. Berhubung telah terlahir sebagai manusia dan berkesempatan untuk mendengar Dhamma, kita hendaknya tekun dan bersemangat untuk melatih diri. Janganlah kita berhenti di tengah jalan. Berhenti di tengah jalan itu lebih melelahkan untuk melangkah maju. Karena itu, kita harus bersungguh hati.

Di dalam Sutta ada sebuah kisah seperti ini. Ada sebidang papan yang tengahnya bolong dan terombang-ambing di tengah laut. Ada seekor kura-kura buta yang berenang di laut. Saat mengangkat kepala, kebetulan kepalanya masuk ke tengah lubang papan tersebut. Ini sungguh tidak mudah. Sama halnya dengan manusia. Untuk bertemu dengan ajaran kebenaran, sungguh hal yang sulit.

Ada seorang anak muda yang ingin mencoba memasukkan kepalanya di lubang papan. Dia lalu mencari sebidang papan dan melubangi bagian tengahnya agar dapat dimasuki kepala. Dengan membawa papan itu, dia pergi ke sebuah kolam yang sangat besar. Dia lalu melempar papan itu ke dalam kolam. Setelah itu, dia juga masuk ke dalam kolam. Semakin dia berusaha keras berenang, gelombang airnya semakin besar sehingga papan itu pun ikut bergerak. Lama-kelamaan, papan itu terbawa semakin jauh darinya. Dia merasa sangat lelah.

Setelah mencoba sepanjang hari, anak muda itu gagal terus. Dia berpikir di dalam hati, "Mata saya dapat melihat. Kolam ini juga tidak terlalu besar. Akan tetapi, setelah mencoba sepanjang hari, saya masih tidak dapat memasukkan kepala saya ke lubang papan itu. Tentu lebih sulit bagi kura-kura buta di tengah lautan itu hingga kepalanya dapat masuk ke lubang papan saat kepalanya terangkat. Sungguh, sangat sulit juga terlahir sebagai manusia dan bertemu dengan ajaran Dhamma. Karena itu, kita harus memanfaatkan waktu untuk melatih diri.

Demikianlah, anak muda itupun kemudian meninggalkan keduniawian. Setelah menjadi Rahib, meski telah meninggalkan keduniawian, dia kerap berbagi Dhamma di tengah masyarakat. Ini adalah salah satu kisah di dalam Sutta. Kini Guru Agung Tathagata sudah tidak ada di dunia, tetapi ajaran Beliau masih bersama kita.

Kita hendaknya memahami tentang Empat Kebenaran Mulia. Setiap hari ajaran Guru Agung Tathagata hendaknya menjadi pengingat bagi kita. Tak peduli betapa kayanya seseorang, kehidupannya tetap tak terlepas dari ketidakkekalan dan penderitaan. Dalam kehidupan masa sekarang ini, apakah Anda tidak merasa bahaya selalu mengintai? Semakin berkembangnya masyarakat, bahaya yang mengintai  pun semakin besar.

Para ilmuwan sangat khawatir karena suhu bumi kian hari kian meningkat, dan kondisi iklim pun semakin ekstrem. Populasi manusia yang semakin lama semakin bertambah menyebabkan bumi ini semakin padat. Manusia menciptakan berbagai polusi terhadap udara dan lingkungan, sehingga banyak terjadi bencana akibat ketidakselarasan unsur alam. Dilihat dari sisi Buddhisme, ini adalah hukum alam. Ini semua bersumber dari sebersit pikiran manusia. Ketamakan menyebabkan populasi manusia semakin bertambah.

Di sisi lain, banyak negara yang mengkhawatirkan masalah lansia di  masyarakat. Jumlah anak muda semakin sedikit karena mereka tidak ingin melahirkan bayi. Namun jika sebaliknya, apa yang akan terjadi jika angka kelahiran semakin meningkat? Inilah kontradiksi yang terjadi di masyarakat. Kini kontradiksi di masyarakat semakin lama semakin banyak. Ini terjadi akibat kebodohan dan ketidaktahuan.

Dalam hidup ini, setahun rasanya sangat lama. Namun, sadarilah, berapa tahun kita dapat hidup di dunia ini? Banyak hal di dalam hidup ini yang berjalan tak sesuai dengan harapan. Selain itu, ada banyak hal yang tak dapat kita prediksi. Sebelum sesuatu terjadi, kita tidak dapat memprediksinya terlebih dahulu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidup kita, dan berapa lama usia kehidupan kita. Kita tidak tahu semuanya. Karena itu, kita harus tekun dan bersemangat menapaki jalan Dhamma. Memperbanyak perbuatan bajik, mengurangi perbuatan yang tidak baik dan senantiasa berupaya mensucikan hati dan pikiran dengan banyak belajar agar tidak menjadi orang yang dungu, fanatiknya sempit, hingga fanatik buta.

Kita harus menenangkan dan meneguhan hati kita di dalam Dhamma. Kita harus melakukan segala kebajikan dan memutuskan jalinan jodoh buruk. Setiap hari, kita harus berupaya melenyapkan noda batin, dan melepaskan diri dari kemelekatan dalam hubungan antar sesama. Kita harus berusaha untuk mencapai pembebasan. Bagaimana cara kita untuk  mencapai pembebasan batin? Kita dapat melakukannya dengan cara menjalin jodoh baik dengan orang baik dan bijaksana setiap hari. Dengan menjalin jodoh baik, maka kita akan bebas dari kerisauan. Dengan begitu, kita dapat melewati hari-hari setiap hari dengan hati yang tenang dan penuh sukacita. Inilah yang disebut pembebasan batin. Melenyapkan noda batin dan menambah jalinan jodoh baik merupakan cara kita untuk mempraktikkan ajaran Dhamma secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Tolong perhatikan pemahaman ini. Demikianlah kisah tentang kura-kura buta. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar