Hidup bukan untuk agama, yang benar adalah agama untuk hidup. Kalau
hidup selalu untuk agama, untuk agama, untuk agama, maka ada
kecenderungan gembar-gembor bahwa agama sendiri adalah agama yang paling
benar. Dan yang paling mengerikan lagi adalah bahwa, selain agama sendiri
adalah sesat. Ini sangat berbahaya, dan bisa melakukan pembunuhan demi
agama. Kalau agama untuk hidup maka manusia bisa tambah baik, tambah
baik, tambah baik setelah kenal agama,
apapun agamanya. Karena sebenarnya tidak ada agama yang disebut agama
baik atau agama jelek, agama benar atau agama tidak benar. Karena agama
adalah kecocokan. Sebelum menjadi orang suci atau paling sedikit
menjadi Sotapanna, orang tidak akan tahu agama apa yang paling benar. Kalau kita
lihat dalam agama, itu semua tidak ada buktinya, semua adalah kata buku,
kata buku, kata buku. Tidak ada orang mati kemudian masuk surga &
kembali lagi ke bumi & bercerita, telah membuktikan kebenaran kata
buku. Peribahasa Jawa mengatakan, agama adalah ageman (pakaian). Pakaian
itu adalah untuk bisa jalan kesana & kesini. Pakaian adalah satu
perlengkapan dalam kehidupan ini. Karena orang menggunakan pakaian maka
dia harus menjadi lebih bagus, lebih pantas. Demikian juga orang
menggunakan agama. Kita tidak akan mati karena menggunakan pakaian
(tidak akan mati demi agama). Hidup kita bukan karena pakaian (agama),
tapi agama - kita gunakan untuk hidup. Bukan hidup untuk agama.
Blog ini menampilkan tulisan-tulisan yang dapat dikategorikan sebagai tulisan : Pengetahuan Benar, Wawasan, Kata-Kata Bijak, Lain-lain. Jika pembaca tidak sependapat dengan tulisan yang ada dalam blog ini, tolong abaikan saja dan lupakan! Terima kasih.
Translate
Sabtu, 09 Juni 2018
Jumat, 08 Juni 2018
Bersahabat.
“Keramah-tamahan semesta”
& “Rasa persahabatan universal” itu penting sekali dalam hidup ini, karena
kita hidup di dalam masyarakat yang majemuk. Bila keramah-tamahan semesta atau
toleransi memenuhi hati kita, tidak akan ada ketakutan yang menghantui hidup
kita, meskipun kita tinggal diantara berbagai jenis masyarakat yang
berbeda-beda secara Suku, Agama, Ras & Antar-Golongan.
Golongan Agama.
Ada dua golongan agama, yaitu “Agama Langit” & “Agama Bumi”.
Pemeluk Agama Langit (Theosentris), menggantungkan keselamatannya kepada Tuhan
(sosok maha kuasa & maha pengatur). Melakukan penyembahan & komunikasi
satu arah kepada Tuhan, dengan harapan memperoleh hidup bahagia dunia akherat
(Surga) yang kekal. Ibaratnya, manusia sebagai wayang & Tuhan sebagai dalangnya. Pemeluk
agama wahyu meyakini hidupnya hanya sekali & mengakui adanya 3 alam yaitu; Dunia, Surga & Neraka.
Pemeluk Agama Bumi (Homosentris), berjuang untuk keselamatannya dengan
cara mengindahkan dengan baik & benar berlakunya hukum-hukum
universal alam semesta (alam kasat mata & alam tidak kasat mata). Utamanya adalah
Hukum Tabur-Tuai. Ibaratnya, manusia yang hidup di hutan belantara, bagaimana
caranya bisa selamat (survive). Tuhan tidak cawe-cawe (ikut campur) lagi dengan
kehidupan manusia. Pemeluk Agama Bumi tahu hidupnya sudah berkali-kali dengan
macam-macam kebahagiaan & penderitaan (Samsara) di berbagai alam kehidupan
yang ada (secara garis besar ada 31 alam), dan kehidupannya akan berakhir setelah
mencapai kesucian sempurna / merealisasi Arahat, tidak akan terlahir &
hidup kembali di alam manapun, namun telah padam, telah mencapai kondisi bahagia
yang hakiki, kekal & abadi selamanya.
Senin, 04 Juni 2018
Perbedaan Doa & Paritta.
Doa itu merupakan ungkapan hati yang tidak ada tuntunan
untuk kita jalankan, bahkan sering isinya hanya permintaan, permohonan, dan
kala tertentu justru menimbulkan gejolak batin karena yang dimohon tidak
terkabul.
Paritta itu saat dibaca-pun telah memberikan berkah
ketenangan, kedamaian, keteduhan, kesejukan, ketentraman, kegembiraan, dan kebahagiaan
karena yang kita baca langsung menuntun untuk praktik, menghayati dan menyelami,
seperti dalam paritta “Karaṇīyametta Sutta”, adalah paritta guna memperoleh
kedamaian, maka kita harus cakap, jujur, tulus, lemah-lembut, tidak sombong,
mudah dinasehati, bersahaja, ber-indria tenang, tidak tercela, dan penuh cinta
kasih kepada semua makhluk tanpa batas. Mari kita membaca paritta untuk
ketenangan, ketentraman, keberkahan, dan perlindungan.
Seperti apa itu berdoa yang sesuai dengan Dhamma? Karena kita menyakini adanya hukum kamma, maka cara kita berdoa contohnya adalah sebagai berikut : “Semoga dengan kekuatan jasa baik yang saya lakukan pada saat ini, hari ini dan juga di waktu yang lain membuahkan kemajuan, kesejahteraan & kebahagiaan, semoga semua makhluk berbahagia, semoga Tiratana memberkahi.” Doa tersebut sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Seperti apa itu berdoa yang sesuai dengan Dhamma? Karena kita menyakini adanya hukum kamma, maka cara kita berdoa contohnya adalah sebagai berikut : “Semoga dengan kekuatan jasa baik yang saya lakukan pada saat ini, hari ini dan juga di waktu yang lain membuahkan kemajuan, kesejahteraan & kebahagiaan, semoga semua makhluk berbahagia, semoga Tiratana memberkahi.” Doa tersebut sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Paritta.
Paritta (bahasa Pali), artinya “Perlindungan”, adalah
khotbah Sang Tathagata, yang
berisikan uraian-uraian Dhamma. Paritta mempunyai dua sisi kekuatan yakni : Pertama,
kekuatan spiritual / magis atau energi psikis, keberkahan dan perlindungan.
Kedua, kekuatan pelaksana, praktik, penyelaman dan penghayatan. Paritta merupakan
suatu perlindungan yang kuat bilamana bisa dihapal. Bilamana paritta dibaca /
diucapkan dengan sungguh-sungguh, penuh konsentrasi, pikiran ditujukan &
dipusatkan pada makna paritta tersebut dengan hikmat dan disertai keyakinan
mantap, sehingga pada saat itu kesadaran menjadi kuat, pikiran bersatu dengan
kebajikan, bersih dari kilesa (kekotoran batin), penuh dengan cinta-kasih (metta)
dan kebenaran (sacca), maka paritta akan memiliki energi batin yang luar biasa.
Mengucapkan paritta berulang-ulang, menjadi sebuah
pengkondisian untuk mempercepat masaknya buah kamma baik yang telah dibuat, dan
sebaliknya buah kamma tidak baik akan terhambat masaknya, kecuali kamma buruk
yang berat; seperti membunuh orang tua, orang suci, dan lain-lain. Inilah yang
dimaksudkan dengan perlindungan dalam Paritta.
Pembacaan Paritta itu dimaksudkan untuk
tujuan-tujuan tertentu, akan memberikan manfaat yang luar-biasa. Sebab, pembacaan
Paritta merupakan ‘pemantik’ bagi bangkitnya tiga kekuatan besar, dan tiada
bandingnya di seluruh penjuru alam-semesta ini, yaitu kekuatan “Tiga-Mustika” (Ti-Ratana)
: Buddha-Dhamma-Sangha. Tiada permata ataupun kekuatan apapun yang mampu
menandingi Ti-Ratana.
Paritta akan kehilangan kekuatannya karena tidak ada
keyakinan, perbuatan jahat, dan kamma berat masa lampau. Oleh sebab itu, saat
kita membaca paritta harus disertai dengan pemahaman terhadap makna yang
terkandung di dalamnya, dan dengan sungguh-sungguh, penuh konsentrasi, hikmat
dan disertai keyakinan, sehingga batin dan pikiran kita menjadi tenang, sejuk,
teduh, tentram, damai, gembira, suka-cita, dan bahagia. Seperti makna yang
terkandung dalam paritta “Karaṇīyametta Sutta”, yang mengajak kita untuk menuju
pada kedamaian, kita harus menjadi orang yang jujur, tulus, lemah-lembut, tidak
sombong, mudah dinasehati, bersahaja, ber-indria tenang, tidak tercela dan
penuh cinta kasih kepada semua makhluk tanpa batas di manapun berada, dan akan
membawa seseorang tak terlahir dalam rahim manapun juga. Itulah sesungguhnya
energi dan kekuatan nyata yang kita miliki karena Paritta.
Kalau kondisi batin tersebut di atas terus kita jaga dan
kembangkan, maka energi yang ada akan memberikan pengaruh besar terhadap
kesehatan badan jasmani. Energi juga memberikan pengaruh terhadap lingkungan
sekitar kita, dan akan menjadi kekuatan yang melindungi.
Sejak Tathagata (guru agung dewa & manusia) masih ada
di tengah-tengah umat manusia, Paritta telah diyakini memberikan manfaat
keberkahan dan perlindungan. Beberapa paritta yang sangat populer dalam
masyarakat praktisi Dhamma adalah Ratana Sutta, Karaṇīyametta Sutta, Khandha
Paritta, Aṅgulimāla Paritta, Mora Paritta, Bojjhaṅga Paritta, Maṅgala Sutta, Āṭānāṭiya
Sutta, Abhaya Paritta dan lain-lain.
Beberapa kisah tentang kekuatan paritta diantaranya :
Ratana Sutta, dibacakan Sang Tathagata saat kota makmur
Vesali terancam bencana kelaparan, wabah penyakit, malapetaka, dan gangguan
makhluk-makhluk jahat. Bhikkhu Ananda diinstruksikan untuk mengulang membaca
Ratana Sutta, dan berjalan mengelilingi penjuru kota Vesali dengan memercikan
air yang telah diberkahi. Dengan kekuatan keberkahan Ratana Sutta, kota Vesali
terbebas dari bencana, wabah penyakit, dan pengaruh makhluk jahat.
Karaṇīyametta Sutta, diajarkan oleh Sang Tathagata kepada
500 bhikkhu, yang mengalami kesulitan saat mereka berlatih meditasi di hutan,
karena gangguan makhluk penghuni setempat. Setelah mereka mengulang dan
mempraktikkan cinta kasih (karaṇīyametta), dan kembali ke hutan untuk berlatih
meditasi, mereka pun terbebas dari gangguan, dan memperoleh keberkahan dan
perlindungan.
Langganan:
Postingan (Atom)