Bereakasi itu tidak harus keras, hendaknya secara bijak, karena yang
disasar akan lebih bisa memahami & menerima reaksi kita.
Blog ini menampilkan tulisan-tulisan yang dapat dikategorikan sebagai tulisan : Pengetahuan Benar, Wawasan, Kata-Kata Bijak, Lain-lain. Jika pembaca tidak sependapat dengan tulisan yang ada dalam blog ini, tolong abaikan saja dan lupakan! Terima kasih.
Translate
Minggu, 04 Maret 2018
Jumat, 02 Maret 2018
Hukum Karma.
Ajaran Kesunyataan tentang Hukum Karma atau Hukum Sebab-Akibat, berbeda dengan
paham yang meyakini adanya Takdir Ilahi. Hukum Karma berpusat pada suatu
perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, dan hasilnya hanya untuk diri
sendiri, tidak ada Si pemberi hukuman atas perbuatan buruk yang kita lakukan,
tidak ada pula Si Pemberi pahala atas perbuatan baik yang kita lakukan, dengan
demikian Hukum Karma adalah hukum yang sangat adil, sekaligus dapat
menjawab semua pertanyaan-pertanyaan sulit, tentang adanya perbedaan-perbedaan
jalan hidup, serta fenomena kehidupan yang tampaknya jauh dari azas Keadilan ini:
• Mengapa seseorang
kaya dan berkuasa, sedangkan yang lain miskin dan tertekan ?
• Mengapa seseorang
sepanjang hidupnya sehat, sementara yang lain sejak lahir telah sakit, dan
cenderung sakit-sakitan ?
• Mengapa ada yang
terlahir dengan anggota tubuh lengkap, sementara ada yang terlahir dengan
cacat, tanpa lengan atau kaki ?
• Mengapa seseorang
terberkahi rupa yang menawan dan kecerdasan, sedang yang lain buruk rupa dan
dungu ?
• Mengapa ada yang
buta, tuli, bisu dan idiot, sedang yang lain tidak ?
• Mengapa seorang
anak terlahir diantara kemelaratan dan kemalangan, namun ada yang terlahir ditengah kemakmuran
dan kesenangan ?
• Mengapa seorang
anak terlahir dari seorang penjahat, sementara ada yang terlahir dari orang tua yang mulia, dan
mengenyam pendidikan moral yang baik ?
• Mengapa seseorang
seringkali tanpa bersusah payah, sukses dalam seluruh bidang usahanya,
sedangkan yang lain walaupun telah bekerja keras, selalu gagal mewujudkan
rencananya?
• Mengapa seseorang
dapat hidup dalam kelimpahan, sedangkan yang lain harus hidup dalam kemelaratan
?
• Mengapa ada yang
menikmati panjang usia, namun ada yang meninggal pada awal kehidupannya, bahkan
sebelum sempat dilahirkan ?
Mengapa Nuansa-nuansa tersebut terjadi didunia ini ?
Bila kita merenungkan dunia ini, dan memikirkan berbagai
macam nasib makhluk hidup yang hidup didalamnya, tampak bahwa seakan-akan
segala sesuatu dialam ini Tidaklah adil !!
Begitu banyak kita menjumpai ketidakadilan, dan diskriminasi
diantara sesama manusia. Apakah ketidakadilan yang menyolok ini terjadi secara
kebetulan atau direncanakan oleh “Sesuatu?”.
Bila Sesuatu itu Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Adil dan
Maha Sempurna, mengapa Ia menciptakan keadaan yang tidak mengenakkan bagi
makhluknya untuk tinggal didalamnya?. Suatu Sosok yang Maha Pemurah, semestinya
sanggup berbuat sesuatu untuk mengatasi ketidak adilan ini.
Atau mungkinkah segala perbedaan yang ada pada manusia ini
disebabkan oleh faktor keturunan, dan lingkungan?, kita harus mengakui bahwa
semua fenomena fisik-kimiawi yang diungkapkan oleh para ilmuwan, sebagian
adalah sebagai faktor pembantu, tetapi tidak seluruhnya mutlak bertanggung
jawab atas perbedaan2 besar yang terdapat di antara individu2. Lalu mengapa ada
anak kembar yang memiliki tubuh serupa, mewarisi gen yang sejenis, menikmati
kesempatan asuhan yang sama, seringkali memiliki watak, moral dan kecerdasan
yang sangat berbeda ?
Keturunan saja tidak dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan
yang besar ini. Sesungguhnya, faktor keturunan lebih masuk akal atas persamaan-persamaan
mereka daripada atas perbedaan-perbedaan. Benih fisik-kimiawi yang panjangnya
kira-kira sepertiga puluh inci, yang diwarisi dari orang tua, hanya menerangkan
satu bagian dari manusia, yaitu dasar fisiknya. Mengenai perbedaan-perbedaan
batin, intelektual, dan moral yang jauh lebih kompleks dan halus itu, diperlukan
penerangan batin yang lebih dalam. Teori keturunan tidak dapat memberikan suatu
jawaban yang memuaskan, tentang lahirnya seorang kriminal dalam sebuah keluarga,
yang mempunyai leluhur terhormat, atau kelahiran seorang suci, atau mulia, dalam
sebuah keluarga yang memiliki reputasi jelek, dan tentang lahirnya seorang
idiot, manusia genius dan guru-guru besar spiritual.
Menurut ajaran Kesunyataan, perbedaan-perbedaan ini tidak
hanya disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan, tetapi juga disebabkan
oleh Karma kita sendiri, suatu perbuatan baik atau buruk memiliki akibatnya
pada suatu saat, disuatu tempat.
Sejak dari jaman dahulu kala sampai dengan saat ini, Hukum Karma merupakan sebuah teka-teki bagi kebanyakan masyarakat, yang belum
mengenal ajaran Kesunyataan, karena mereka lebih mengenal paham Takdir atau
Nasib, ketimbang Hukum Karma. Hal ini dapat dimaklumi, karena di kitab-kitab
suci mereka, tidak ada satu katapun yang menyebutkan tentang Hukum Sebab-Akibat.
Kebanyakan orang akan mengatakan, bahwa semuanya itu adalah
merupakan Nasib atau Takdir Illahi, semua yang terjadi adalah atas rencana dan
kehendak Tuhan. Penjelasan-penjelasan seperti itu, pada awalnya memang bisa
menghibur, memberikan ketabahan dan harapan bagi manusia, untuk menghadapi
kenyataan-kenyataan pahit dalam hidupnya. Tetapi karena Tuhan dilibatkan dalam
penjelasan tersebut, dan digambarkan sebagai “Sosok Yang Maha Kuasa”, yang
memiliki sifat-sifat seperti manusia : murka, cemburu, menghukum, berjanji,
memberikan hadiah dan sebagainya, akhirnya justeru menimbulkan banyak kerancuan,
dan gambaran Tuhan jadi tidak sempurna, bahkan membingungkan.
Ajaran Kesunyataan menyangkal adanya nasib baik atau buruk,
yang disebabkan oleh takdir, ataupun atas kehendak dan Rencana Tuhan. Ajaran
Kesunyataan mengajarkan sebab-musabab yang alami, seperti halnya ilmu
pengetahuan tentang aksi-reaksi. Dalam ajaran Kesunyataan, apa yang tampak
tidak adil itu dijelaskan dengan dalil Karma;
“Semua makhluk adalah pemilik Karmanya sendiri, mewarisi
Karmanya sendiri, Karmanya adalah kandungan yang melahirkannya, berhubungan
dengan Karmanya sendiri, terlindung oleh Karmanya sendiri. Apapun Karmanya,
baik atau buruk, mereka akan mewarisinya, Karmalah yang membuat semua makhluk
menjadi berbeda, hina atau mulia.”
Dalil Karma adalah dalil
Sebab dan Akibat, Aksi dan
Reaksi, merupakan Hukum Alam, yang tak ada hubungannya dengan gagasan mengenai
Penghakiman, Ganjaran, Pahala atau Penjatuhan Hukuman.
Setiap perbuatan yang dilandasi oleh Kehendak, yang dilakukan
melalui Pikiran, Ucapan dan Tindakan jasmani, akan membuahkan hasil atau
akibat. Perbuatan baik akan berbuah
baik, perbuatan buruk akan berbuah buruk. Ini bukan penjatuhan hukuman ataupun
pahala, yang diberikan oleh siapapun, atau kekuatan apapun, yang menghakimi
perbuatan kita, namun hal ini berdasar pada sifat itu sendiri, yaitu Hukum itu
Sendiri.
Jadi, Karma berarti semua jenis kehendak, perbuatan yang
baik maupun buruk / jahat, yang dilakukan oleh jasmani, perkataan dan pikiran,
yang baik maupun yang jahat.
Hukum Karma atau sering hanya disebut sebagai Karma,
merupakan salah satu hukum universal, atau hukum alam yang bekerja berdasarkan
prinsip sebab-akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan Karma
(perbuatan) sebagai sebab, maka akan menimbulkan akibat atau hasil.
Sering kita mendengar, bahwa suatu kejadian yang tidak diduga
sebelumnya, dikatakan sebagai suatu kebetulan saja. Didalam paham Kesunyataan,
tidak mengenal adanya istilah kebetulan saja, sebab didunia ini tidak ada
sesuatupun yang muncul dari ketidak-adaan, tidak ada sesuatupun yang terjadi
begitu saja tanpa ada sebab yang mendahuluinya, hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut : “Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah
itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka
lenyaplah itu.”
Mungkin akan timbul suatu pertanyaan dalam diri kita, kalau bukan suatu kebetulan, apa yang
dapat kita jelaskan tentang hal tersebut ?
Menyatakan suatu kebetulan adalah boleh-boleh saja, seperti
halnya seorang pria dan wanita yang saling berjumpa disuatu toko, mereka
mengatakan; “wah kebetulan sekali kita bertemu disini... memang kamu mau beli
apa ?” dan bermula dari pertemuan saat itu, kemudian berlanjut hingga
terjalinnya suatu hubungan yang lebih serius, dan dikemudian hari merekapun pada
akhirnya memutuskan untuk menikah.
Kejadian tersebut sebenarnya samasekali bukan suatu
kebetulan, karena baik si A maupun si B sejak keluar dari rumahnya masing-masing,
sama-sama mempunyai alasan, rencana, niat maupun tujuan tertentu ke toko
tersebut, disini “ada suatu proses
Sebab-akibat yang sedang terjadi”. Jalinan perasaan yang sangat kuat
diantara mereka, pada kehidupan lampaunya, adalah salah satu penyebab terjadinya
pertemuan kembali dalam kehidupan saat ini, begitu pula kehidupan kita saat ini,
menjadi seorang anak dari ayah dan ibu kita, disini Hukum Karma bekerja
karena adanya keterikatan batin yang sangat kuat antara kita dengan orang tua
kita.
Hukum Karma adalah
salah satu bagian dari ajaran Kesunyataan yang sangat penting, dan cukup
sulit untuk dipahami oleh kebanyakan orang, namun bagi yang mempercayai, maupun
yang tidak mempercayai adanya Hukum Karma, ia tetap akan menerima Hukum Karma yang sifatnya universal ini. “Tidak ada tempat sembunyi untuk
melarikan diri dari hasil Karma“.
“Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan
dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan
memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan
merasakan buah dari padanya”.
Karma bersifat Samvattanika, artinya “mengarah terjadinya”.
Dengan demikian, Hukum Karma adalah berarti suatu kecenderungan, bukan
sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah, dan mutlak tidak dapat
dihindari. Perbuatan yang dikehendaki atau Karma yang diperbuat dalam kelahiran
sebelumnya, merupakan benih atau akar yang mempengaruhi nasib baik atau malang
dikehidupan saat ini, dan perbuatan baik atau buruk saat ini, akan turut
menyebabkan nasib baik atau malang pada kehidupan berikutnya. Jadi apapun
kondisi yang terjadi saat ini, apakah bahagia atau menderita, adalah merupakan
hasil Akumulasi perbuatan yang dilakukan sebelumnya.
Karma dapat berbuah jika hadir secara lengkap beberapa unsur
/ kondisi yang mendukungnya. Jadi, tidak semua benih Karma menghasilkan buah
Karma. Bila unsur pendukung berupa kondisi tidak ada, maka benih Karma tidak
bisa berbuah menjadi suatu efek / akibat. Karma yang tidak menghasilkan buah
Karma, disebut sebagai Ahosi Karma (Karma yang sudah tidak efektif lagi).
Cara kerja Hukum Karma, terkadang tampak bertolak
belakang dengan kenyataan yang ada. Kita sering menemukan, orang yang dalam
kehidupan sehari-harinya banyak melakukan kebajikan, tetapi hidupnya banyak
mengalami rintangan dan penderitaan, dan sebaliknya ada seseorang yang
pekerjaannya sebagai perampok, lintah darat dan hal-hal yang berbau kejahatan,
tetapi hidupnya makmur, serba mewah dan terpandang. Mengapa demikian? Apakah
Hukum Karmanya keliru? Tentu saja bukan Hukum Karmanya yang
keliru, bila Hukum Karma diumpamakan sebagai sebuah lahan, yang ditanami
bibit pohon pisang dan bibit pohon
rambutan, maka sudah tentu pohon pisang akan tumbuh terlebih dahulu, daripada
pohon rambutan, karena keduanya mempunyai usia pertumbuhan yang berbeda.
Demikian pula halnya dengan perbuatan baik dan buruk, kalau kita sudah berbuat
baik, tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum
saatnya dituai / dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk
terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa
dipercepat sampai batas-batas tertentu.
Menurut ajaran Kesunyataan, matangnya buah Karma seseorang,
dipengaruhi oleh banyak sekali kondisi-kondisi, dan sangat kompleks. Cara kerja
Hukum Karma sangat rumit, melibatkan banyak unsur, sehingga setiap
perbuatan tidak selalu menghasilkan akibat di kehidupan sekarang, namun
berkaitan dengan kehidupan masa akan datang.
“Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah
perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah
masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk. Pembuat kebajikan hanya
melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi
bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya
yang baik.”
Jadi lebih tepatnya, Hukum Karma itu adalah suatu
kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah atau
dielakkan.
Suatu kejahatan kecil, yg dilakukan seseorang, tindakan itu
bisa berbuah pada kehidupan ini atau samasekali tidak berbuah.
Manusia yang bagaimana, yang walaupun dengan kejahatan kecil
sekalipun, bisa membawanya ke Neraka? Penjelasannya begini :
Seseorang yang tidak berhati-hati dalam mengembangkan
tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya, dia tidak mengembangkan
kebijaksanaannya, dia adalah seorang yang tidak berarti, dia tidak
mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Makanya
perbuatan kecil saja dapat membawanya ke Neraka.
Akan tetapi seseorang yang dengan hati-hati mengembangkan
tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya, dia mengembangkan kebijaksanaannya,
dia adalah seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya
tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan kecil
bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak berbuah samasekali.
Kedua uraian diatas dapatlah diperumpamakan sbb :
Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah
cawan kecil, air tersebut tidak akan bisa diminum, karena rasanya asin,
mengapa?, karena cawan itu kecil airnya sedikit. Nah, sekarang, seandainya
seseorang menaruh sejumput garam ke sebuah danau yg jernih, airnya akan tetap
dapat diminum, karena banyaknya air di danau tersebut“.
Demikianlah uraian singkat, selayang pandang atau garis
besar tentang Hukum Karma (Hukum Sebab-Akibat) yang bisa disampaikan, tentu
saja uraian lengkapnya (detail) jauh lebih panjang, bisa dicari juga di
dunia maya, dunia pengetahuan global, dunia Internet.
Kamis, 01 Maret 2018
Doa.
Doa itu walau secara psikologis dapat membantu manusia
menjadi lebih tegar namun disisi lain merapuhkan mental manusia menjadi sangat
bergantung pada sesuatu diluar dirinya. Ini bukan "hakekat doa yang benar".
Seorang petani alih-alih berdoa mengharapkan
“sawahnya memberi hasil”. “Tindakan kongkrit mengolah sawah dengan baik” serta
perilaku bajik akan memiliki kemungkinan lebih besar dalam mewujudkan
harapannya.
Langganan:
Postingan (Atom)