Translate

Senin, 20 September 2021

BERSYUKUR

Selalu bersyukur itu mudah diucapkan, tapi pelaksanaannya bagaimana? Marilah kita berupaya menjalani hidup ini, pekerjaan ini, dengan ikhlas & suka cita. Marilah kita selalu setiap saat, menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih sengsara dibanding kita. Marilah setiap saat kita bisa fokus dengan apa yang sedang kita kerjakan. Pikiran yang fokus, akan menghasilkan hasil pekerjaan yang baik, bahkan sempurna. Pikiran yang sadar akan menjadikan kita waspada & bijaksana, akan tahu lebih awal, tidak akan pernah terlambat menyadari ketika kita akan melakukan kesalahan dalam bertindak dan berucap, bahkan ketika akan berpikiran negatif. Kalau sudah mampu melakukan hal-hal tersebut diatas, maka semua yang kita kerjakan akan berjalan lancar, menuai hasil yang baik, dan kebahagiaan akan selalu menyertai kita. Lama-kelamaan yang selalu kita lakukan tersebut, "fokus dan sadar setiap saat", akan menjadi kebiasaan (habit). Kita akan menjadi orang yang bersahaja, tenang, seimbang, tahan banting, ulet dan menyejukkan orang-orang disekitar kita. 
Jangan lupa kalau ada kelebihan materi, makanan dan lain-lain, mau membantu orang lain yang sangat membutuhkan, bantulah dengan ikhlas. 
Meskipun kita tahu bahwa berbagi itu adalah merupakan tabungan kita untuk masa depan, dan atau masa depan setelah kita mati, dan kita sendiri yang akan menerima buahnya, namun hendaknya jangan menghitung-hitung buah yang akan kita terima, karena hal tersebut bisa mengurangi lebatnya buah. Berbagilah tanpa memikirkan hasilnya. Orang lain yang senang menerima pemberian kita, hal tersebut sudah merupakan kebahagiaan tersendiri buat kita bukan? Itu merupakan kebahagiaan yang langsung kita terima.

Rabu, 08 September 2021

Saddha, Keyakinan dalam Buddhisme

Saddha adalah keyakinan berdasarkan pengetahuan dari hasil verifikasi atau penyelidikan awal berupa hipotesis, yaitu anggapan benar terhadap ajaran, konsep, gagasan dan lain lain, yang terbentuk karena keterbatasan bukti dan merupakan titik awal yang perlu ditindaklanjuti.
Kata Saddha memiliki makna dan pengertian yang tidak sederhana, dan tidak memiliki padanan kata yang tepat dan sesuai dalam kosakata bahasa lain untuk menggantikannya.  Untuk itu Saddha tidak bisa hanya sekedar diartikan sebagai “keyakinan”. Saddha bukanlah keyakinan membuta, yaitu kepercayaan terhadap sesuatu sebagai kebenaran tanpa verifikasi dan yang tidak memicu tindak lanjut berupa usaha membuktikan sesuatu itu.
Saddha juga bukanlah iman dalam kepercayaan lain, karena Saddha memerlukan penindakan selanjutnya berupa pembuktian dan tidak berdasarkan pada kepercayaan membuta serta rasa takut. Untuk itu menerjemahan Saddha sebagai iman dipertanyakan dan ditentang oleh para sarjana bahasa Pali Buddis. Dan alih-alih diterjemahkan sebagai iman, Saddha bisa diterjemahkan sebagai kepercayaan diri.
Iman dalam agama atau kepercayaan lain adalah rasa percaya yang berdasarkan pada ketakutan terhadap apa yang dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan juga tanpa diawali dengan verifikasi serta tidak memerlukan penindakan selanjutnya yang berupa pembuktian. Dalam iman, apa yang dipercaya dianggap sebagai kebenaran, dan cenderung berkeyakinan membuta.
Sebagai contoh mengenai iman : dalam suatu agama tertentu menyatakan bahwa seseorang harus memiliki iman kepada Tuhan dan utusannya agar ia dapat memperoleh keselamatan, jika tidak, ia akan masuk neraka setelah ia meninggal. Karena rasa takut tidak diselamatkan dan masuk neraka, seseorang memilih percaya kepada keberadaan Tuhan dengan segala perintahnya tanpa mempertanyakan, tanpa memeriksa pernyataan tersebut, dan tanpa menindaklanjuti dengan usaha membuktikan kebenaran keberadaannya. Dan karenanya pemikiran untuk mengkritisi menjadi terhenti.
Sebaliknya, pengertian Saddha secara panjang adalah sikap batin yang yakin dan menerima hasil verifikasi atau penyelidikan awal berupa anggapan benar atau hipotesis terhadap ajaran, konsep, gagasan dan lain lain, yang pada tahap pengembangan diri seseorang saat sekarang ini belum dapat dibuktikan karena keterbatasan bukti yang ada, dan merupakan titik awal tindak lanjut berikutnya berupa usaha pengujian untuk pembuktian menuju terwujudnya kebenaran.
Secara singkat, Saddha adalah keyakinan berdasarkan hipotesis. Digunakannya kata “hipotesis” ini dikarenakan kata ini memiliki makna atau pengertian yang mendekati dengan pengertian dari Saddha.
Hipotesis sendiri adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, teori, proposisi dan sebagainya meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan. Hipotesis juga berarti anggapan atau penjelasan yang diusulkan, yang dibuat atas dasar bukti yang terbatas sebagai titik awal untuk penyelidikan lebih lanjut. Hipotesis juga disebut sebagai dasar penyelidikan, dan dalam berbagai penelitian sebuah hipotesis akan berdasarkan pada penelitian sebelumnya.
Sebagai contoh mengenai Saddha : seorang umat disebut memiliki Saddha terhadap Buddha meskipun belum bertemu terlebih dahulu, karena sebelumnya ia telah melakukan verifikasi, dan penyelidikan terhadap ajaran-Nya untuk selama beberapa waktu, serta setiap saat dapat melihat dan memastikan adanya hal-hal positif, seperti belas kasih, berkurangnya nafsu dan sebagainya yang ada pada diri orang lain yang telah mempraktikkan ajaran-Nya secara benar. Sehingga setelah melihat itu semua akhirnya menimbulkan sukacita, inspirasi, dan muncul keyakinan pada diri umat tersebut dengan menganggap benar apa yang telah ia verifikasi dan selidiki sebagai ajaran dari seseorang yang telah tercerahkan, yaitu Buddha, dan sesuai untuk dirinya. Dan untuk selanjutnya ia akan berusaha membuktikannya dengan mempraktekkan ajaran tersebut.
Saddha merupakan salah satu dari lima hal yang dapat menghasilkan dua hal yang berbeda, yaitu menghasilkan hal yang benar atau hal yang salah. Dengan kata lain, sesuatu yang diterima berdasarkan Saddha nantinya bisa benar atau salah, bisa merupakan fakta atau sebaliknya.
Karena kondisi Saddha yang dapat menghasilkan dua hal yang berbeda tersebut, maka tidak selayaknya bagi seorang bijaksana yang melestarikan atau menjaga kebenaran untuk menyimpulkan secara pasti apa yang diterimanya melalui Saddha tersebut dengan mengatakan, “Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah“, hingga ia membuktikan kebenarannya. Namun ia berhak untuk menyatakan, “Demikianlah keyakinan saya“.
Terdapat dua jenis Saddha, yaitu : Saddha yang memiliki pokok alasan atau berdasar  Mulika Saddha, dan Saddha yang tidak memiliki pokok alasan atau tidak berdasar Amulika Saddha.
Mulika Saddha adalah keyakinan yang muncul dari penilaian yang hati-hati dari hasil verifikasi atau penyelidikan yaitu Ehipassiko, yang memiliki dasar terhadap sebuah pernyataan, ajaran, dan sebagainya. Sedangkan Amulika Saddha adalah keyakinan yang muncul tanpa didahului dengan penilaian yang hati-hati dari hasil verifikasi atau penyelidikan yang juga tanpa memiliki dasar terhadap sebuah pernyataan, ajaran, dan sebagainya.
Keyakinan atau Saddha yang mengakar secara dalam pada wawasan yang berdasar Akaravata Saddha Dassanamulika, adalah keyakinan yang kokoh yang tidak terkalahkan oleh siapapun. Keyakinan ini merupakan keyakinan yang didasari oleh kebijaksanaan atau Panna; Dengan kebijaksanaan atau disebut indria kebijaksanaan atau Pannindriya maka Saddha pada diri seseorang akan stabil.
Itulah jenis keyakinan atau Saddha yang dianjurkan dalam meyakini Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha), karena Saddha seperti itu bermanfaat untuk mengokohkan, menguatkan, memfokuskan, dan sebagai pedoman sebuah niat untuk mencapai tujuan, yang dalam konteks Buddhis tujuan tersebut adalah Kebebasan Sejati atau merealisasi Nibbana.
Untuk itu, Saddha terhadap Tiratana merupakan hal yang penting pada awal perkembangan batin, dan karenanya Saddha diperumpamakan sebagai benih. Dan untuk itu juga Saddha perlu dikembangkan dengan cara berlatih dan mempraktikkan ajaran Buddha sambil mengujinya, agar seseorang dapat lebih menguatkan dan memfokuskan diri mencapai tujuan.
Pada tingkat akhir, pada diri mereka yang telah melihat, mengetahui, menembus, mewujudkan, dan mencapai Kebenaran oleh dirinya sendiri secara langsung terhadap sesuatu, misalnya terhadap salah satu ajaran Buddha, maka Saddha terhadap Tiratana tersebut tidak diperlukan lagi, sehingga mereka menjadi tanpa Saddha atau asSaddha; Hal ini sama seperti seseorang yang telah membuktikan kebenaran, melihat sebuah fakta yang nyata ada dan teruji, maka ia tidak memerlukan sebuah hipotesis atau anggapan benar lagi.
Dari pengertian diatas, maka Saddha memiliki ciri-ciri, yaitu : merupakan hasil verifikasi berupa hipotesis, bukan kebenaran final atau akhir, tetapi merupakan titik awal perjalanan menuju perwujudan kebenaran melalui pengujian, dan perlu diiringi dengan kebijaksanaan.
Fungsi dari Saddha sendiri adalah untuk mengarahkan seseorang melakukan sesuatu, berkomitmen, bertekad dalam mendapatkan kejernihan, kejelasan dan pembuktian kebenaran dari ajaran, konsep, gagasan, dan lain lain.

Jumat, 09 Oktober 2020

Menembus Batas

Pria yang mengenakan pakaian putih dan rompi berwarna abu-abu dalam gambar di samping ini adalah tentara Afghanistan yang bernama Abdul Rahim yang telah kehilangan kedua tangannya dalam medan pertempuran.

Lalu ia menerima sepasang tangan dari Joseph asal Kerala. Joseph meninggal dalam kecelakaan lalu-lintas.

Dalam gambar tersebut istri dan putri dari Joseph menatap tangan itu. Dua tangan yang selalu membantu istri dan pernah merawat putri mereka, dua tangan yang bayangannya ada di kepala mereka.

Dokter yang melakukan operasi transplantasi tangan adalah dokter Subramanian Iyer, yang berkemeja biru muda. Dia seorang dokter yang beragama Hindu. Joseph, si pendonor tangan beragama Kristen, sedangkan Abdul Rahim yang menerima donor tangan adalah seorang Muslim.

Yang mereka lakukan tersebut adalah tindakan kemanusiaan yang menembus batas, yang mestinya bisa membuka mata semua orang, bahwa latar belakang maupun agama yang berbeda-beda bukanlah halangan untuk mengasihi sesama.

Luar biasa, mari kita tebarkan selalu cinta kasih universal kapanpun dan di manapun kita berada. Semoga semua makhluk berbahagia.

Rabu, 07 Oktober 2020

Resep Singkat Hidup Sehat

Ternyata olahraga teratur dan jangka panjang hanya menempati peringkat kedelapan dari delapan kebiasaan manusia yang berumur panjang.

Di antara delapan kebiasaan yang menyebabkan seseorang berumur panjang yang diakui di dunia, yang pertama adalah olah raga teratur. Namun ternyata olahraga hanya berada di urutan kedelapan dalam menunjang umur panjang manusia. 

Ini betul-betul tidak terduga, jadi kebiasaan apakah yang dapat menyebabkan seseorang memiliki umur yang panjang? Berikut adalah urut-urutannya :

Urutan pertama adalah : menjaga mood agar tetap bahagia, emosi itu berdampak besar pada kesehatan. Orang yang depresi dan sangat stres dalam waktu yang lama dapat dengan mudah menyebabkan gangguan endokrin dan membawa serangkaian risiko kesehatan. Orang yang berumur lebih dari seratus tahun pada dasarnya adalah orang yang optimis, meskipun telah melalui perubahan-perubahan dalam hidup, mereka tetap tersenyum pada kehidupan.  Suasana hati yang bahagia dan ketenangan pikiran adalah "obat yang baik". yaitu cara terbaik dalam mencegah datangnya penyakit.

Urutan yang kedua adalah : istirahat dan tidur yang cukup, tidurnya 6 ~ 8 jam per hari.

Urutan ketiga adalah : makanan yang bergizi, paling tidak makanan tersebut 80% bergizi.

Urutan keempat adalah : makan telur 1 butir per hari.

Urutan kelima adalah : Meminum air putih 8 gelas perhari dengan penjelasan sebagai berikut : segera setelah bangun tidur minumlah air putih 1 atau 2 gelas, dilanjutkan misalnya sebelum makan, sebelum mandi dan sebelum tidur masing-masing 1 gelas. Yang lebih baik adalah meminum air putih hangat.

Urutan keenam adalah : Makan biji-bijian 3 kali seminggu, biji-bijian itu contohnya adalah : wijen, biji labu, biji bunga matahari, biji anggur, almond, kenari, kacang tanah, kacang mete dan lain-lain.

Urutan ketujuh adalah : Makan ikan dua kali seminggu.

Urutan kedelapan adalah : Olah raga teratur.


Selasa, 06 Oktober 2020

Larangan Sholat di Mesjid di Masa Gawat Pandemi

Pada awal merebaknya pandemi Covid-19, jamaah tidak diperbolehkan sholat di mesjid, dihimbau untuk sholat di rumah saja. Saat ini di daerah-daerah tertentu yang sudah berstatus zona hijau atau mungkin ada juga zona kuning jika sudah diperbolehkan sholat di masjid, maka harus memberlakukan dan mematuhi ketentuan protokol kesehatan covid-19. Yaitu mencuci tangan, menggunakan masker, suhu tubuh diukur, menjaga jarak termasuk ketika sedang sholat dan tidak diperkenankan berjabat tangan. Untuk gereja pada waktu itu ibadahnya memanfaatkan fasilitas daring, dan jemaat mengikutinya dari rumah. Dan ketika jemaat sudah diperbolehkan kembali beribadah di gereja, sama dengan di mesjid, yaitu menggunakan protokol kesehatan juga. Untuk Lansia dan anak2 belum diperbolehkan.

Tulisan ini mengulas tentang lumayan banyaknya jamaah mesjid yang beberapa waktu lalu menolak untuk tidak sholat di mesjid. Mereka berpendapat, sesuai dengan ajaran agama yang mereka yakini bahwa sholat di masjid menyembah Tuhan itu wajib, sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga tidak mungkinlah jika virus corona mampu melawan Tuhan, dan menjangkiti para jemaah yang sholat di masjid. Dikatakannya tidak mungkin virus akan menyerang jemaah yang sedang memenuhi perintah menyembah Tuhan. Padahal kalau mau sedikit saja menggunakan akal sehat, maka mereka akan sadar bahwa manusia itu bukanlah orang yang tanpa dosa, oleh karena itu maka bisa saja Tuhan menggunakan virus tersebut untuk menghukum manusia, karena sesuai dengan keyakinan pula bahwa virus itu Tuhan jugalah yang menciptakannya. Pada kenyataannya orang-orang yang berkumpul saat pandemi berlangsung, entah itu di masjid atau sedang mengadakan hajatan tertentu, maka ada orang yang terserang virus corona, bukan hanya satu dua, tapi ada beberapa orang yang terserang. Kejadian ini sesuai dengan kaidah sains, yang mana sains itu basisnya adalah akal sehat atau logika. Jadi sekali lagi menjalankan perintah agama itu haruslah menggunakan akal sehat juga supaya selamat, supaya tidak terjerumus ke dalam lubang menganga, akibat berjalan atau berlari dengan cara yang salah. Bukankah sesuai dengan keyakinan juga bahwa akal atau otak itu Tuhan jugalah yang menciptakannya sebagai perlengkapan manusia, yang bertujuan agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia agar tidak mengalami kecelakaan secara konyol?

Dikatakan agama Islam itu hadir selain untuk memelihara agama itu sendiri, maka juga untuk memelihara jiwa, akal, harta benda dan keturunan. Dan oleh karena virus corona itu membahayakan jiwa, maka perlu dihindari, tentang hal ini ada fatwa-nya dari Majelis Ulama Indonesia dan fatwa ulama-ulama di Al Azhar juga seperti itu. Jika ada persoalan-persoalan yang sulit, maka agama itu memberi kemudahan. Sampai disini jelaslah sudah bahwa pemerintah yang pernah melarang sholat di masjid ketika virus corona sedang ganas-ganasnya itu adalah benar adanya. Dengan alasan keselamatan atau kesehatan, maka pemerintah tidak melanggar hak azasi, justru yang tidak mentaati aturan pemerintah itulah yang melanggar hak azasi karena dapat mebahayakan keselamatan jiwa orang lain.

Sekali lagi perlu diingatkan disini, bahwa mengamalkan ajaran agama itu hendaknya dengan menggunakan akal sehat, agar baik untuk diri sendiri, baik untuk keluarga, dan baik untuk sesama. Semoga Indonesia tetap aman, damai, sejahtera, maju dan mampu bersaing secara baik dengan negara-negara lain. Amin.