Disarikan dari uraian Bhante Santacitto. Setiap kelahiran akan diikuti dengan kematian. Apakah kematian adalah akhir dari segalanya atau masih ada kehidupan berikutnya? Apa yang terjadi setelah meninggal dunia itu menjadi pertanyaan dari dulu hingga kini.
Ada 2 tradisi
besar. Kelompok pertama berpandangan bahwa setelah meninggal dunia semuanya akan
berakhir dan tidak akan ada kelahiran kembali. Akan tetapi kelompok kedua memiliki
pandangan yang berbeda, bahwa setelah meninggal dunia masih ada kehidupan yang
mendatang.
Kelompok pertama
mengakui bahwa manusia itu terdiri dari dua hal yaitu jiwa atau roh dan raga atau
jasmani. Mereka berpandangan bahwa setelah meninggal dunia maka roh juga
hancur. Sehingga tidak ada kelahiran kembali. Mereka mempunyai perumpamaan.
Daun sirih yang dikunyah dengan kapur akan muncul warna merah. Daun sirih dan
kapur menggambarkan jasmani, sedangkan warna merah menggambarkan roh. Perumpamaan
tadi dapat diartikan bahwa kalau jasmani mati atau hancur maka roh juga hancur.
Tidak akan ada kelahiran kembali. Tidak ada hukum karma. Semua perbuatan
sekarang tidak akan menghasilkan buah apapun di kemudian hari karena tidak ada
kelahiran kembali. Sehingga hidup ini dapat dimanfaatkan untuk
bersenang-senang. Pemahaman ini sampai sekarang masih ada.
Kelompok kedua mempunyai
pandangan yang berbeda, bahwa setelah mati masih ada kelahiran kembali. Jasmani
dan roh merupakan dua hal yang berbeda. Begitu kematian terjadi, roh masih
berlanjut ke kehidupan berikutnya.
Tathagata Guru
Agung menolak kedua pandangan tadi. Kelahiran kembali bisa terjadi apabila
sebab-sebabnya masih ada. Beliau menolak pandangan bahwa ada roh, entitas atau
sesuatu yang tetap yang mengembara dari kelahiran ke kelahiran lainnya. Karena
segala fenomena itu unsur-unsurnya selalu berubah. Adanya kelahiran kembali itu
bisa beliau lihat dengan kemampuan Abhinna yang dimilikinya, dalam hal ini
kemampuan Dibhacakkhu beliau, yaitu kemampuan mata dewa, adalah pengetahuan
yang tinggi, merupakan Extrasensory Perseption atau persepsi yang melampaui
kemampuan manusia biasa. Bukan dengan rasio atau logika. Beliau mengetahui bahwa
makhluk itu lahir mati lahir mati sesuai dengan karmanya. Ada alam-alam lain
setelah kematian. Tetapi didalam kelahiran atau didalam kehidupan makhluk-makhluk
itu tidak ada roh atau sesuatu yang tetap di dalamnya. Dari sisi Paticcasamuppada
atau sisi Sebab-Musabab Yang Saling Bergantungan, yang namanya roh itu tidak
ada karena ya itu tadi, unsur-unsurnya selalu berubah. Paticcasamuppada menjelaskan,
dengan adanya Avijja atau kebodohan sebagai kondisi maka munculah Sankhara yaitu
perbuatan baik dan buruk, dengan adanya Sankhara munculah Vinnana atau kesadaran,
dengan adanya Vinnana munculah Namma & Ruppa atau batin & jasmani, dengan
adanya Namma & Ruppa munculah Salayatana atau enam landasan indriya, dengan
adanya Salayatana munculah Phassa atau kontak, dengan adanya Phassa munculah
perasaan, dengan adanya perasaan munculah Tanha atau nafsu keinginan, dengan
adanya Tanha munculah Upadana atau kemelekatan, dengan adanya Upadana munculah Bhava
atau kemenjadian, dengan adanya Bhava terjadilah kelahiran, dengan adanya kelahiran
maka munculah kesedihan, ratap tangis, ketuaan, kematian dsb.
Kelahiran
kembali itu terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor Paticcasamuppada tadi,
tetapi roh tidak ditemukan dalam setiap unsur Paticcasamuppada. Yang terjadi adalah
ada kondisi-kondisi atau fenomena yang saling menyokong, atau saling bergantung,
yang memunculkan sebuah keberlanjutan, yang didalamnya ada kelahiran setelah
kematian. Kelahiran seseorang setelah kematian itu dipengaruhi oleh perbuatan
masing-masing. Seperti benih yang ditabur, maka demikian pula buah yang akan
dipetik. Perbuatan baik setelah yang bersangkutan meninggal dunia akan
mengakibatkan terlahir di alam yang baik atau alam kebahagiaan. Perbuatan jahat
setelah yang bersangkutan meninggal dunia akan mengakibatkan terlahir di alam
penderitaan. Yang melakukan pembunuhan, pelit tidak suka berdana, atau suka
marah-marah, maka setelah meninggal dunia mungkin dia akan terlahir di neraka,
atau kalau terlahir di dunia akan menjadi manusia yang sakit-sakitan, berumur
pendek, menjadi orang miskin atau berwajah jelek. Kalau tidak membunuh tetapi suka
menolong orang lain atau suka berdana, tidak pelit, tidak suka marah-marah, mungkin
nanti setelah meninggal dunia dia akan terlahir di Surga atau kalau terlahir sebagai
manusia akan berumur panjang, menjadi orang kaya, tidak sakit-sakitan atau
berwajah rupawan.
Perbuatan-perbuatan
di masa lampau bisa langsung berbuah, yang bersangkutan sesaat setelah
meninggal dunia bisa langsung terlahir di Neraka atau di Surga. Akan tetapi ada
juga perbuatan-perbuatan yang berbuahnya jauh di kehidupan-kehidupan berikutnya.
Yang kita alami sekarang ini bukan akibat dari perbuatan-perbuatan kita di kehidupan
sebelum kehidupan ini, tetapi mungkin berasal dari kehidupan-kehidupan kita jauh
sebelumnya.
Ada brahmana dan
pertapa yang memiliki kemampuan Dibhacakkhu yang belum sempurna, yang melihat
orang-orang yang semasa hidupnya banyak melakukan kebajikan tetapi setelah
meninggal dunia terlahir di alam penderitaan. Sehingga mereka berpikir bahwa hukum
karma itu tidak ada. Ada yang melihat sebaliknya, orang-orang yang semasa
hidupnya banyak melakukan kejahatan tetapi setelah meninggal dunia terlahir di
alam bahagia. Sehingga mereka juga berpikir bahwa hukum karma itu tidak ada.
Atas hal tersebut
Tathagata memberikan penjelasan, meskipun seseorang semasa hidupnya banyak
melakukan kebajikan, namun ketika menjelang ajal orang tersebut berpikiran
buruk, maka menyebabkan dia terlahir di alam penderitaan. Dan sebaliknya, meskipun
seseorang semasa hidupnya banyak melakukan perbuatan jahat, namun ketika
menjelang ajal orang tersebut berpikiran baik, maka dapat menyebabkan dia
terlahir di alam bahagia. Perbuatan baik atau perbuatan jahat yang pernah
dilakukan orang tersebut akan berbuah kemudian, atau berbuah di kehidupan-kehidupan
selanjutnya. Tidak langsung berbuah di kehidupan setelah kematiannya.
Ada 31 alam
kehidupan dari yang paling menyengsarakan sampai alam kehidupan yang paling membahagiakan.
Yaitu dari alam Neraka yang paling rendah sampai alam Brahma tanpa bentuk yang
paling membahagiakan. Semakin tinggi atau semakin rendah alam kehidupannya, maka
akan semakin tinggi kebahagiaan dan kesengsaraannya, dan semakin panjang jangka
waktu hidupnya.
Tujuan dari Tathagata
mengajarkan Dhamma adalah bagaimana hendaknya kita bisa terbebas dari segala
bentuk kehidupan, terbebas dari roda kelahiran dan kematian. Karena terlahir di
alam-alam kehidupan itu menderita. Yang harus kita lakukan adalah melenyapkan
sebab-sebab dilahirkan. Secara garis besar penderitaan atau Samsara bisa
terjadi karena 3 hal, seperti sebuah biji yang tumbuh menjadi pohon kalau
ditopang oleh tanah dan air. Namun secara rinci yang memunculkan Samsara itu ada 12 hal yang saling bergantungan yang disebut
Paticcasamuppada. Secara garis besar ketiga hal yang memunculkan Samsara tadi adalah
Vinnana atau kesadaran, Karma atau perbuatan dan Tanha atau nafsu keinginan. Biji
adalah simbul dari Vinnana, tanah adalah simbul dari Karma, dan air adalah
simbul dari Tanha. Vinnana akan berlanjut ketika ada Karma dan Tanha. Agar bisa
terbebas dari kelahiran maka bahan bakarnya yang menjadi nutrisi dari kehidupan
itu harus dihancurkan. Nurisi yang adalah Tanha itu harus dihancurkan. Tanha
yang sudah hancur terjadi pada seorang arahat. Seorang arahat masih melakukan
perbuatan, tetapi karena tidak disertai
dengan Tanha maka tidak membawa pada kelahiran, perbuatan yang tidak disertai
dengan Tanha disebut Kiriya. Cara melenyapkan Tanha adalah dengan mempraktekkan
dengan baik dan benar Jalan Mulia Berunsur Delapan. Yaitu mempunyai Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Yang harus senantiasa
dikembangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar