Translate

Minggu, 23 Juni 2024

πŸ˜ƒπŸ’₯ DUNIA & KONDISINYA πŸ’₯πŸ˜ƒ


1). Perkembangan akal manusia ; jaman dulu manusia tidak berdaya menghadapi bencana alam; gunung meletus, banjir, petir, kebakaran dsb. Berhadapan dengan laut yang luas dan dalam, hujan lebat atau angin puting beliung mereka merasa sangat kecil dan lemah. Ilmu pengetahuan belum berkembang. Mereka membutuhkan perlindungan dan tempat mengadu. Orang primitif menganggap di balik benda-benda ada dayanya yang harus dihargai, jika tidak di hargai benda-benda tersebut bisa mengamuk. Lahirlah paham Dinamisme, Animisme, Politeisme, sampai kepada Monoteisme.

2). Pada jaman dahulu kala yang sangat lama sekali, bertumimbal lahir satu makhluk dari alam Abhassara ke alam Brahma yang masih kosong. Karena kesepian makhluk ini menginginkan ada makhluk lain yang juga terlahir di alamnya itu. Kemudian tidak berselang begitu lama terlahirlah makhluk-makhluk lainnya di alam Brahma tersebut. Dengan kenyataan ini dan pada perkembangan selanjutnya, maka makhluk yang pertama tadi merasa bahwa dirinya adalah Sang Pencipta, Brahma Agung, Pemenang yang tak terkalahkan, Yang Maha Tahu, Yang Maha Kuasa, Tuan Dari Semua, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, Asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. “Semua makhluk ini adalah ciptaanku".

Makhluk-makhluk lainnya berpikir; Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa. Kita semua adalah ciptaannya, sebab dialah yang lebih dahulu berada di sini, sedangkan kita muncul sesudahnya.

Makhluk pertama tadi memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada makhluk-makhluk lain yang datang sesudahnya. Selanjutnya ada beberapa makhluk yang meninggal di alam Brahma dan terlahir kembali di bumi. Setelah berada di bumi mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi Petapa. Mereka bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, dan mereka berkata : Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Masa Kuasa. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal, keadaannya tidak berubah. Kami yang diciptakannya, dan datang kesini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.

Maha Brahma diakui sebagai makhluk tertinggi. Namun bukan penentu nasib dan tindakan para makhluk, serta masih akan bertumimbal-lahir di Alam Samsara (alam-alam kehidupan lain). Para Buddha dan Arahat memiliki tingkatan tertinggi dibanding para Brahma karena telah merealisasi / mencapai “Pencerahan Sempurna”, telah merealisasi Nibbana, tak akan terlahirkan kembali di alam kehidupan manapun, telah mengakhiri penderitaan. Para Buddha bukan penentu kehidupan para makhluk.

3). Hidup ini merupakan “Penderitaan” karena semuanya setiap saat berubah. Kebahagiaan maupun kesengsaraan Inderawi selalu berubah. Jika itu adalah kebahagiaan maka merupakan kebahagiaan semu. Perubahan tersebut mengakibatkan penderitaan. Untuk merealisasikan kebahagiaan yang kekal, yang bukan semu, maka harus bisa merealisasi Nibbana, yang tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun dengan cara memahami dan mempratikkan Jalan Mulia Berunsur Delapan secara baik dan benar.

Penjelasannya adalah; dengan berlakunya Hukum Karma atau Hukum Sebab-Akibat, dimana perbuatan bajik akan mendatangkan kebahagiaan dan perbuatan jahat akan mendatangkan penderitaan, maka kreator kehidupan / penentu nasib / takdir suatu makhluk adalah mereka sendiri (perilaku mereka). Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah jalan untuk mengakhiri “Penderitaan”.

KETIGA HAL DIATAS ADALAH KENYATAAN. DENGAN KENYATAAN TERSEBUT, DUNIA INI BERKONDISI SEPERTI SEKARANG; KACAU, ADA PERANG DI SANA-SINI. RATUSAN RIBU ORANG MATI KONYOL, GEDUNG-GEDUNG, PABRIK, INFRASTRUKTUR BERNILAI RATUSAN TRILYUN HANCUR.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar