Translate

Rabu, 19 Januari 2022

Apa Yang Akan Terjadi Setelah Kita Menutup Mata ???

Disarikan dari uraian Bhante Santacitto. Setiap kelahiran akan diikuti dengan kematian. Apakah kematian adalah akhir dari segalanya atau masih ada kehidupan berikutnya? Apa yang terjadi setelah meninggal dunia itu menjadi pertanyaan dari dulu hingga kini.

Ada 2 tradisi besar. Kelompok pertama berpandangan bahwa setelah meninggal dunia semuanya akan berakhir dan tidak akan ada kelahiran kembali. Akan tetapi kelompok kedua memiliki pandangan yang berbeda, bahwa setelah meninggal dunia masih ada kehidupan yang mendatang.

Kelompok pertama mengakui bahwa manusia itu terdiri dari dua hal yaitu jiwa atau roh dan raga atau jasmani. Mereka berpandangan bahwa setelah meninggal dunia maka roh juga hancur. Sehingga tidak ada kelahiran kembali. Mereka mempunyai perumpamaan. Daun sirih yang dikunyah dengan kapur akan muncul warna merah. Daun sirih dan kapur menggambarkan jasmani, sedangkan warna merah menggambarkan roh. Perumpamaan tadi dapat diartikan bahwa kalau jasmani mati atau hancur maka roh juga hancur. Tidak akan ada kelahiran kembali. Tidak ada hukum karma. Semua perbuatan sekarang tidak akan menghasilkan buah apapun di kemudian hari karena tidak ada kelahiran kembali. Sehingga hidup ini dapat dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Pemahaman ini sampai sekarang masih ada.

Kelompok kedua mempunyai pandangan yang berbeda, bahwa setelah mati masih ada kelahiran kembali. Jasmani dan roh merupakan dua hal yang berbeda. Begitu kematian terjadi, roh masih berlanjut ke kehidupan berikutnya.

Tathagata Guru Agung menolak kedua pandangan tadi. Kelahiran kembali bisa terjadi apabila sebab-sebabnya masih ada. Beliau menolak pandangan bahwa ada roh, entitas atau sesuatu yang tetap yang mengembara dari kelahiran ke kelahiran lainnya. Karena segala fenomena itu unsur-unsurnya selalu berubah. Adanya kelahiran kembali itu bisa beliau lihat dengan kemampuan Abhinna yang dimilikinya, dalam hal ini kemampuan Dibhacakkhu beliau, yaitu kemampuan mata dewa, adalah pengetahuan yang tinggi, merupakan Extrasensory Perseption atau persepsi yang melampaui kemampuan manusia biasa. Bukan dengan rasio atau logika. Beliau mengetahui bahwa makhluk itu lahir mati lahir mati sesuai dengan karmanya. Ada alam-alam lain setelah kematian. Tetapi didalam kelahiran atau didalam kehidupan makhluk-makhluk itu tidak ada roh atau sesuatu yang tetap di dalamnya. Dari sisi Paticcasamuppada atau sisi Sebab-Musabab Yang Saling Bergantungan, yang namanya roh itu tidak ada karena ya itu tadi, unsur-unsurnya selalu berubah. Paticcasamuppada menjelaskan, dengan adanya Avijja atau kebodohan sebagai kondisi maka munculah Sankhara yaitu perbuatan baik dan buruk, dengan adanya Sankhara munculah Vinnana atau kesadaran, dengan adanya Vinnana munculah Namma & Ruppa atau batin & jasmani, dengan adanya Namma & Ruppa munculah Salayatana atau enam landasan indriya, dengan adanya Salayatana munculah Phassa atau kontak, dengan adanya Phassa munculah perasaan, dengan adanya perasaan munculah Tanha atau nafsu keinginan, dengan adanya Tanha munculah Upadana atau kemelekatan, dengan adanya Upadana munculah Bhava atau kemenjadian, dengan adanya Bhava terjadilah kelahiran, dengan adanya kelahiran maka munculah kesedihan, ratap tangis, ketuaan, kematian dsb.

Kelahiran kembali itu terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor Paticcasamuppada tadi, tetapi roh tidak ditemukan dalam setiap unsur Paticcasamuppada. Yang terjadi adalah ada kondisi-kondisi atau fenomena yang saling menyokong, atau saling bergantung, yang memunculkan sebuah keberlanjutan, yang didalamnya ada kelahiran setelah kematian. Kelahiran seseorang setelah kematian itu dipengaruhi oleh perbuatan masing-masing. Seperti benih yang ditabur, maka demikian pula buah yang akan dipetik. Perbuatan baik setelah yang bersangkutan meninggal dunia akan mengakibatkan terlahir di alam yang baik atau alam kebahagiaan. Perbuatan jahat setelah yang bersangkutan meninggal dunia akan mengakibatkan terlahir di alam penderitaan. Yang melakukan pembunuhan, pelit tidak suka berdana, atau suka marah-marah, maka setelah meninggal dunia mungkin dia akan terlahir di neraka, atau kalau terlahir di dunia akan menjadi manusia yang sakit-sakitan, berumur pendek, menjadi orang miskin atau berwajah jelek. Kalau tidak membunuh tetapi suka menolong orang lain atau suka berdana, tidak pelit, tidak suka marah-marah, mungkin nanti setelah meninggal dunia dia akan terlahir di Surga atau kalau terlahir sebagai manusia akan berumur panjang, menjadi orang kaya, tidak sakit-sakitan atau berwajah rupawan.

Perbuatan-perbuatan di masa lampau bisa langsung berbuah, yang bersangkutan sesaat setelah meninggal dunia bisa langsung terlahir di Neraka atau di Surga. Akan tetapi ada juga perbuatan-perbuatan yang berbuahnya jauh di kehidupan-kehidupan berikutnya. Yang kita alami sekarang ini bukan akibat dari perbuatan-perbuatan kita di kehidupan sebelum kehidupan ini, tetapi mungkin berasal dari kehidupan-kehidupan kita jauh sebelumnya.

Ada brahmana dan pertapa yang memiliki kemampuan Dibhacakkhu yang belum sempurna, yang melihat orang-orang yang semasa hidupnya banyak melakukan kebajikan tetapi setelah meninggal dunia terlahir di alam penderitaan. Sehingga mereka berpikir bahwa hukum karma itu tidak ada. Ada yang melihat sebaliknya, orang-orang yang semasa hidupnya banyak melakukan kejahatan tetapi setelah meninggal dunia terlahir di alam bahagia. Sehingga mereka juga berpikir bahwa hukum karma itu tidak ada.

Atas hal tersebut Tathagata memberikan penjelasan, meskipun seseorang semasa hidupnya banyak melakukan kebajikan, namun ketika menjelang ajal orang tersebut berpikiran buruk, maka menyebabkan dia terlahir di alam penderitaan. Dan sebaliknya, meskipun seseorang semasa hidupnya banyak melakukan perbuatan jahat, namun ketika menjelang ajal orang tersebut berpikiran baik, maka dapat menyebabkan dia terlahir di alam bahagia. Perbuatan baik atau perbuatan jahat yang pernah dilakukan orang tersebut akan berbuah kemudian, atau berbuah di kehidupan-kehidupan selanjutnya. Tidak langsung berbuah di kehidupan setelah kematiannya.

Ada 31 alam kehidupan dari yang paling menyengsarakan sampai alam kehidupan yang paling membahagiakan. Yaitu dari alam Neraka yang paling rendah sampai alam Brahma tanpa bentuk yang paling membahagiakan. Semakin tinggi atau semakin rendah alam kehidupannya, maka akan semakin tinggi kebahagiaan dan kesengsaraannya, dan semakin panjang jangka waktu hidupnya.

Tujuan dari Tathagata mengajarkan Dhamma adalah bagaimana hendaknya kita bisa terbebas dari segala bentuk kehidupan, terbebas dari roda kelahiran dan kematian. Karena terlahir di alam-alam kehidupan itu menderita. Yang harus kita lakukan adalah melenyapkan sebab-sebab dilahirkan. Secara garis besar penderitaan atau Samsara bisa terjadi karena 3 hal, seperti sebuah biji yang tumbuh menjadi pohon kalau ditopang oleh tanah dan air. Namun secara rinci yang memunculkan Samsara  itu ada 12 hal yang saling bergantungan yang disebut Paticcasamuppada. Secara garis besar ketiga hal yang memunculkan Samsara tadi adalah Vinnana atau kesadaran, Karma atau perbuatan dan Tanha atau nafsu keinginan. Biji adalah simbul dari Vinnana, tanah adalah simbul dari Karma, dan air adalah simbul dari Tanha. Vinnana akan berlanjut ketika ada Karma dan Tanha. Agar bisa terbebas dari kelahiran maka bahan bakarnya yang menjadi nutrisi dari kehidupan itu harus dihancurkan. Nurisi yang adalah Tanha itu harus dihancurkan. Tanha yang sudah hancur terjadi pada seorang arahat. Seorang arahat masih melakukan perbuatan,  tetapi karena tidak disertai dengan Tanha maka tidak membawa pada kelahiran, perbuatan yang tidak disertai dengan Tanha disebut Kiriya. Cara melenyapkan Tanha adalah dengan mempraktekkan dengan baik dan benar Jalan Mulia Berunsur Delapan. Yaitu mempunyai Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Yang harus senantiasa dikembangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar