Translate

Minggu, 30 Juni 2024

😈 ACINTEYYA 😏


💥 MANFA'AT BERDANA 💥




💥BUAH KARMA💥


👉 Tidak ada yang bisa mencelakai atau memberi kita kebahagiaan kecuali diri kita sendiri. Penderitaan / kebahagiaan yang kita alami itu adalah buah dari Karma (Perbuatan) yang kita lakukan dimasa lalu baik di hidup ini atau di hidup kita sebelumnya. Hukum alamnya begitu. Hukum alam itu adil. Oleh karena itu, agar tidak merugi, marilah kita memperbanyak perbuatan baik, mengurangi perbuatan buruk, tidak menyakiti pihak lain dan selalu berupaya mensucikan hati dan pikiran kita 👌

Jumat, 28 Juni 2024

💥 Keberuntungan dan Kemalangan 💥



👉 Apa yang Sang Bhagava ajarkan mengenai sihir dan ramalan? Beliau menganggap praktik seperti ramalan, menggunakan jimat untuk perlindungan, mencari tempat baik untuk bangunan dan menentukan hari baik adalah takhayul, tak berguna dan secara tegas melarang murid-Nya untuk mempraktikkan hal semacam itu. Beliau menyebut hal seperti itu sebagai “keterampilan rendah”.

Lalu mengapa orang-orang terkadang mempraktikkan hal tersebut dan memercayainya? Itu adalah karena keserakahan, takut, dan ketidaktahuan. Segera setelah orang-orang memahami ajaran Sang Bhagava mereka menyadari bahwa hati yang murni dapat melindungi mereka jauh lebih baik daripada potongan kertas, logam, dan mantra-mantra dan mereka tidak lagi bergantung pada hal tersebut. Sang Bhagava mengajarkan kejujuran, kebaikan hati, pengertian, kesabaran, pemaafan, kedermawanan, kesetiaan dan kualitas baik lainnya yang sesunguhnya melindungi anda dan memberi anda kemakmuran sesungguhnya.


Apakah beberapa jimat memang ampuh? Ada seseorang yang berpenghidupan baik dengan menjual jimat-jimat. Ia meng-klaim bahwa jimatnya bisa memberi keberuntungan, kemakmuran, dan ia menjamin bahwa anda akan mampu memprediksikan angka lotere yang keluar. Kalau yang dikatakannya benar, kenapa ia sendiri bukan seorang jutawan? Jika jimatnya memang benar-benar bekerja, lalu kenapa ia tidak memenangkan lotere minggu demi minggu? Satu-satunya keberuntungan yang dimilikinya adalah bahwa masih ada orang-orang yang cukup bodoh untuk membeli jimatnya.


Lalu, apakah ada itu yang namanya keberuntungan? Mengenai keberuntungan, ada yang “memercayai bahwa apapun yang terjadi, apakah baik atau buruk, pada manusia dalam setiap peristiwa adalah karena kebetulan, takdir, dan keberuntungan.” Sang Bhagava sepenuhnya menolak kepercayaan ini. Semua yang terjadi memiliki sebab atau sebab-sebab tertentu dan harus ada hubungan antara sebab dan akibatnya. Menjadi sakit itu memiliki sebab-sebab tertentu, yaitu karena ada kontak dengan bakteri dan tubuh seseorang tersebut cukup lemah sehingga bakteri berkembang disana. Jadi ada hubungan antara sebab dan akibat. Sebabnya adalah bakteri dan tubuh yang lemah dan akibatnya adalah timbul penyakit, yang bersangkutan menjadi sakit.  Bakteri menyerang organisme sehingga yang bersangkutan menjadi sakit. Tidak ada hubungan yang dapat ditemukan antara memakai potongan kertas dengan tulisan diatasnya dengan menjadi orang kaya atau lulus ujian.


Buddhisme mengajarkan bahwa apapun yang terjadi adalah karena adanya sebab atau sebab-sebab dan tidak bergantung pada keberuntungan, kebetulan, atau takdir. Orang-orang yang tertarik pada keberuntungan selalu mencoba untuk mendapatkan sesuatu – biasanya uang dan kekayaan yang lebih.

Sang Bhagava mengajarkan kita bahwa jauh lebih penting untuk mengembangkan hati dan pikiran kita sendiri untuk menjadi lebih baik. Beliau berkata;


1). Menjadi amat terpelajar dan terampil, terlatih dengan baik dan menggunakan tutur kata yang baik; itulah berkah utama.

2). Menyokong ayah dan ibu, menyayangi anak dan istri, berpenghidupan sederhana; itulah berkah utama.

3). Bermurah hati, dengan menolong sanak saudara dan tanpa cela dalam perbuatannya; itulah berkah utama.

4). Menjauhi kejahatan dan menghindari minuman keras, tekun menjaga moralitas; itulah berkah utama.

5). Memiliki rasa hormat, rasa malu, merasa puas dan berterima kasih, dan mendengarkan Dhamma yang baik, itulah berkah utama.


Rabu, 26 Juni 2024

💥 Bahagia Sejati Kekal 💥

 

👉 Berikut ini adalah pengetahuan, di share untuk semua kalangan, yang tidak sependapat abaikan saja dan lupakan, sebagai berikut : 

💥 Manusia bahkan semua makhluk menginginkan bisa mengalami kebahagiaan yang sejati dan selama-lamanya, tentunya itu hanya bisa diperoleh jika berhasil merealisasi Nibbana. Kita selama ini hanya mengalami kebahagiaan inderawi, kebahagiaan inderawi itu semu, tidak kekal, bisa berubah menjadi derita, karena semua hal setiap saat mengalami perubahan. Vinnana atau Kesadaran atau Pengetahu yang merupakan satu bagian dari Badan Rohani (Batin) atau orang umum menyebutnya sebagai Nyawa itu juga demikian, selalu mengalami perubahan. Vinnana, setelah tubuh jasmani hancur (mati) - maka Vinnana akan berpindah ke tubuh yang baru, terlahir dengan tubuh yang baru di alam kehidupan lain, di kehidupan selanjutnya sebagai Vinnana yang serupa tapi tak sama dengan Vinnana sebelumnya. Wujud atau jenis makhluknya apa dimana Vinnana tersebut bertempat tinggal - tergantung dari perilaku makhluk di hidup sebelumnya.

Jenis-jenis makhluk selain manusia adalah : Binatang, Peta (Hantu), Asyura (Iblis / Raksasa), Makhluk Neraka (ada 16 tingkat Neraka), Dewa (Makhluk Surga) ada 6 tingkat, Rupa Brahma (16 tingkat) dan Arupa Brahma (4 tingkat). Semua makhluk dapat meraih kebahagiaan sejati kekal (mencapai / meralisasi Nibbana) setelah berhasil menghancur-leburkan Kilesa (pengotor batin) tanpa sisa sebagai penyebab kelahiran kembali. Kilesa atau pengotor batin tersebut adalah : Lobha (Keserakahan), Dosa (Kebencian) dan Moha (Kebodohan Batin) beserta turunannya (jenis-jenisnya). Menjalani hidup di alam kehidupan manapun itu menderita karena bahagianya semu, bisa berubah, tidak kekal.

Semua yang ada itu sesuai tertib hukum Sebab & Akibat. Mengapa kita ini ada sehingga mengalami penderitaan? Siapa yang tidak ada? Semesta ini kapan dan bagaimana awal dan akhirnya? Tak berawal dan tak berakhir? Semua hal tersebut adalah Acinteyya (tak dapat dinalar). Tathagata yang maha tahu bisa menjelaskannya tapi tidak bisa dengan menggunakan bahasa manusia yang sangat terbatas. Untungnya yang disebut Acinteyya itu tidak penting, yang penting bagi kita manusia adalah merealisasi Nibbana, Bebas Dari Penderitaan, Bebas Dari Kelahiran Kembali - dengan cara memahami dan mempraktikkan dengan baik dan benar (bersungguh-sungguh, rutin, berkesinambungan) hingga berhasil / tuntas : Jalan Mulia Berunsur Delapan 💥.

Selasa, 25 Juni 2024

💥 PEMAHAMAN DAN KEBIJAKSANAAN 👌


Tidak ada seorangpun atau apapun yang dapat membebaskan kita, selain hanya pengertian dan pemahaman kita sendiri. Seorang yang tidak waras dan seorang Arahat, keduanya sama-sama tersenyum; tetapi seorang Arahat tahu mengapa dirinya tersenyum, sebaliknya orang yang tidak waras tidak tahu mengapa dirinya tersenyum.
Ketika orang pandai mengamati orang lain, dia mengamatinya dengan kebijaksanaan, bukan dengan kebodohan. Orang yang melihat dengan kebijaksanaan, ia belajar banyak. Orang yang melihat dengan kebodohan, ia hanya dapat menemukan kesalahan-kesalahan.
Masalah yang terjadi pada banyak manusia sekarang ini ialah : sebenarnya mereka tahu, tetapi mereka masih belum bersedia mengerjakan sesuatu. Lain halnya jika mereka tidak mengerjakan sesuatu karena tidak tahu. Jika mereka sudah tahu, tetapi tidak melakukannya, maka dapat dibayangkan seperti apa jadinya.
Belajar di luar kitab suci itu kurang penting. Buku-buku Dhamma yang ada itu baik, tetapi belum tentu benar. Contoh, jika ada kata 'marah' yang tertulis belum tentu sama dengan kemarahan yang kita alami. Hanya dengan mengalami sendiri maka kita akan memperoleh keyakinan yang benar. Bila anda melihat segala hal dengan pandangan benar, maka tidak ada kemelekatan dalam hubungan anda dengan hal-hal tersebut. Mereka itu datang dengan menyenangkan maupun tidak menyenangkan, ketika anda melihatnya, anda tidak melekat. Mereka datang dan lenyap. Bahkan meskipun kekotoran batin keserakahan atau kemarahan yang paling buruk muncul, anda memiliki kebijaksanaan yang cukup untuk melihatnya sebagai ketidak-kekalan, alamiah, membiarkan mereka lenyap. Bila anda bereaksi terhadap mereka, dengan suka atau tidak suka, itu bukan kebijaksanaan. Anda sedang membuat anda sendiri menderita.
Kalau kita mengetahui kebenaran, kita tidak harus banyak berpikir, kita menjadi orang yang bijaksana. Kalau kita tidak tahu, kita akan berpikir : apakah hal itu bijaksana atau tidak? Banyak berpikir tanpa kebijaksanaan adalah penderitaan yang ekstrim.
Sekarang ini banyak orang yang tidak mencari kebenaran. Mereka belajar dengan singkat untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mencari nafkah, menyokong keluarga, merawat diri mereka sendiri. Hanya itu. Bagi mereka, menjadi pandai jauh lebih penting daripada menjadi bijaksana. Padahal bijaksana itu lebih baik dibanding pandai. Memang, yang terbaik adalah orang yang pandai dan bijaksana.
Dalam Kitab Suci Dīgha Nikāya, disebutkan kebijaksanaan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu :
1. Suttamayapaññā; kebijaksanaan yang diperoleh melalui mendengar dan atau membaca.
2. Cittāmayapaññā; kebijaksanaan yang timbul melalui berpikir (logika).
3. Bhāvanāmayapaññā; kebijaksanaan yang muncul melalui meditasi menyadari kekinian yang terjadi.

Minggu, 23 Juni 2024

😃💥 DUNIA & KONDISINYA 💥😃


1). Perkembangan akal manusia ; jaman dulu manusia tidak berdaya menghadapi bencana alam; gunung meletus, banjir, petir, kebakaran dsb. Berhadapan dengan laut yang luas dan dalam, hujan lebat atau angin puting beliung mereka merasa sangat kecil dan lemah. Ilmu pengetahuan belum berkembang. Mereka membutuhkan perlindungan dan tempat mengadu. Orang primitif menganggap di balik benda-benda ada dayanya yang harus dihargai, jika tidak di hargai benda-benda tersebut bisa mengamuk. Lahirlah paham Dinamisme, Animisme, Politeisme, sampai kepada Monoteisme.

2). Pada jaman dahulu kala yang sangat lama sekali, bertumimbal lahir satu makhluk dari alam Abhassara ke alam Brahma yang masih kosong. Karena kesepian makhluk ini menginginkan ada makhluk lain yang juga terlahir di alamnya itu. Kemudian tidak berselang begitu lama terlahirlah makhluk-makhluk lainnya di alam Brahma tersebut. Dengan kenyataan ini dan pada perkembangan selanjutnya, maka makhluk yang pertama tadi merasa bahwa dirinya adalah Sang Pencipta, Brahma Agung, Pemenang yang tak terkalahkan, Yang Maha Tahu, Yang Maha Kuasa, Tuan Dari Semua, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, Asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. “Semua makhluk ini adalah ciptaanku".

Makhluk-makhluk lainnya berpikir; Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa. Kita semua adalah ciptaannya, sebab dialah yang lebih dahulu berada di sini, sedangkan kita muncul sesudahnya.

Makhluk pertama tadi memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada makhluk-makhluk lain yang datang sesudahnya. Selanjutnya ada beberapa makhluk yang meninggal di alam Brahma dan terlahir kembali di bumi. Setelah berada di bumi mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi Petapa. Mereka bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, dan mereka berkata : Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Masa Kuasa. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal, keadaannya tidak berubah. Kami yang diciptakannya, dan datang kesini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.

Maha Brahma diakui sebagai makhluk tertinggi. Namun bukan penentu nasib dan tindakan para makhluk, serta masih akan bertumimbal-lahir di Alam Samsara (alam-alam kehidupan lain). Para Buddha dan Arahat memiliki tingkatan tertinggi dibanding para Brahma karena telah merealisasi / mencapai “Pencerahan Sempurna”, telah merealisasi Nibbana, tak akan terlahirkan kembali di alam kehidupan manapun, telah mengakhiri penderitaan. Para Buddha bukan penentu kehidupan para makhluk.

3). Hidup ini merupakan “Penderitaan” karena semuanya setiap saat berubah. Kebahagiaan maupun kesengsaraan Inderawi selalu berubah. Jika itu adalah kebahagiaan maka merupakan kebahagiaan semu. Perubahan tersebut mengakibatkan penderitaan. Untuk merealisasikan kebahagiaan yang kekal, yang bukan semu, maka harus bisa merealisasi Nibbana, yang tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun dengan cara memahami dan mempratikkan Jalan Mulia Berunsur Delapan secara baik dan benar.

Penjelasannya adalah; dengan berlakunya Hukum Karma atau Hukum Sebab-Akibat, dimana perbuatan bajik akan mendatangkan kebahagiaan dan perbuatan jahat akan mendatangkan penderitaan, maka kreator kehidupan / penentu nasib / takdir suatu makhluk adalah mereka sendiri (perilaku mereka). Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah jalan untuk mengakhiri “Penderitaan”.

KETIGA HAL DIATAS ADALAH KENYATAAN. DENGAN KENYATAAN TERSEBUT, DUNIA INI BERKONDISI SEPERTI SEKARANG; KACAU, ADA PERANG DI SANA-SINI. RATUSAN RIBU ORANG MATI KONYOL, GEDUNG-GEDUNG, PABRIK, INFRASTRUKTUR BERNILAI RATUSAN TRILYUN HANCUR.